--Balas dendam terbaik adalah dengan menjadi pemenang sejati--
Setelah dicampakkan ayahnya dan diputus status sebagai Tuan Muda saat usia delapan tahun karena kutukan, Xavier bangkit sebagai sisi yang berbeda setelah dewasa. Mengusung nama besar Blood dengan menjadi panglima perang sejati dan pebisnis andal di kekaisaran.
Namun ... pada akhir dia tetaplah sampah!
---Ekslusif di NOVELTOON---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ɛpɪsoʊd 7
Hari pertama resepsi pernikahan, Xavier berhasil mengejutkan semua orang. Ashiana terus tenang sampai akhir dalam gandengannya.
Malam hari, mereka tidur di dalam kamar berbeda, Ashiana berontak lagi, menolak keras keberadaan Xavier.
Dengan tenang tentu saja Xavier mengabulkan, dia juga belum siap menghadapi malam dengan keberadaan orang asing di satu ranjang yang sama dengan dirinya, apalagi orang itu adalah seorang Ashiana.
Dan hari ini adalah hari kedua perayaan pernikahan.
Xavier cukup terkejut.
“Kenapa aku baru tahu ada hiburan seperti ini?” cicitnya, menatap kelam pada sesuatu yang menguasai seluruh pandangan di depan sana.
Sebuah jeruji besi berukuran besar, sekurang dan lebihnya 10x10 meter di bawah sana, tepat di tengah-tengah kelilingan penonton.
Tempat ini serupa lapangan sepak bola dengan tribun berlapis, berada di sayap kiri istana. Dan di dalam jeruji itu ...
“GROAARGH!”
... seekor singa jantan raksasa yang diberi nama Hugo oleh Kaisar. Mulutnya terus bersuara dengan warna berganti-ganti---mengaum, menggeram, mendesis, hingga mengerang.
Hewan yang banyak mengeluh.
Semua mata kemudian selaras tertuju pada satu pemandangan sama.
“HORMAT PADA YANG MULIA KAISAR!"
Bjorn Philaret baru saja tiba bersama Putra Mahkota Arion dan Putri Anolla. Tidak termasuk Ratu Jennefit, wanita itu tak suka hiburan semacam ini.
Mereka duduk mengisi kursi-kursi khusus dalam posisi baik. Xavier ada di kursi salah satunya.
Ashiana juga ada di samping Xavier, hanya saja dalam posisi terkekang. Dua pergelangan tangannya diikat di lengan kursi, demi keselamatannya. Bisa saja memaksa masuk ke kandang singa dan menjadikan dirinya sebagai santapan hewan yang buas itu, tapi siapa pun jelas tidak akan mengizinkannya. Karena itu dia dikekang.
Xavier sempat meminta izin Kaisar untuk tak melibatkan Ashiana. Ada kecemasan yang cukup mengganggu perihal traumatik wanita itu, misalnya darah dan kematian.
Tapi saat itu tentu saja Kaisar berdalih, “Tak apa. Ini 'kan hiburan perayaan pernikahan kalian. Mana mungkin Asha tak dihadirkan.”
“Tapi hiburan ini bukan hiburan semacam tari-menari atau bernyanyi sepuas hati. Ini melibatkan pertaruhan nyawa, Yang Mulia. Putri Asha bisa saja---”
“Tak apa, Kapten! Asha sudah menonton ini berkali-kali. Dia tidak mengalami apa pun selain reaksi impulsif dari sakitnya ingin memasuki jeruji itu.”
Kalimat itu diujarkan Kaisar dengan senyum yang tanpa beban, Xavier cukup terganggu. “Kaisar keparat!”
Pada akhir dia mengalah. Bukan perkara baik berdebat dengan Kaisar. Apalagi seorang Bjorn yang penuh intrik itu pandai sekali berdalih kata.
Sekarang Xavier dalam posisi mengalah. Diliriknya Ashiana yang dengan wajah berbinar-binar dan senyum lebar menatap singa dalam jeruji seperti menatap mainan yang sangat lucu.
“Kehidupan seperti apa yang dia jalani selama ini sampai mentalnya rusak begini? Dia bahkan tak tahu jika hewan itu bisa membunuhnya dalam hitungan detik.”
Bersamaan itu .... “ANJING PETARUNG PERTAMA, SEORANG KSATRIA DARI KERAJAAN ARDAS!”
Suara moderator mendengking keras.
Perhatian Xavier terenggut juga oleh hal itu.
Seorang lelaki dengan tubuh kecil dan tinggi, berdiri dengan tampang waswas di pintu jeruji, menunggu penjaga membukakan pintu untuknya.
Dan ...
“BUKAAA!”
Pintu jeruji dibuka dan ksatria itu pun masuk ke dalamnya.
“GRRH!" geraman singa Hugo terdengar bersemangat. Matanya yang berkilat terang menguasai pria kecil dari Ardas yang baru saja menyatu dengannya dalam jeruji.
SRING!
Sebilah pedang ditarik anjing petarung kurus dan tinggi itu, sementara Hugo si raja rimba maju perlahan seperti masih memindai.
“DEMI DUA PETI EMAS DAN NONA DAPNHE, AKU AKAN MENGHABISIMU!"
Teriakan yang lantang, mendorong dirinya bergerak sebat mengacung pedang untuk memenggal kepala Hugo, namun ....
“GROARRRHH!”
TRANG!
Belum sempat pedangnya diayun, anjing petarung itu sudah lebih dulu diterkam singa Hugo sampai tak mampu berontak.
“AAAARRRRGGGHHH!”
Teriakannya menantang jagat, disusul jerit histeris dominasi penonton wanita.
Tubuh kecil itu telah dicabik bagian punggung, tewas seketika di tempat sama.
Segumpal bola api mengayun di ketinggian, diturunkan ke bawah. Singa Hugo langsung menjauh dari anjing petarung yang sudah mati. Bola api itu menakutinya.
“GROAAARRGGH!”
Padahal dia terlihat sangat ingin melahap, terpaksa menyisi ke pojokan seraya mengaum-aum.
Sebuah capitan besar kemudian diturunkan dari udara, menggamit tubuh anjing petarung yang jadi mayat. Darah menetes deras dari punggungnya saat diangkat.
Menatap hal itu, Xavier seperti dipukul sesuatu tak kasat mata. “Tak masuk akal. Bagaimana bisa hal seperti itu mereka menyebutnya sebagai hiburan?! Sejak kapan acara ini diberlakukan?!”
Lama berada di medan perang, membuat Xavier tak tahu bahwa banyak aturan baru di istana, termasuk hiburan biadab semacam ini.
Dia melihat sorak-sorai di sekeliling manusia yang rapat memenuhi tribun, lalu melirik Kaisar melalui ekor matanya sesaat saja dan bercicit di dalam hati, “Dia menanamkan unsur tiran dalam diri rakyatnya. Mereka semua sangat menikmati kegilaan ini.”
“BERIKUTNYA, ANJING PETARUNG DARI KELUARGA VISCOUNT HERB DARI SEMENANJUNG SUEZ. SILAKAN MEMASUKI KANDANG!"
Seorang pria berbadan tegap dan besar, membawa sebuah pedang di tangan kiri dan kanan menggenggam tombak yang cukup panjang.
“MATILAH KAU, HEWAN BUAS KEPARAT!”
“Dia bahkan mengakui kebuasan hewan itu, kenapa tidak sayang nyawa?!” Anolla mendelik.
Begitu percaya diri ksatria Herb itu maju menyerang Hugo, pada akhir sekarat juga.
Beberapa wanita mulai berlalu dan merasa mual, semakin merasakan kengerian.
Orang berikutnya juga sama, berakhir dalam keadaan sekarat sebelum diangkat tinggi keluar dari dalam kandang, berikut dan berikutnya tidak ada beda.
“Ckk! Mereka semua sok hebat! Hugo akan semakin buas ketika merasa lapar. Sungguh ironi. Mereka akan bertumpuk untuk jadi makanan singa hanya demi seorang dayang bodoh dan emas yang hanya dirasakan silaunya saja.”
Xavier melengak, ucapan pelan Putra Mahkota Arion yang tenang itu cukup menampar dirinya. Emas itu ... pasti hanya pajangan. Kaisar hanya mencari makanan gratis untuk hewan peliharaannya.
“Meskipun ratusan nyawa pernah kubantai, tapi mereka adalah musuh. Sedang mereka di bawah sana, sengaja diumpan untuk jadi makanan. Hanya digoda dengan dua peti emas dan seorang wanita. Menjijikkan!”
“LIHATLAH HADIAH YANG MENAKJUBKAN INI! AYO SEMANGAT KALAHKAN HUGO!”
Suara pembawa acara melengking lagi. Mata semua orang, termasuk Xavier terkunci di titik sama.
Dua peti emas dan .... “Wanita itu ...?” Lagi-lagi Xavier melengak. Wanita yang semalam dilihatnya tak sengaja menangis di pelukan seorang lelaki yang sepertinya masih kerabat keluarga istana di lorong menuju area taman belakang.
“Aku mengerti sekarang!”
Seorang pelayan yang berhubungan asmara dengan kerabat istana, didepak secara halus karena tak diperkenankan. Kasta yang jaraknya membumi langit, penyebabnya. Jika tak satu pun menang, bukan tak mungkin pelayan itu juga ikut jadi santapan singa yang lapar.
Xavier berdiri tegak.
Mencuri perhatian orang-orang di sekitarnya termasuk Bjorn Philaret. Dia menghadap kaisar itu. “Mohon maaf, Yang Mulia. Saya ingin meminta izin Anda.”
Bjorn sedikit mengerut kening. “Izin? ... Untuk?”
Dengan tegas Xavier menjawab, “Ikut berpartisipasi dalam hiburan itu?” Sekilas wajahnya menyorot ke bawah sana.
Bukan hanya Kaisar yang dibuat terkejut, tapi semua yang mendengar itu.
“Tapi, Kapte---”
“Dalam aturan pertarungan itu tidak ada pengecualian untuk peserta, bukan?!” Lalu menyangkal di dalam hati, “Kecuali pria itu!” Kekasih si pelayan yang ditumbalkan. “Termasuk keluarga Istana!" tandasnya.
“Tapi kau raja di acara ini! Kau baru saja menikahi putri! Bagaimana bisa--”
“Aku hanya tertarik dengan Hugo! ... juga nyawa-nyawa para ksatria!” sergah Xavier, menohok tajam jiwa seorang Kaisar yang memaknai sebuah kalimat; tidak menghargai nyawa.
Bjorn kembali bungkam, tidak bisa berkata-kata. Matanya tak bisa mengecil.
Salahnya tak memerhatikan urusan aturan. Xavier pasti membaca itu di pintu masuk tadi.
--Semua diperkenankan ikut berpartisipasi, tidak terkecuali keluara istana--
--Jika gugur dalam perlawanan, maka akan dikuburkan di pemakana istana secara hormat--
Kuburan kosong!
Mungkin hanya baju-bajunya saja yang dikuburkan, jasadnya habis disantap Hugo.
Cara yang menakjubkan untuk pakan hewan gratis.
Bjorn pasti berpikir, bangsawan mana yang sudi menggratiskan nyawanya sendiri untuk seekor singa.
Tapi dia lupa jika Xavier ....
“Kediaman Anda kuanggap sebagai izin, Yang Mulia!”
Di tangan Xavier, berubah menjadi tanah mematikan ( untuk musuh2nya )...
/Drool//Drool//Drool/