Skaya merupakan siswi kelas XII yang di kenal sebagai siswi berprestasi, cantik, dan ramah. Banyak lelaki yang menyukai Skaya, tetapi hatinya justru terpesona oleh seseorang yang tidak pernah meliriknya sama sekali, lelaki dingin yang terkenal sebagai anggota geng motor yang disengani di kota nya.
Darren bukan tipe yang mudah didekat. Ia selalu bersikap dingin, bicara seperlunya, dan tidak tertarik oleh gosip yang ada di sekitarnya. Namun Skaya tidak peduli dengan itu malah yang ada ia selalu terpesona melihat Darren.
Suatu hari tanpa sengaja Skaya mengetahui rahasia Darren, ternyata semuanya tentang masalalu yang terjadi di kehidupan Darren, masalalu yang begitu menyakitkan dan di penuhi oleh janji yang tidak akan ia ingkar sampai kapanpun. Skaya sadar waktu begitu singkat untuk mendekati Darren.
Ditengah fikiran itu, Skaya berusaha mendekati Darren dengan caranya sendiri. Apakah usahanya akan berhasil? Ataukah waktu yang terbatas di sekolah akan membuat cinta itu hanya menjadi kisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azra amalina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjalan Pulang. Skaya di Jalan
Setelah semua orang bersiap, mereka mulai keluar dari vila satu per satu. Udara pagi masih segar, sisa-sisa malam kemarin masih terasa, tapi tidak ada yang menyesalinya. Di parkiran, motor-motor sudah berjajar rapi. Beberapa anggota geng mulai memasang helm dan memanaskan mesin. Darren juga sudah bersiap dengan motornya, tapi saat dia hendak naik, tiba-tiba Rania menarik tangannya.
"Gue mau bawa motor sendiri," kata Skaya tiba-tiba.
Darren menoleh dengan alis terangkat. "Hah?"
Sebelumnya, Skaya memang selalu dibonceng oleh Darren atau salah satu temannya. Tapi kali ini, dia ingin membawa motornya sendiri. Salah satu anggota geng, Dika, yang awalnya berniat membonceng Skaya, langsung melongo. "Serius lo? Mau bawa sendiri?"
Skaya menatap Dika penuh keyakinan. "Iya."
Dika menatap Darren, meminta persetujuan. Darren sempat diam beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk. "Kasih aja."
Dika menghela napas lalu menyerahkan kunci motornya ke Skaya. "Hati-hati. Jangan bikin gue nyesel ngasih motor gue ke lo."
Skaya tersenyum tipis. "Tenang aja. Lo bakal bangga."
Dia mengambil helmnya, lalu naik ke motor dengan gerakan yang luwes. Seketika, anggota geng yang lain mulai memperhatikannya dengan lebih serius.
Begitu mesin dinyalakan, suara knalpot menderu nyaring. Skaya merasakan sensasi yang sudah lama tidak dia rasakan, kebebasan di atas motor.
Darren menatapnya dari motornya sendiri, lalu tersenyum kecil. "Kalau lo bisa ngikutin kita tanpa ketinggalan, baru gue akui lo emang bisa," katanya menantang.
Skaya menatapnya balik. "Jangan nyesel kalau gue justru di depan lo."
Geng mulai bersiap. Satu per satu, mereka melaju meninggalkan vila, menuju jalan utama.
------
Di Jalan: Aksi Rania yang Mengejutkan
Sejak awal perjalanan, Skaya langsung menunjukkan kemampuannya. Dia tidak hanya bisa mengimbangi kecepatan geng Darren, tapi bahkan bisa melaju lebih lincah dari pada beberapa anggota lainnya. Beberapa kali, dia memanfaatkan celah sempit untuk menyalip, membuat beberapa anggota geng terkesiap.
"Anjir, ini cewek seriusan bisa bawa motor sekeren ini?" salah satu anggota geng berseru kaget.
Darren yang berada tidak jauh di belakangnya hanya menyeringai. Matanya tetap fokus pada Skaya, memperhatikan bagaimana gadis itu mengendalikan motor dengan keahlian yang tidak biasa. Sesekali, Skaya menoleh ke belakang dan menyeringai ke arah Darren. Seolah menantangnya untuk menyusul.
Darren menghela napas panjang. "Dasar nyebelin," gumamnya sebelum akhirnya menambah kecepatan, mengejar Skaya.
Mereka berdua kini melaju sejajar, angin menerpa wajah mereka, menciptakan sensasi yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang mencintai kebebasan di jalanan.
Tiba-tiba, di depan mereka ada belokan tajam. Anggota geng lain sedikit melambat, tapi Skaya justru mengambil tikungan dengan mulus, membuat yang lain terkejut.
Darren tersenyum kecil. "Gue harus akuin, lo keren juga."
Skaya terkekeh. "Baru tahu?"
Perjalanan pulang ini bukan sekadar perjalanan biasa. Ini adalah pernyataan bahwa Skaya bukan hanya sekadar cewek yang bisa dibonceng, dia adalah bagian dari dunia mereka. Dan untuk pertama kalinya, geng Darren benar-benar mengakui keberadaannya.
---------
Berhenti di Tempat Indah: Momen yang Tak Terlupakan
Setelah berkendara cukup jauh, salah satu anggota geng, Dika, tiba-tiba memberi kode dengan mengangkat tangannya, menyuruh semua berhenti. "Kita istirahat bentar, ada spot bagus di depan!" serunya.
Mereka semua melambat dan akhirnya berhenti di sebuah tempat dengan pemandangan yang luar biasa. Sebuah bukit kecil dengan jalanan terbuka yang langsung mengarah ke lembah hijau di bawahnya. Dari kejauhan, langit biru bertemu dengan cakrawala, memberikan nuansa tenang yang kontras dengan suara mesin motor mereka.
Skaya melepas helmnya, rambutnya sedikit berantakan karena angin, tapi senyum di wajahnya tak bisa disembunyikan. "Gila… tempatnya keren banget."
Darren turun dari motornya, menatap pemandangan itu sejenak sebelum melirik Skaya. "Lo belum pernah ke sini?"
Skaya menggeleng. "Belum. Dan gue gak nyangka ada tempat sekeren ini di jalur yang kita lewatin."
Beberapa anggota geng lain sudah mulai mengeluarkan ponsel mereka, mengambil foto motor-motor yang berjajar rapi dengan latar belakang yang spektakuler.
"Ayo foto-foto dulu!" seru salah satu dari mereka. Tanpa perlu menunggu lama, mereka mulai berfoto. Ada yang berpose dengan motor masing-masing, ada yang berfoto bersama dalam grup kecil.
Lalu, seseorang tiba-tiba menarik lengan Skaya. "Lo harus foto bareng Darren."
Skaya mengangkat alis. "Hah? Kenapa?"
Dika menyeringai. "Karena kalian sekarang udah resmi jadi pasangan. Ini momen yang harus diabadikan!"
Seketika Skaya dan Darren sama-sama terdiam. Beberapa anggota geng lain sudah siap dengan kamera mereka, menunggu keduanya berpose. Darren hanya menghela napas panjang, lalu menoleh ke Skaya. "Yaudah, cepetan sebelum mereka makin rese."
Skaya mendengus, lalu berdiri di samping Darren. Awalnya mereka hanya berdiri biasa, tapi tiba-tiba seseorang dari belakang mendorong Skaya, membuatnya sedikit menabrak bahu Darren.
"Ya ampun, lo bisa lebih mesra dikit gak sih?" goda salah satu teman mereka.
Skaya langsung mendelik, sementara Darren hanya terkekeh kecil. Akhirnya, dalam foto itu, Skaya bersandar di motor dengan Darren berdiri di sampingnya, satu tangan di kantong celana, dengan ekspresi santai khasnya. Tapi yang paling menarik perhatian adalah tatapan mereka satu sama lain, sebuah perpaduan antara kenyamanan, kebersamaan, dan sesuatu yang lebih dalam. Setelah beberapa kali jepretan, mereka akhirnya puas.
"Oke, kita lanjut perjalanan?" Darren bertanya setelah semua selesai. Yang lain mengangguk, kembali memasang helm dan bersiap.
Saat Skaya hendak naik ke motornya, Darren tiba-tiba berbisik pelan di dekat telinganya. "Lo keliatan bagus di foto tadi."
Skaya menoleh cepat, tapi Darren sudah memasang helmnya dan menyalakan motor.
Gadis itu hanya bisa tersenyum kecil sebelum akhirnya melakukan hal yang sama. Perjalanan pulang mereka masih panjang, tapi satu hal yang pasti, momen ini akan selalu diingat.
------
Kejadian di Jalan: Gangguan yang Tak Terduga
Setelah puas beristirahat dan berfoto, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Jalanan lengang, dan angin pagi terasa sejuk saat mereka melaju beriringan. Skaya masih memimpin di depan, dengan Darren tak jauh di belakangnya.
Namun, saat mereka memasuki jalan yang lebih sempit dengan pepohonan di kiri dan kanan, suasana mulai terasa aneh. Darren memperlambat laju motornya, instingnya memberi peringatan bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Tiba-tiba, dari tikungan di depan, beberapa motor asing muncul dan langsung memblokade jalan.
"Brengsek," gumam Dika, langsung bersiaga.
Motor-motor itu berhenti tepat di depan mereka, membuat geng Darren harus mengerem mendadak. Beberapa orang turun dari motor mereka, wajah mereka penuh tato, mata mereka tajam seperti sedang mengincar mangsa. Salah satu dari mereka, seorang pria bertubuh tinggi dengan jaket hitam dan rantai perak di lehernya, berjalan maju.
"Darren," pria itu menyeringai. "Akhirnya ketemu juga. Lo pikir lo bisa kabur setelah semua yang lo lakuin?"
Darren turun dari motornya dengan tenang, meski matanya penuh kewaspadaan. "Gue gak pernah kabur dari apa pun."
Salah satu anak buah pria itu tertawa kasar. "Bagus. Berarti lo udah siap buat nerima balasan."
Saat itu, Skaya merasakan ketegangan yang luar biasa. Dia diam-diam menggenggam setang motornya lebih erat, bersiap jika sesuatu terjadi.
"Lo mau apa?" tanya Darren, tetap berdiri tegak.
Pria itu melangkah lebih dekat. "Lo tahu sendiri apa yang lo udah lakuin ke orang-orang gue. Gue cuma mau bikin semuanya seimbang lagi."
Tanpa peringatan, salah satu anak buah pria itu tiba-tiba mengayunkan rantai besi ke arah Darren!
Darren reflek menghindar, tapi serangan itu langsung memicu perkelahian. Dalam hitungan detik, jalanan berubah menjadi medan baku hantam. Skaya langsung melompat turun dari motornya, bersiap membantu, tapi Darren dengan cepat berteriak, "Jangan ikut campur! Fokus lindungi diri lo!"
Tapi Skaya bukan tipe yang hanya diam melihat teman-temannya dihajar. Saat salah satu pria mencoba menyerang Dika, Skaya langsung menyambar helmnya dan menghantam kepala pria itu dengan keras.
"Ugh!" pria itu jatuh terhuyung, sementara Skaya mengambil kesempatan untuk menendang perutnya hingga tersungkur.
Dika melongo. "Gila, lo cewek atau petarung?"
Skaya hanya menyeringai. "Gue udah bilang, gue bukan cewek biasa."
Sementara itu, Darren sudah terlibat dalam duel sengit dengan pria berjaket hitam tadi. Mereka saling bertukar pukulan, masing-masing menunjukkan keahlian bertarung yang tidak main-main. Tapi tiba-tiba, salah satu musuh mengeluarkan pisau!
"Darren, awas!" teriak Skaya.
Namun sebelum pisau itu bisa melukai Darren, seseorang dari belakang menendang pria tersebut dengan keras—Gio!
"Lo gak bakal nyentuh dia!" seru Gio.
Kini, pertarungan semakin brutal. Semua orang berusaha bertahan, dan meski geng Darren unggul dalam keterampilan, lawan mereka memiliki jumlah yang lebih banyak.
Skaya menyadari bahwa mereka harus segera keluar dari sini sebelum keadaan semakin buruk. "Darren! Kita harus pergi sekarang!" teriaknya.
Darren menendang lawannya mundur, lalu menoleh ke gengnya. "Naik motor! Kita cabut!" Dengan cepat, mereka semua kembali ke motor masing-masing. Beberapa orang lawan masih berusaha mengejar, tapi begitu mesin dinyalakan dan gas ditarik, geng Darren langsung melaju kencang, meninggalkan mereka di belakang.
Jalanan kembali menjadi saksi kebrutalan dunia mereka. Skaya, yang kini kembali mengendarai motor di samping Darren, menoleh ke arahnya. "Lo baik-baik aja?"
Darren mengusap sudut bibirnya yang berdarah sedikit, lalu tersenyum tipis. "Gue udah biasa."
Tapi dari tatapan matanya, Skaya bisa melihat sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang lebih dalam. Sesuatu yang mungkin selama ini dia coba sembunyikan. Dan ini baru permulaan.
------
Perjalanan Pulang: Rasa yang Tak Terungkap
Mereka melaju dengan kecepatan tinggi, meninggalkan jalanan penuh bahaya itu di belakang. Meski berhasil lolos, suasana masih terasa tegang. Tidak ada yang berbicara, semua fokus pada jalanan di depan.
Skaya, yang masih mengendarai motornya sendiri, melirik ke samping. Darren tetap melaju dengan ekspresi dingin, tapi luka di sudut bibirnya terlihat jelas.
Setelah menempuh perjalanan cukup jauh, mereka akhirnya memasuki kota. Darren memberi kode untuk berhenti di sebuah rest area kecil di pinggir jalan. Semua langsung memarkir motor, menghela napas panjang setelah pertarungan tadi.
Dika bersandar di motornya, menatap Darren dengan ekspresi serius. "Kita harus bahas ini, bro. Mereka gak bakal berhenti ngejar lo."
Darren mengusap lehernya, lalu membuang napas. "Gue tahu. Tapi ini urusan gue."
Gio yang masih berdiri di samping motornya ikut bicara, "Urusan lo, tapi mereka nyerang kita semua. Lo gak bisa ngejalanin ini sendirian, Ren."
Darren terdiam.
Sementara itu, Skaya berjalan mendekat. Tanpa banyak bicara, dia meraih tisu dari sakunya dan mendekat ke wajah Darren. "Sini, gue bersihin," katanya pelan.
Darren sedikit mengernyit, tapi tidak menghindar saat Skaya dengan hati-hati menyeka darah di sudut bibirnya. Sentuhan lembut itu membuatnya menatap Skaya lebih dalam.
"Lo gak perlu repot-repot," gumam Darren.
"Gue mau." Skaya menjawab tanpa ragu.
Suasana mendadak terasa lebih hening. Beberapa anggota geng yang melihat hanya bisa saling lirik, menahan godaan di ujung bibir mereka. Dika akhirnya tak tahan lagi. "Woi, woi, udah deh dramanya. Jadi kita lanjut atau enggak?"
Skaya langsung menarik tangannya, sementara Darren menghela napas panjang sebelum akhirnya mengangguk. "Ayo pulang."
Mereka kembali menyalakan motor dan melanjutkan perjalanan. Kali ini lebih tenang, tapi di dalam hati masing-masing, ada hal-hal yang belum terungkap. Sampai akhirnya, mereka tiba di rumah masing-masing, mengakhiri perjalanan yang penuh emosi, aksi, dan ketegangan.
Tapi satu hal yang pasti, ini belum selesai.