Lintang Ayu Sasmita merasa terguncang saat dokter mengatakan bahwa kandungannya kering dan akan sulit memiliki anak. Kejadian sepuluh tahun silam kembali menghantui, menghukum dan menghakimi. Sampai hati retak, hancur tak berbentuk, dan bahkan berserak.
Lintang kembali didekap erat oleh keputusasaan. Luka lama yang dipendam, detik itu meledak ibarat gunung yang memuntahkan lavanya.
Mulut-mulut keji lagi-lagi mencaci. Hanya sang suami, Pandu Bimantara, yang setia menjadi pendengar tanpa tapi. Namun, Lintang justru memilih pergi. Sebingkai kisah indah ia semat rapi dalam bilik hati, sampai mati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Obat Apa?
Hujan makin deras mengguyur Kota Malang malam ini. Dingin menyusup, menembus dinding-dinding kokoh yang dibangun sedemikian rupa. Meski pintu dan jendela sudah tertutup rapat, tetapi tak mampu menghalau dingin yang ada.
Mungkin, orang lain akan memilih tidur lebih awal. Menutup tubuh dengan selimut tebal, sambil memeluk guling atau pasangan. Pasti hangat dan nyaman.
Akan tetapi, tidak demikian bagi Pandu dan Lintang. Sepasang suami istri itu masih berada di ruang makan. Lintang duduk dengan tenang, sedangkan Pandu sibuk menyajikan sup sayur yang barusan ia masak sendiri.
"Sup udah jadi, spesial ala chef Pandu. Kamu akan nyesel kalau nggak makan banyak, Sayang." Pandu tersenyum lebar, lantas dengan cekatan tangannya menuangkan sup tersebut ke dalam piring Lintang. "Mau makan sendiri atau disuapi, hmm?" tanyanya.
Lintang tersenyum simpul. "Makan sendiri aja, Mas. Kamu juga makanlah!"
"Iya dong. Aku udah nggak sabar pengin menghabiskan ayam goreng buatanmu ini." Dengan sumringahnya, Pandu menunjuk sepiring ayam goreng yang baru saja dipanasi—sisa tadi pagi. Lauk tersebut sama sekali tidak berkurang, pun dengan nasinya, karena seharian tadi Lintang memang tidak makan sesuap pun.
Baru malam inilah Lintang makan dengan lahap. Dengan ditemani sang suami tercinta yang begitu lembut dan penuh kasih.
Sesekali Pandu menyuapi Lintang, sembari melontarkan sanjungan manis yang membuat Lintang mau tersenyum lebih lama.
"Sayang, kamu nggak nambah lagi? Ini supnya masih ada loh, nasinya juga. Nambah ya, biar kenyang," ujar Pandu saat melihat Lintang menyudahi makannya.
"Aku udah kenyang, Mas. Kamu aja yang nambah, nanti aku suapi."
Meski sudah kenyang, tetapi Pandu memilih melanjutkan makannya. Apalagi alasannya kalau bukan karena disuapi Lintang. Selain merasa candu dengan sikap romantis Lintang, Pandu juga berharap dengan begitu Lintang melupakan apa yang terjadi tadi pagi. Biarlah wanita itu tersenyum dan bahagia selalu, seperti impian Pandu sejak pertama kali bertemu Lintang.
"Mas, habis ini kamu nonton TV aja. Biar aku yang beresin. Sejak pulang tadi kamu sibuk terus, pasti capek," ucap Lintang sambil memberikan suapan terakhirnya.
"Kita kerjakan bareng-bareng, Sayang, biar cepat kelar."
Dengan mesra, Pandu mengusap pipi Lintang. Ia memberikan bentuk cinta dan kasih yang mungkin tak akan pernah Lintang dapatkan dari siapapun, termasuk ibunya sendiri.
Karena Pandu sudah berkata demikian, Lintang pun tak menolak. Bersama suaminya itu, dia membereskan bekas makan malam.
Setelah semuanya selesai, keduanya menonton televisi bersama. Duduk berimpitan dengan tangan yang saling memeluk, seolah kompak mencari kehangatan di sela hawa dingin yang menyergap.
Hampir dua jam mereka menikmati kebersamaan itu. Sampai kemudian, Pandu didera rasa kantuk hingga berulang kali menguap. Lantas, Lintang mengajaknya ke kamar dan beristirahat.
Baru beberapa menit merebahkan tubuh di ranjang—sambil berpelukan, Pandu sudah damai di tengah mimpi indahnya. Berbanding terbalik dengan Lintang. Meski sejak tadi ia berusaha memejam, tetapi rasa kantuk tetap enggan menghampiri. Ia justru dilanda kecemasan dan rasa tertekan yang mendalam.
Berulang kali Lintang mencoba menyugesti diri dengan ingatan-ingatan indah bersama Pandu, termasuk serangkaian rencana untuk masa depan mereka. Namun, tetap saja, kecemasan itu tetap menguasai perasaannya. Tak hanya hitungan menit, tetapi sampai berjam-jam. Sampai waktu menunjukkan pukul 02.00 dini hari, Lintang belum juga berhasil tidur barang sedetik pun.
Sambil menarik napas panjang, Lintang melepaskan tangan Pandu yang melingkar posesif di pinggangnya. Kemudian, ia bangkit dan turun dari ranjang.
Lintang menuju lemari pakaian yang berada di sudut kamar. Dengan pelan ia membukanya dan mengambil sesuatu yang ia simpan di bawah tumpukan pakaian dalam miliknya. Sebuah botol kecil yang berisi obat berwarna putih. Tanpa ragu, Lintang mengambil empat kaplet dan langsung menelannya.
Setelah selesai menyimpan kembali obat tersebut, Lintang pun meneguk air yang selalu ia sediakan di atas meja.
"Sayang."
Lintang terkejut, terkesiap beberapa saat.
"Iya, Mas." Lintang membalikkan badan sambil menjawab pelan. Ia tatap sang suami yang ternyata sudah duduk, entah sejak kapan ia terbangun.
"Kamu minum apa?" tanya Pandu.
Lintang tersenyum. Kemudian melangkah mendekati Pandu dan duduk di sampingnya.
"Paracetamol, Mas, nggak tahu kenapa tadi tiba-tiba kepalaku pusing. Makanya, bangun bentar terus minum obat."
"Kamu yakin?" Pandu menatap dengan setengah tak percaya.
"Iya, Mas. Mau apa lagi memangnya? Kita kan hanya punya persediaan paracetamol dan obat diare."
Pandu mangut-mangut. Kemudian tersenyum dan mengajak Lintang untuk kembali tidur, dengan memeluk dan mengusap kepalanya.
Tak berselang lama, Lintang memejam. Sebaliknya, Pandu yang kesulitan menutup mata. Dia yakin, bukan paracetamol yang diminum istrinya. Karena tadi ia melihat dengan jelas, Lintang mengambil obat dari lemari pakaian. Sedangkan paracetamol adanya di laci meja.
"Semakin hari, kurasa dia semakin nggak baik-baik saja. Aku harus melakukan sesuatu. Aku harus tahu sebenarnya apa yang terjadi dengannya," batin Pandu. Otaknya sudah bekerja, menyusun rencana untuk mengambil diam-diam obat barusan dan mencari tahu jenis obat apa itu.
Bersambung...
semoga aja ada orang yang merekam dan melaporkan ke pihak kepolisian dan mengusut tuntas kebenaran nya itu dan orang2 yang terlibat ditangkap serta dihukum
Konspirasi apa lg tuh antara Alby dan Utari , Rayana sekarang kamu tahu siapa suami dan bapak mu