kisah seorang wanita yang berjuang hidup setelah kehilangan kedua orang tuanya, kemudian bertemu seorang laki-laki yang begitu mencintainya terbuai dalam kemesraan, hingga buah hati tumbuh tanpa pernikahan.
sungguh takdir hidup tak ada yang tahu kebahagiaan tak berjalan sesuai keinginan, cinta mereka Anita dan seno harus terpisah karena status sosial dan perjodohan dari kedua orang tua seno.
bertahun-tahun Seno menjalani kehidupan tanpa cinta, takdir tak terduga dan kini mereka di pertemuan kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arya wijaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KECEMBURUAN ANITA
Hingga Ia kaget mengucap asma Allah.
"Astagfirullah.."
"Kenapa Kamu?"
Tanya Anita berbicara dengan suara jutek kepada Seno.
"Ya Aku kaget, lagian Kamu masuk gak ketuk pintu dulu"
"Gak di kunci, lagi pula Aku cari Sena, bukan Kamu"
"Sena sudah tidur, biarkan Dia tidur disini"
"Gak.. Ini Sena Anak Aku"
"Anak Aku juga lah"
"Pokonya Aku mau bawa Sena"
Namun saat Anita ingin membawa Sena, Seno menarik lengan Anita dan membawa Anita keluar dari kamar.
"Aduh, apa sih Seno sakit tahu"
"Iya maaf, Kamu kenapa sih Sena baru saja tidur Anita, Kamu tega mau bangunkan Dia"
Anita terdiam tak ingin menatap Seno.
"Oke.. Aku minta maaf atas ucapan Aku yang sudah nyakitin hati Kamu tadi siang"
Namun Anita masih tetap tak merespon ucapan Seno.
"Jadi mau Kamu bagaimana Anita, tolong dong Anita, jangan seperti ini sayang"
Mata Anita mulai menoleh dan melihat Seno.
"Please maafkan Aku ya"
Ucap Seno berharap dengan sangat agar Anita tak terus menerus marah padanya.
"Kamu mau apa supaya Kamu maafkan Aku, makanan minuman, atau Kita jajan.. Atau..."
"Diam..!"
Anita merasa pusing mendengar ucapan Seno yang tak berhenti bicara.
"Aku mau Kamu nikahi Aku secepatnya"
Seno kini malah tersenyum tipis dan melihat wajah Anita saat Anita mengatakan hal itu.
"Jadi ngambek karena Aku belum persiapkan pernikahan Kita"
"Iya.. Supaya Kamu gak di peluk-peluk sama orang sembarangan"
Seno tertawa kecil, lalu Ia mengingat jka tadi siang Tania sempat memeluknya, seno pun menjawab,
"Jadi ada yang diam-diam memperhatikan Aku dari jauh nih"
Anita kini menjadi malu mengatakan hal seperti itu.
"Duh.. ngapain Aku ngomong seperti itu ya, jadi bahan ledakankan sekarang"
Ucap Anita berkata dalam hatinya.
Tiba-tiba saja Seno mencium pipi Anita, membuat Anita semakin merasa malu.
"Iya iya, besok Aku siapkan semua kebutuhan pernikahan Kita"
"Tapi Seno, Kamu kan bilang Kamu belum punya cukup uang"
"Iya sih, tapi Aku gak mau menunda, nanti Kamu marah terus sama Aku setiap hari"
"Seno.. Gak gitu juga kok... Maaf ya Aku gak ada maksud mau marah kayak gini, cuma Aku..."
Blum selesai Anita bicara Seno langsung menjawab Anita.
"Cuma cemburu Tania peluk Aku tadi, iya kan?"
Anita semakin malu saat Seno mengatakan hal itu.
"Sudah deh.. Gak usah meledek gitu"
Seno menjadi tertawa melihat tingkah Anita yang sedang cemburu.
"Gak apa-apa...Tapi Aku senang Kamu cemburu, artinya Kamu cinta banget sama Aku"
Tanpa ragu lagi Anita langsung memeluk Seno.
"Iya Aku cinta banget sama Kamu, Seno.. Tolong jangan sakiti Aku lagi ya, jangan buat Aku cemburu"
Seno tersenyum bahagia mendengar kekasih hatinya berkata seperti itu.
"Iya sayang, jadi sekarang sudah gak marah kan sama Aku"
Anita menatap wajah Seno tersenyum dengan dekat dan menggelengkan kepalanya.
Akhirnya Merekapun berbaikan.
Terlihat ada seseorang sedang mengintai Mereka, Seno yang menyadarinya langsung melepaskan Anita dari pelukannya.
"Seno kenapa, ada siapa?"
Tanya Anita merasa bingung akan sikap Seno, Seno keluar dari rumah, dan terus berjalan melihat tangga.
Dan benar saja, apa yang Seno lihat tadi ternyata adalah Doni, supir pribadi Bu Riana.
"Seno... Kamu kenapa sih?"
"Gak ada apa-apa sayang, tadi Aku cuma seperti lihat seseorang, oh iya Kamu tidur ya di rumah, disini gak ada kasur lagi"
"Iya Seno, ya sudah Aku balik ke rumah ya, Aku titip anak Kita"
Tak lupa Seno mencium kening Anita sebelum tidur.
Baru saja Seno masuk ke dalam rumah, kini Ia mendapati pesan dari Pak Farrel agar datang ke kantornya besok Untuk interview di bagian marketing.
"Alhamdulillah.. Akhirnya ada pekerjaan juga, Aku harus lolos interview, supaya bisa cepat menikahi Anita"
Ucap kebahagiaan hati Seno saat mendengar kabar baik dari Pak Farrel.
Sementara Tania masih menunggu Fathia di Rumah Sakit sendirian.
"Bosan sekali rasanya, andai ada Seno menemani Aku disini"
Kini Tania jadi berfikir untuk menghubungi Seno agar Ia mau datang kesini.
"Ada apa Tania?"
"Seno bisa tidak Kamu ke Rumah Sakit temani Aku disini"
Seno merasa tidak mungkin kesana Anita pasti akan marah dengannya, apalagi Mereka baru saja Mereka berbaikan.
"Tania maaf, tapi sepertinya Aku gak bisa kesana, karena Sena saat ini tidur di rumah Aku, jadi gak mungkin Aku tinggalkan Sena sendirian di rumah"
Sia-sia Tania menelpon Seno, Seno menolaknya sama seperti saat menolak Tania meminta haknya sebagai istri, panggilan pun di akhiri oleh Seno.
"Kata-katanya memang sopan, tapi sungguh menyakitkan"
Ucap Tania berkata dalam hatinya merasa kecewa.
Tak lama datang lah Bu Riana menengok Fathia.
"Mamah Riana?"
"Bagaimana keadaan Fathia?, Mamah dengar Dia masuk rumah sakit"
"Sudah baikan Mah, makasih ya Mah sudah mau menengok Fathia"
"Ini ada sedikit buah-buahan untuk Fathia, walaupun Fathia bukan anak Seno, tapi Fathia pernah tinggal di rumah keluarga Kami"
Lalu Tania menanyakan soal Seno yang keluar dari rumah dan memutuskan hubungan dengan Bu Riana.
"Iya memang benar, tapi Saya tidak akan tinggal diam, Seno pasti secepatnya akan pulang"
Ucap ketegasan Bu Riana pada Tania.
Tak ingin berlama-lama disini, Bu Riana pamit ingin kembali pulang, dan Tania sekali lagi mengatakan terimakasih pada Bu Riana.
Di dalam mobil Bu Riana merasa rindu dengan Putra satu-satunya itu, dan mendengar putranya hanya mengontrak di rumah susun itu dengan tempat yang kecil, Bu Riana merasa tak tega dengan keadaan Seno.
"Doni, apa isi dalam rumahnya lengkap?"
"Tidak ada Bu, tidak ada apapun, yang Saya lihat, hanya kasur lantai dan lemari plastik kecil"
Bu Riana merasa miris mendengarnya Seno yang biasa hidup bergelimang harta kini menjadi orang susah dan tak punya apapun.
Lalu Bu Riana memikirkan ingin membelikan seperangkat perabotan rumah tangga untuk Seno.
"Doni besok Kamu ke toko elektronik ya, belikan semua barang rumah tangga lalu kirimkan ke alamat rumah Seno"
"Baik Bu"
Pagi hari pun tiba, Seno tengah bersiap, namun saat sedang merapikan dokumen-dokumen penting, badan Seno terasa sakit semua.
"Aduuh, sakit semua badan Aku, pasti karena Aku gak terbiasa tidur di kasur lantai"
Tak lama Anita mengetuk pintu rumah Seno.
"Ya masuk"
Ucap Seno mempersilahkan Anita masuk.
"Seno Kamu sudah siap mau kemana?"
"Aku mau interview sayang, di kantor Pak Farrel"
"Alhamdulillah Kamu akan mendapat pekerjaan berarti"
"Amin doakan ya sayang"
Lalu Anita membangunkan Sena untuk bersiap berangkat sekolah.
"Hey Sena, bagaimana tidurnya nyaman gak dirumah Om Papah"
"Nyaman kok Om Papah, tapi sedikit sakit badan Sena"
Anita tersenyum tipis lalu mengatakan,
"Bagaimana gak sakit, ini cuma kasur lantai, tipis dan menyerap angin, lalu badan Kamu bagaimana Seno, sakit juga?"
Tanya Anita, namun Seno tak mengatakan yang sebenarnya, Ia tak mau membuat Anita jadi merasa kasihan padanya.
"Kamu hari ini mau kemana?"
"Aku mungkin cari pekerjaan, tapi gak tahu deh kemana?"
"Sabar ya sayang, Kamu pasti nanti dapat pekerjaan kok"
Setelah selesai Anita segera menyiapkan Sena dan Seno berangkat duluan.
"Aku duluan ya sayang"
"Hati-hati ya, semangat"
Ucap Anita tersenyum manis untuk Seno, dan tak lupa Seno mencium kening Anita sebelum berangkat.
Lalu Tante Risma mendekati Anita dan memulai obrolan.
"Anita, Kamu mulai sekarang di rumah saja ya, urus Sena dan persiapkan pernikahan Kamu dan Seno"
"Loh Tante tapi Aku harus cari kerja, kalau Aku gak kerja, terus Kita makan sehari-hari bagaimana?"
Tante Risma tersenyum lalu menjawab,
"Mulai sekarang Kamu gak perlu khawatir Tante sudah kerja kok di butik baju"
"Tante serius kerja, kok gak bilang Aku sih kemarin"
"Ya maaf, Tante mau bicara sebenarnya, tapi kemarin kan gak ketemu Kamu, jadi baru sekarang Tante kasih tahu Kamu"
"Tapi Tante, masa Aku nganggur sih"
"Anita dengar, selama ini Kamu sudah banting tulang cari kerja untuk Kita, sekarang giliran Tante yang cari nafkah untuk Kita, Kamu fokus urus Sena, Sena butuh Kamu ibunya"
Anita pun mengerti dengan apa yang di sampaikan Tante Risma.
Waktu telah menunjukkan jam berangkat Sena sekolah kini Anita lah yang akan setiap hari mengantar dan menjemput Sena.
Sesampainya di sekolah Sena teringat akan Fathia, lalu Ia meminta ibunya untuk menengok Fathia.
"Iya sayang, pulang sekolah Kita tengok Fathia ya"
Sebenarnya dalam hati Anita malas bertemu dengan Tania, namun Ia singkirkan egonya karena tak ingin membuat Sena kecewa.
handphone Anita berbunyi panggilan masuk dari sahabatnya.
"Iya Lia?"
"Lo sudah dapat kerjaan belum?"
"Belum nih, tapi sepertinya Aku gak akan cari kerja lagi"
"Loh kenapa Anita?"
"Karena Tante Gue sudah punya pekerjaan, dan Tante Gue mau Gue tuh fokus urus Sena"
Lia pun paham akan ucapan Anita, lalu Anita mengatakan jika Seno akan interview di Retro, dan Anita merekomendasikan Lia mencoba mencari pekerjaan disana.
"Begitu ya, oke deh nanti Aku coba kesana, makasih ya Anita"
"Sama-sama"
Kemudian Lia bertanya soal kapan Ia akan menikah dengan Seno.
"Aku belum tahu, Seno masih cari biaya katanya"
"Hah cari biaya, anak konglomerat cari biaya buat pernikahan, Anita Lo ngaco ya"
Kemudian Anita menceritakan soal perginya Seno dari rumahnya.
"Hah serius.. Seno memutuskan hubungan sama ibunya demi Lo"
"Ya gitu, sebenarnya Aku gak tega sama Seno, sekarang jadi kekurangan, hidup sederhana dan pas-pasan"
Lia pun tertawa kecil mendengar hal itu, lalu Ia mengatakan jika Seno pasti akan mampu melewati masa-masa sulitnya.
"Iya.. Thanks ya Li"
"Ya sudah Aku mau mandi dulu ya"
Setelah banyak berbincang dengan temannya, Anita kini merindukan sosok sang ibu, lalu Ia berniat untuk mendatangi makam sang ibu.
Di depan makam ibunya Anita bertanya-tanya pada batu nisan sang ibu, bisakah dirinya bahagia bersama Seno nantinya, Anita terus berbicara sendiri dengan terus mengelus batu nisan sang ibu.
Bu Riana turun dari mobil Ia kini berdiri memandangi papan bertuliskan tempat pemakaman umum.