Caca, seorang mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa di London, terpaksa bekerja sebagai pengasuh anak CEO kaya, Logan Pattinson, untuk mencukupi biaya hidup yang mahal. Seiring waktu, kedekatannya dengan Logan dan anaknya, Ray, membawa Caca ke pusat perhatian publik lewat TikTok. Namun, kisah cinta mereka terancam oleh gosip, kecemburuan, dan manipulasi dari wanita yang ingin merebut Logan. Ketika dunia mereka dihancurkan oleh rumor, Caca dan Logan harus bertahan bersama, menavigasi cinta dan tantangan hidup yang tak terduga. Apakah cinta mereka cukup kuat untuk mengalahkan segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cherryblessem, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perasaan
...Jangan lupa klik like dan komentar ya teman-teman! Mohon dukungannya untuk cerita ini! Terimakasih banyak semua! ❤️❤️...
...****************...
Caca menatap bayangannya di kaca jendela kereta bawah tanah yang melaju cepat dari Euston Square Station, dekat kampusnya di University College London (UCL), menuju South Kensington Station. Wajahnya tampak gelisah, matanya menatap bayangannya sendiri yang samar di kaca itu. Perasaan bersalah terus menggerogoti hatinya setiap kali teringat apa yang terjadi kemarin.
Bagaimana bisa ia, seorang pengasuh anak sederhana, sampai berpikir bahwa Logan Pattinson, seorang konglomerat ternama, tertarik padanya? Pemikiran itu terasa begitu absurd sekarang, tapi kemarin pikirannya justru dipenuhi harapan konyol yang tidak masuk akal. Ia memalingkan wajah dari kaca, menghembuskan napas berat, berusaha mengusir rasa malu yang kini menyelimuti dirinya.
"Dasar bodoh," gumamnya pelan, mencemooh dirinya sendiri. Namun, bayangan percakapan dengan Yeji, teman sekamarnya yang blak-blakan, kembali muncul di kepalanya. Yeji memang suka menggoda dengan lelucon-lelucon nakal tentang bosnya, menambahkan pikiran-pikiran yang tidak seharusnya ada di benak Caca.
“Dia tampan, kaya, dan… ya, pasti ada alasannya dia sering memandangmu lebih lama, kan?” suara Yeji bergema dalam ingatannya.
Caca menggelengkan kepalanya kuat-kuat. “Sudah cukup,” ujarnya lirih, kali ini pada dirinya sendiri.
Kereta melambat saat mendekati South Kensington Station. Begitu pintu terbuka, Caca melangkah keluar bersama kerumunan penumpang lainnya. Udara dingin London menyapa kulitnya saat ia menaiki tangga menuju jalan raya. Biasanya, ia akan naik bus, taxi atau menyewa sepeda untuk menyusuri Cromwell Road hingga sampai ke tempat tinggal Logan di Kensington Palace Gardens. Namun hari ini, ia merasa ingin berjalan kaki.
Menyusuri jalanan Old Brompton Road menuju Queen’s Gate, Caca memutuskan untuk melewati rute yang sedikit lebih panjang tetapi lebih tenang. Pohon-pohon yang berjajar rapi di sepanjang trotoar memberikan keteduhan, meskipun cuaca bulan November yang dingin membuatnya harus menarik jaketnya lebih erat. Jalanan ini memberinya waktu untuk berpikir, meskipun justru itu yang ia hindari.
Saat ia melangkah mendekati Hyde Park Gate, bayangan wajah Logan kembali muncul di pikirannya. Sorot matanya yang tajam, caranya berbicara dengan nada datar tetapi penuh wibawa, dan… senyumnya yang jarang sekali terlihat. Semua itu membuat Caca merasa kecil dan tidak pantas, namun entah bagaimana ia tetap merasa penasaran.
“Logan Pattinson tertarik padaku? Mana mungkin,” ia berbisik sambil menghela napas.
Setelah berjalan sekitar 20 menit, Caca akhirnya sampai di gerbang rumah Logan. Rumah megah dengan pagar tinggi itu berdiri angkuh di tengah lingkungan elit Kensington Palace Gardens. Rasanya setiap langkah mendekati pintu depan itu semakin berat.
"Aku hanya pengasuh anaknya," bisik Caca, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan degup jantungnya yang tidak beraturan. Hari ini, ia harus menghadapi Logan dengan kepala tegak. Tidak ada ruang untuk pikiran-pikiran yang tidak perlu, apalagi harapan yang tak beralasan.
Ketika pintu besar itu terbuka, Ray langsung berlari kecil ke arah Caca, menyambutnya dengan semangat.
"Caca!" seru Ray ceria, wajah mungilnya berseri-seri.
"Hai, Ray!" jawab Caca sambil membuka pelukannya. Ia menangkap tubuh kecil Ray dan memeluknya erat, memberikan kehangatan yang tulus.
Keduanya masuk ke dalam rumah yang luas, membiarkan salah satu pelayan menutup pintu di belakang mereka. Ray, dengan antusias, menggenggam tangan Caca dan menariknya menuju kamar bermainnya di lantai dua. Caca tersenyum, merasa lega karena Logan tidak ada di rumah hari ini. Dengan Logan dan ibunya, Nyonya Pattinson, tengah sibuk dalam perjalanan bisnis, rumah terasa lebih tenang dan ia bisa lebih fokus menjaga Ray tanpa rasa canggung yang sering muncul saat Logan ada di dekatnya.
Di luar rumah megah keluarga Pattinson, seorang wanita dengan rambut cokelat bergelombang dan penampilan mencolok berdiri di depan pagar. Anastasia Johnson, dengan kacamata hitamnya yang mahal, mengamati rumah itu dengan tatapan yang penuh maksud.
Setelah menyelidiki selama beberapa minggu, ia akhirnya menemukan identitas gadis muda yang sering keluar masuk rumah itu. Pengasuh baru Ray, seorang mahasiswi muda yang tampak bagi Anastasia berhasil mencuri perhatian Logan.
Anastasia tersenyum sinis, menurunkan kacamatanya dan memandangi rumah itu dengan penuh perhitungan.
"Aku akan memastikan kau tidak tinggal di sini lebih lama dari yang seharusnya, nona kecil," gumamnya pelan. "Kita lihat, apa niatmu sebenarnya mendekati Logan."
Ia melangkah mendekati pagar, jari-jarinya menyentuh dinginnya besi itu. Ada rencana besar yang mulai terlintas di benaknya, sesuatu yang ia yakini akan mengguncang posisi Caca di rumah itu. Anastasia merasa tidak ada yang lebih pantas berada di sisi Logan selain dirinya, dan ia akan melakukan apa pun untuk memastikan itu terjadi.
Sementara itu, di dalam rumah, Caca tidak menyadari bahwa bayangan ancaman sedang mengintainya. Ia terus bermain dengan Ray, mencoba mengabaikan segala pikiran tentang Logan dan fokus pada tugasnya hari ini. Namun, ketenangan itu mungkin tidak akan bertahan lama.
-
Logan Pattinson duduk dengan tenang di dalam kereta mewah yang melaju melalui pedesaan Inggris, menuju Manchester. Kereta itu, dirancang untuk kalangan bangsawan dan orang-orang kaya, berkilau dengan kemewahan. Setiap detailnya memperlihatkan keanggunan: dinding kayu berukir halus, jendela besar yang memberikan pemandangan luar yang indah, dan karpet tebal yang menutupi lantai. Lampu kristal yang tergantung di langit-langit berpendar lembut, memberikan atmosfer yang hampir seperti istana. Sebuah meja marmer dihiasi dengan vas bunga segar, sementara pelayan dengan pakaian rapi melayani setiap kebutuhan mereka dengan senyum yang penuh hormat.
Logan, meskipun berada dalam kemewahan ini, tampak terhanyut dalam kebisuan. Pikirannya tidak berada di dalam kereta, meskipun kenyamanan dan kemewahan sekitarnya hampir menenangkan. Ia hanya dapat berpikir tentang kegelisahan yang menggerogoti dirinya. Ia meremas cangkir kopi di tangannya, namun tidak merasakannya, fokusnya lebih kepada perasaan aneh yang terus menguasai pikirannya.
Nyonya Pattinson, yang duduk di seberangnya, memperhatikan putranya dengan seksama. Ia mengenakan gaun malam yang elegan, dengan warna champagne yang memantulkan cahaya lembut dari lampu kereta. Raut wajahnya tampak tenang, namun matanya yang tajam memperhatikan Logan dengan kekhawatiran.
"Logan," suara lembut ibunya memecah keheningan yang menekan. "Apa yang mengganggumu? Kita berada di dalam perjalanan yang sangat penting. Aku berharap kamu bisa lebih fokus."
Logan menarik napas dalam-dalam, menatap ibunya sebentar, namun tak bisa menemukan kata-kata yang tepat. Kenyataan bahwa ia sedang dalam perjalanan bisnis yang sangat penting, mengingatkan Logan betapa bodohnya dirinya. Bagaimana bisa ia terganggu oleh pikiran-pikiran yang tak seharusnya ada di sana? Sebuah rasa bersalah terus menghantuinya, apalagi setelah semalam. Logan tidak bisa menahan diri dari membayangkan wajah Caca, pengasuh Ray, di saat ia bersama dua pelacur di klub mewah. Wajah Caca—tenang, hangat, dan penuh perhatian—terus muncul dalam bayangannya, bertolak belakang dengan dunia glamor yang kini ia jalani.
"Logan, kita akan mengecek beberapa proyek di Manchester. Aku berharap kamu bisa memberikan perhatian penuh pada hal itu," suara ibunya kembali terdengar, kali ini lebih tegas. Nyonya Pattinson menatap putranya dengan harapan, sementara tangannya memegang gelas champagne dengan elegan, meminum sedikit sebelum menatap kembali Logan.
"Ya, ibu, aku paham," jawab Logan dengan suara yang hampir tidak terdengar.
Meskipun ia menjawab, Logan tak benar-benar mendengarkan kata-kata ibunya. Matanya berfokus pada pemandangan yang semakin memudar di luar jendela, padahal hatinya jauh lebih rumit daripada perjalanan ini. Kereta yang melaju mulus melalui pedesaan Inggris seperti sebuah perjalanan panjang menuju masa depan yang penuh keputusan penting. Namun, pikirannya yang terbelenggu oleh kebingungannya sendiri membuat perjalanan ini terasa semakin melelahkan.
Sementara itu, suasana di dalam kereta begitu mewah dan nyaman. Beberapa pelayan berjalan perlahan di sepanjang lorong, menjaga kelas dan kerahasiaan setiap percakapan. Sebuah piano kecil terletak di sudut ruangan, dimainkan dengan lembut oleh seorang musisi yang mengenakan jas formal, menciptakan suasana yang sangat kontras dengan kegelisahan yang melanda Logan.
Di tengah keindahan dan kenyamanan yang mengelilinginya, Logan merasa semakin terasing. Ia tahu apa yang harus ia lakukan, namun perasaan yang terus mengganggu pikirannya tentang Caca dan perasaan bersalah itu seakan menyedot setiap konsentrasinya.
"Logan," suara ibunya kembali terdengar, kali ini lebih lembut, "aku tahu kamu bisa mengatasi ini. Kita selalu bisa bergantung satu sama lain."
Logan menoleh pada ibunya, mencoba mengontrol ekspresinya. Ia tahu ibunya akan selalu ada untuk mendukungnya, namun perasaan aneh itu, perasaan yang muncul tiba-tiba, membuatnya merasa semakin terjebak di dalam dirinya sendiri. "Aku tahu, ibu," katanya, suaranya sedikit lebih mantap meskipun di dalam hatinya ada kekosongan yang semakin mendalam.
Kereta itu terus melaju, membawa mereka menuju Manchester, sementara Logan terjebak dalam gelombang kebingungan yang sulit untuk ia mengerti.
oh ya cerita ini menurut aku sangat menarik. apalagi judul nya jangan. lupa dukung aku di karya ku judul nya istri kecil tuan mafia