Adinda Aisyah Zakirah adalah gadis berusia 19 tahun.
"Kakak Adinda menikahlah dengan papaku,"
tak ada angin tak ada hujan permintaan dari anak SMA yang kerapkali membeli barang jualannya membuatnya kebingungan sekaligus ingin tertawa karena menganggap itu adalah sebuah lelucon.
Tetapi, Kejadian yang tak terduga mengharuskannya mempertimbangkan permintaan Nadhira untuk menikah dengan papanya yang berusia 40 tahun.
Adinda dihadapkan dengan pilihan yang sangat sulit. Apakah Adinda menerima dengan mudah lamarannya ataukah Adinda akan menolak mentah-mentah keinginannya Nadhira untuk menikah dengan papanya yang seorang duda itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 8
Bu Riska terus memindai penampilan dari calon menantunya itu sedangkan Adinda yang ditatap malah tertunduk ketakutan.
Bu Riska geleng-geleng,” ya Allah putraku apa yang terjadi padamu Nak kenapa bocah seperti ini yang kamu pilih menjadi istri keduamu, untungnya cantik.” menolong Bu Riska.
Seumur-umur baru dua orang yang mampu membuatnya takut, segan dan sungkan yaitu perempuan paruh baya yang masih cantik yang berdiri di depannya dan calon suaminya.
“Maafkan saya Nyonya, saya baru pulang dari kampung karena harus berpamitan kepada tetangga dan hewan peliharaan saya,” ucapnya Adinda.
Guru matematikanya saja dulu dicap guru killer, guru yang paling disiplin, ketat dalam memberikan nilai dan guru tergalak tapi tidak membuat nyalinya menciut.
“Kamu ikut saya ke dalam kamar! Ada yang ingin aku sampaikan padamu,” pintanya Bu Riska.
“Baik Nyonya Besar, tapi boleh saya minum haus banget soalnya,” balasnya Adinda yang tidak mungkin membantah.
Bu Riska mengangguk, Adinda buru-buru meraih salah satu botol kemudian menuangkan air ke dalam gelas dan duduk di salah satu kursi meja pantry dapur.
Adinda menepuk keningnya,” mampus lah! Pasti aku bakalan dimarahi habis-habisan dan paling parahnya mungkin aku akan dipukuli seperti di sinetron ikan terbang yang mertuanya jahat.”
Adinda berjalan mengekor di belakang Bu Riska seperti seekor anak itik saja yang tak protes dan begitu patuh.
“Kamu bisa mijit?” Tanyanya Bu Riska.
Adinda mengangkat kepalanya ke atas untuk melihat calon mertuanya itu,” saya bisa Nyonya Besar. Apa Anda ingin dipijitin?”
Bu Riska memanggil Adinda untuk mendekat,” ke sini, saya butuh dipijitin. Kamu tidak keberatan kan kalau saya minta kamu pijit?”
Adinda cepat-cepat menggelengkan kepalanya,” saya sama sekali tidak keberatan Nyonya Besar insha Allah selama saya bisa kerjakan pasti saya akan melakukan apapun untuk nyonya besar.”
Bu Riska tidur tengkurap kemudian Adinda mulai memijit punggung Bu Riska yang putih dan halus.
“Masya Allah camer tua-tua gini tapi kulitnya seputih kapas, kalau aku nanti punya anak dari Om Baruna pasti anakku juga bakal seputih neneknya,” batinnya Adinda.
Adinda yang tersadar dengan ucapannya buru-buru menepuk-nepuk bibirnya yang sudah lancang berfikir aneh.
“Pijitian kamu enak juga, kapan-kapan saya panggil untuk memijitku. Kamu siap kapan saja kan?” Bu Riska bisa rileks dan nyaman dengan pijatan lembut tapi tetap bertenaga.
“Insha Allah siap Nyonya Besar asalkan saya tidak sibuk pasti saya akan melakukannya,” Adinda tersenyum karena apa yang dilakukannya disukai oleh camernya.
Berselang beberapa menit kemudian, Bu Riska malah keenakan dipijit sehingga ketiduran. Adinda baru bisa bernafas lega seolah dia sedang bersama seekor macan betina saja.
“Alhamdulillah, aku ketakutan ya Allah. Bagaimana kalau aku disiksa oleh calon mertua,” gumamnya Adinda.
Makanya dek jangan sering nonton film azab terutama sinetron ikan terbang yang mertuanya dzolim terhadap anak menantunya.
Adinda terus duduk di sampingnya Bu Riska yang tertidur pulas karena dia takut jika pergi dari sana bakal mendapatkan masalah besar.
Sesekali kepalanya tertunduk karena mengantuk, dia berulang kali mengucek matanya untuk menahan rasa kantuknya.
Hingga tanpa disadarinya, dia malah tertidur dengan posisi terduduk. Apa yang dilakukan oleh Adinda tanpa sengaja dilihat langsung oleh Baruna
“Apa yang anak itu lakukan di dalam sana? Bodoh kalau ngantuk kenapa tidak pergi tidur,”
Bisma memperhatikan arah pandangan matanya Baruna,” ternyata perhatian juga dengan calon istri bocilnya,”
Baruna menatap tajam adiknya,” kamu kerjakan apa yang harus kamu kerjakan jangan mencampuri urusanku!” ketus Baruna.
Beberapa jam kemudian…
Bu Riska sudah terjaga dan melihat Adinda yang tertidur sambil terduduk. Dia geleng-geleng kepala melihatnya.
“Apa aku semenakutkan itu sampai ngantuk pun ditahannya,” Bu Riska keheranan.
Putrinya yang baru saja masuk ke dalam kamarnya tertawa cekikikan melihat Adinda yang tertidur.
“Bagaimana tidak takut kalau mama menatapnya tajam dan suaranya mama galak banget, kasihan banget calon kakak ipar,” candanya Briana.
Bu Risma terkekeh mendengar perkataan dari putri tunggalnya itu,” dia juga terlalu polos. Mama ngomong gitu saja sudah ketakutan, untungnya kemarin kita baru pulang dari Singapura coba cepat ketemu dia juga pasti ketakutannya lebih cepat juga.”
Bu Riska memperhatikan dengan seksama wajah Adinda, entah kenapa seolah wajahnya mengingatkan dia pada seseorang.
“Kenapa wajahnya mirip dengan Mas Mardika yah,” gumamnya Bu Riska yang teringat dengan teman masa kecilnya.
“Jadi dibiarkan saja begitu Mah? Kasihan Lo entar sakit kalau dibiarkan saja tidur seperti itu,” ujarnya Briana.
“Panggil calon suaminya ke sini, biarkan calon suaminya yang memindahkannya!” Perintahnya Bu Riska.
“Ae ae Kapten!” Candanya Briana.
Barunya yang baru saja selesai melaksanakan shalat ashar harus menggendong Adinda yang ketiduran ke dalam kamarnya.
Baruna memperhatikan raut wajahnya Adinda yang terlelap dalam tidurnya,” ini anak tidur baru bisa diam! Kalau bangun bikin telinga sakit nggak mau diem,” cicitnya Baruna.
Beberapa hari kemudian…
Adinda pagi-pagi sekali sudah dimake up oleh tim MUA terbaik yang disewa oleh Baruna untuk mempercantik penampilan Adinda.
Semua orang terkejut melihat perubahan drastis dari Adinda setelah di-make up. Seolah Adinda yang kampungan, Adinda yang sedikit tomboy telah berganti dengan Adinda yang bikin pangling banget.
“Masya Allah cantiknya, ternyata ini anak kalau pake makeup cantiknya kebangetan. Kapan-kapan aku ajak kakak ipar ke salon deh,” ujarnya Briana.
“Anak udik ini ternyata cantiknya subhanallah, pantesan cucuku Nadhira memilihnya menjadi pengganti Kanaya,” gumam Bu Riska.
“Apakah ini yang dinamakan si itik buruk rupa berubah menjadi cantik,” pujinya Bisma.
Adinda sampai baper dan salah tingkah mendengar langsung orang-orang memujinya.
Baruna pun diam-diam memperhatikan kecantikan paripurna dari calon istrinya itu,” bocah ini bisa cantik juga rupanya kalau dimaksud. Baguslah jadi ga malu-maluin.”
Nadhira langsung memeluk tubuh calon mamanya itu,” Masya Allah kakak kok cantik banget. Aku sampai-sampai tidak mengenali kakak loh.”
Semua pujian yang didengarnya membuatnya buru-buru berjalan ke arah cermin.
“Mbak Adinda pelan-pelan dong jalannya, entar gaun pengantinnya rusak dan make up mbak berantakan,” cegahnya sang MUA.
Adinda tidak menggubris larangannya, betapa terkejutnya melihat kondisi wajahnya sendiri. Dia tidak mempercayai apa yang dilihatnya saat ini.
“Dek, apa benar ini wajahku?” Tanyanya polos Adinda.
Nadhira berjalan ke arah kaca rias,” kalau bukan kakak siapa lagi coba?” Nadhira tersenyum tipis.
“Allahu Akbar, aku tidak percaya kalau aku bisa berubah secantik ini,” pujinya Adinda pada dirinya sendiri.
“Kamu itu cantik memang dari sononya hanya saja tidak pernah merias dan merawat wajah dan tubuhmu,” sahutnya Briana.
Segala prosesi pernikahan telah dilaksanakan tibalah saatnya Baruna mengucap ikrar janji suci pernikahan di depan penghulu dan para saksi.
“Saya terima nikah dan kawinnya Adinda Aisyah Zakirah bin Satriya dengan mas kawin satu set perhiasan emas 24 karat dan uang tunai sebesar 55 juta dibayar tunai!” Ucapnya lantang Baruna.
“Bagaimana para saksi apakah sah!?” Tanyanya Pak penghulu sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan masjid tersebut.
“Sah!!” Ucapan sah menggema ke seluruh penjuru ruangan masjid tempat pelaksanaan akad nikahnya.
“Alhamdulillah,”
Pak penghulu mengucapkan doa-doa mustajab dan doa terbaik untuk kedua pasangan pengantin baru itu. Dan memberikan nasehat, petuah dan wejangan pernikahan.
Setelahnya Adinda dibawah keluar untuk bertemu dengan suaminya. Semua orang takjub dan terpana melihat Adinda.
“Masya Allah Nak Adinda cantik sekali yah Mas,” pujinya Bu Mayang.
“Iya Adinda mirip dengan ibunya almarhumah Bu Mariana,” sahut pak Badrun.
“Kasihan putraku cintanya harus kandas di tengah jalan, maafkan kami Azriel tidak bisa mengatakan bahwa Adinda sudah menjadi milik lelaki lain,” batinnya Bu Yani.
Beberapa tetangganya di kampung turut hadir di acara tersebut. Termasuk pasangan suami istri Bu RT dan Pak RT setempat.
Mereka tidak percaya jika Pak Kapolsek di kecamatan mereka adalah suaminya Adinda.
“Ternyata Adinda menikah dengan Pak Baruna Pak Kapolsek kita loh Bu,” ucapnya Pak RT Pak Lukman.
“Akhirnya takdir baik mendekati Adinda yang selama ini hidupnya susah dan cukup menderita. Semoga kedepannya bisa bahagia,” sahutnya Bu Mayang.
“Adinda gadis baik, sholehah, cantik meski masih bersikap bocah dia pantas mendapatkan pria baik pula,” celetuk Bu Ranti.
Adinda mencium punggung tangan suaminya, tangannya sampai gemetaran karena terus dipandangi oleh pria yang kini telah berstatus sebagai suaminya.
Baruna mengecup keningnya Adinda sambil membaca doa,”Allâhumma jannibnis syaithâna wa jannibis syaitâna mâ razaqtani. Artinya: “Dengan nama Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Tuhanku, jadikanlah ia keturunan yang baik bila Kau takdirkan ia keluar dari tulang punggungku.”
Keduanya kemudian bertukar cincin sebagai acara terakhir pagi hari itu sebelum keduanya melakukan pesta pedang pora dan juga resepsi pernikahan di salah satu gedung yang telah dipilih oleh Baruna sebagai tempat pelaksanaan acara syukuran resepsinya.
Semuanya berjalan lancar tanpa hambatan. Lagi-lagi orang-orang dari kampungnya dibuat takjub melihat keindahan dan kemegahan gedung tempat pelaksanaan acara pesta.
Pesta berlangsung hingga jam sepuluh malam membuat Adinda tak henti-hentinya mengeluh karena kakinya pegal-pegal dan tumitnya lecet karena terlalu lama memakai high heels.