NovelToon NovelToon
Chemistry Of Love

Chemistry Of Love

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Cintamanis / Kisah cinta masa kecil / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Lily Dekranasda

Nada Azzahra, siswa baru di SMA Nusantara Mandiri, adalah gadis ceria yang mudah bergaul. Kepribadiannya yang ramah dan penuh semangat membuatnya cepat mendapatkan teman. Namun, kedatangannya di sekolah ini mempertemukannya dengan Bara Aryasatya, cowok tengil yang ternyata adalah "musuh bebuyutan"-nya semasa SMP.

Di masa SMP, Nada dan Bara bagaikan Tom & Jerry. Pertengkaran kecil hingga saling usil adalah bagian dari keseharian mereka. Kini, bertemu kembali di SMA, Bara tetap bersikap menyebalkan, hanya kepada Nada. Namun, yang tak pernah Nada sadari, di balik sikap tengilnya, Bara diam-diam menyimpan rasa cinta sejak lama.

Setiap hari ada saja momen lucu, penuh konflik, dan menguras emosi. Bara yang kikuk dalam mengungkapkan perasaannya terus membuat Nada salah sangka, mengira Bara membencinya.

Namun, seiring waktu, Nada mulai melihat sisi lain dari Bara. Apakah hubungan mereka akan tetap seperti Tom & Jerry, ataukah perasaan yang lama terpendam akan menyatukan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertandingan Nada

Hari yang dinanti-nanti oleh seluruh siswa akhirnya tiba, pertandingan antar kelas yang selalu menjadi sorotan tahunan di sekolah. Suasana di lapangan olahraga begitu meriah. Sorakan dan teriakan dukungan menggema di udara, menciptakan atmosfer penuh semangat yang memacu adrenalin para pemain.

Nada, salah satu perwakilan dari kelasnya untuk cabang badminton tunggal, sedang berdiri di pinggir lapangan. Ia tampak tenang meski dalam hati merasa gugup. Dengan raket di tangan dan senyum tipis di wajahnya, Nada berusaha memfokuskan pikirannya. Ini adalah momen penting, bukan hanya untuk dirinya tetapi juga untuk membawa nama baik kelasnya.

Di tribun, teman-temannya memberikan dukungan penuh. Jessica dan Gisel adalah yang paling berisik, meneriakkan nama Nada tanpa henti. “Ayo Nada! Kamu pasti bisa menang!” seru Jessica dengan suara penuh semangat. Gisel mengangguk sambil melambaikan tangan, menambahkan, “Kami di sini untukmu!”

Rio dan Dimas duduk tak jauh dari mereka, lebih santai tetapi tetap memberikan dukungan. Rio bahkan sesekali menggoda Nada dengan teriakan jenaka, “Nada, tunjukkan smash andalanmu!” disusul tawa kecil dari Dimas.

Ayden, sepupu Nada, berdiri di barisan tribun paling depan. Wajahnya penuh percaya diri, seperti biasa ia mengambil peran sebagai pendukung setia untuk sepupunya itu. “Ayo, Nada! Tunjukkan siapa yang terbaik!” ucapnya keras-keras.

Namun, perhatian terbesar datang dari dua orang yang duduk sedikit berjauhan, Bara dan Aldo. Bara duduk dengan posisi tubuh condong ke depan, matanya terus mengikuti gerakan Nada yang sedang melakukan pemanasan di lapangan. Wajahnya serius, seperti tidak ingin melewatkan satu detik pun dari momen ini. Dalam hati, Bara berbisik, “Kamu pasti bisa, Nada. Aku percaya sama kamu.”

Di sisi lain, Aldo terlihat lebih santai. Ia duduk dengan posisi bersandar, tetapi matanya tetap tertuju pada Nada. Sebuah senyum kecil menghiasi wajahnya, seolah-olah ia tahu Nada akan memberikan yang terbaik. Dalam pikirannya, Aldo merasa bangga pada Nada, meski tak diungkapkannya dengan kata-kata.

Nada berdiri di tepi lapangan, memegang raketnya dengan erat. Jantungnya berdegup kencang, seolah berpacu dengan sorakan penonton yang memenuhi lapangan olahraga sekolah. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan kegugupan yang menjalar di tubuhnya. Tatapannya fokus pada net di depannya.

“Aku harus menang. Untuk kelas, dan untuk diriku sendiri,” gumamnya pelan, berusaha meyakinkan diri.

Di tribun, teman-temannya memberikan semangat dengan penuh antusias. Jessica melambaikan tangan sambil tersenyum lebar. Bara duduk di tribun dengan tatapan tajam, matanya terus mengikuti Nada. Di sampingnya, Aldo hanya diam, tetapi jelas terlihat bahwa ia juga memperhatikan Nada dengan saksama.

Nada mengangguk kecil ke arah teman-temannya, memberikan senyum tipis untuk menunjukkan bahwa ia siap. Namun, dalam hatinya, ia tahu bahwa pertandingan ini tidak akan mudah. Lawannya, Farel, sudah terkenal sebagai salah satu pemain terbaik di sekolah. Ia dikenal memiliki pukulan smash yang sulit diantisipasi.

Suasana semakin memanas ketika wasit memanggil kedua pemain ke lapangan. Sorakan semakin riuh, dan Nada menarik napas panjang, siap untuk memberikan yang terbaik. Semua mata tertuju padanya, terutama dari dua pria yang diam-diam menyimpan perasaan lebih dari sekadar teman.

“Pemain, bersiap di lapangan!” seru pelatih sekolah yang bertugas sebagai wasit.

Nada dan Farel melangkah menuju tengah lapangan, berhadapan satu sama lain. Keduanya saling memberi salam singkat sebelum mengambil posisi masing-masing. Nada menggenggam raketnya lebih erat, mencoba menghalau sisa-sisa keraguan yang masih ada di pikirannya.

“Lemparan koin akan menentukan giliran servis,” lanjut wasit.

Koin dilempar ke udara dan mendarat di tangan wasit. Hasilnya, Nada mendapatkan giliran pertama untuk servis. Ia mengangguk pelan, lalu melangkah mundur ke posisi awal.

Sebelum mulai, Nada kembali menarik napas panjang, matanya fokus pada shuttlecock yang berada di tangan kirinya.

Nada memulai pertandingan dengan penuh percaya diri. Ia memegang raketnya erat, menatap lawannya, Farel, yang juga tampak serius. Shuttlecock pertama melayang di udara, dan Nada melakukan servis pembuka yang cukup baik. Namun, Farel segera membalas dengan smash cepat yang tajam. Nada terkejut, refleksnya sedikit terlambat, dan poin pertama jatuh ke tangan Farel.

Nada mencoba untuk tetap tenang, tetapi Farel terus menyerang dengan pukulan-pukulan keras yang membuat Nada sedikit kewalahan. Skor dengan cepat berpihak pada Farel, 3-7, dan Nada mulai merasa tertekan. Ia menghapus peluh di dahinya sambil menarik napas dalam-dalam, berusaha mencari cara untuk bangkit.

“Fokus, Nada! Jangan terburu-buru!” teriak Aldo dari pinggir lapangan, suaranya tegas namun penuh dukungan.

Nada mendengar suara Aldo dan menoleh sekilas. Kata-kata itu seperti membangunkan semangatnya. Ia mengatur napas dan mulai memperhatikan permainan Farel dengan lebih cermat. Nada menyadari bahwa Farel sering menggunakan pola serangan cepat dan tajam untuk mematahkan pertahanannya.

Nada memutuskan untuk mengubah strategi. Ia mulai bermain lebih hati-hati, fokus pada bertahan, dan menunggu momen yang tepat untuk menyerang balik. Dengan sabar, Nada mengembalikan setiap pukulan Farel, memaksanya melakukan kesalahan kecil. Strategi ini perlahan membuahkan hasil. Poin demi poin berhasil Nada raih, dan ia mulai mengejar ketertinggalannya.

Sorakan dari tribun semakin keras ketika skor menjadi imbang, 12-12. Jessica dan Gisel melompat girang, berteriak memberikan dukungan.

“Bagus, Nada! Teruskan!” Bara berseru dengan semangat. Namun, raut wajahnya menunjukkan ketegangan. Ia menggenggam botol air mineral di tangannya dengan erat, seolah-olah ia yang sedang bertanding.

Nada merasa kepercayaan dirinya kembali. Ia terus bermain dengan cermat, menempatkan pukulan-pukulannya di sudut lapangan yang sulit dijangkau oleh Farel. Dalam beberapa menit yang penuh ketegangan, Nada berhasil merebut set pertama dengan kemenangan tipis, 21-19.

Ketika wasit meniup peluit penutup set pertama, Nada menghela napas lega. Ia mengusap wajahnya yang berkeringat, lalu berjalan menuju pinggir lapangan untuk beristirahat sejenak.

Teman-temannya bersorak riuh, memberikan semangat lebih untuk set berikutnya. Nada menatap Farel yang juga mengambil waktu istirahat.

Di set kedua, suasana semakin panas. Sorakan penonton terdengar riuh di sekeliling lapangan. Nada berusaha keras menjaga fokusnya, tetapi Farel bermain jauh lebih agresif. Smash-smash cepat dan pukulan tajam dari Farel terus mendarat di sudut-sudut lapangan, membuat Nada harus berlari ke segala arah untuk mengembalikannya.

Nada terengah-engah, ia tahu dirinya tertinggal jauh. Skor sementara menunjukkan 6-14 untuk keunggulan Farel. Meskipun begitu, Nada tidak menyerah. Ia mencoba mengatur napasnya dan menenangkan pikirannya, sambil berusaha mencari celah dalam permainan Farel.

Di tribun, Aldo yang duduk dengan raut khawatir mendekat ke Bara. “Dia butuh dorongan. Lo lihat sendiri, kan? Nada udah mulai kelelahan.”

Bara hanya menatap Aldo sebentar, matanya tak lepas dari sosok Nada di lapangan. Tanpa mengatakan apa-apa, ia bangkit dari tempat duduknya, berdiri di tepi lapangan. Ia mengambil napas panjang sebelum berteriak, suaranya menggema di antara sorakan penonton.

“Nada! Jangan lupa, lo main bukan cuma buat diri lo sendiri! Kita semua percaya sama lo! Ayo bangkit!”

Nada yang sedang bersiap menerima servis mendengar teriakan itu. Ia menoleh ke arah tribun, dan matanya bertemu dengan Bara. Ada sesuatu dalam suara dan tatapan Bara yang membuat Nada merasa berbeda. Semangat yang nyaris padam di hatinya kembali berkobar.

Nada tersenyum kecil sambil mengangguk, lalu kembali fokus ke permainan. Ia mengencangkan genggamannya pada raket, pandangannya tajam menatap shuttlecock yang melayang ke arahnya.

Sorakan dari tribun semakin keras saat Nada mulai mengejar skor dan menyerang balik. Farel yang awalnya tampak percaya diri mulai kehilangan ritme.

“Bagus, Nada! Teruskan!” suara Aldo kini terdengar, bergabung dengan sorakan lainnya.

Dengan perjuangan keras, Nada berhasil mengejar ketertinggalan. Skor berubah menjadi 14-16, lalu 18-19, hingga akhirnya 20-20. Pertandingan kini memasuki deuce. Seluruh penonton menahan napas, suasana semakin tegang.

Nada tahu ini adalah momen penentuan. Ia menghapus keringat di dahinya, mencoba menenangkan diri. Farel, yang juga tampak kelelahan, berdiri di seberang lapangan dengan ekspresi serius.

Shuttlecock melayang lagi, Nada mengembalikannya dengan netting lembut yang hampir tak terjangkau Farel. Sorakan bergema ketika poin itu jatuh ke tangan Nada, mengubah skor menjadi 21-20.

Sekali lagi, Nada bersiap untuk servis. Ia memutar raket di tangannya, berusaha mengumpulkan seluruh energi yang tersisa. Servis kali ini ia lakukan dengan smash cepat yang tidak berhasil diantisipasi oleh Farel.

Shuttlecock jatuh di lapangan Farel, menandai akhir pertandingan. Wasit meniup peluit panjang, dan Nada resmi menjadi pemenang set kedua sekaligus pertandingan ini.

Teman-teman Nada di tribun bersorak, melompat-lompat kegirangan. Bara tersenyum lebar, sementara Aldo bertepuk tangan dengan bangga.

mereka berlari ke lapangan, memberikan pelukan dan ucapan selamat. Jessica dan Gisel terlihat paling antusias, sementara Aldo dan Bara hanya tersenyum dari kejauhan.

“Kamu luar biasa, Nada!” ujar Jessica sambil memeluknya.

Nada terduduk di lapangan, mencoba mengatur napasnya sambil tersenyum lega. Ia melihat ke arah tribun, dan matanya sekali lagi bertemu dengan Bara yang mengacungkan jempolnya.

Setelah semua temannya izin keluar lapangan, Bara menghampiri Nada dengan langkah santai. Ketika mendekat, ia tanpa ragu mengambil saputangan dari kantong celananya, lalu mengelap keringat di dahi Nada dengan gerakan lembut. Nada terkejut. Tindakannya spontan itu membuat Nada tersipu, dan jantungnya berdebar sedikit lebih cepat. Ia menunduk, berusaha menutupi wajahnya yang mulai memerah.

"Bara... kamu nggak perlu repot-repot," ujar Nada, sedikit kikuk, tetapi tetap merasa tersentuh oleh perhatian Bara.

Bara hanya tersenyum tipis, matanya memandang Nada dengan lembut. "Nggak apa-apa, untuk Ratu gue, apa sih yang gak," jawab Bara santai.

"Jangan mulai deh, Bara. Gue masih capek" ucap Nada.

Bara tertawa kecil. "Ya, gue tau Lo capek." Tiba-tiba, Bara mengeluarkan sebuah botol minuman dari tasnya dan mengarahkan botol itu ke Nada. "Makanya nih, gue bawa minuman favorit lo," ujarnya, suaranya terdengar tidak tergesa-gesa.

Nada memandang botol di tangan Bara, dan matanya langsung terbelalak sedikit kaget. "Apa... ini?" Nada bertanya, ragu, tetapi rasa penasaran membuatnya terdiam.

Bara memberikan senyum lembut dan menoleh ke arah Nada. "Lo suka banget sama es teh manis, kan? Gue tau, lo sering beli ini di kantin sekolah jika sedang jam istirahat," ucap Bara dengan santai. Nada terdiam sesaat, merasa sedikit canggung dan bingung, tetapi hatinya terasa hangat mendengar Bara memperhatikan hal sekecil itu.

"Iya... Lo tau banget. Tapi thanks ya, Bar," jawab Nada perlahan, merasa terharu.

Bara menatap Nada dengan mata yang lembut, lalu mengangguk.

Nada menatap mata Bara, merasakan ada sesuatu yang berbeda dalam pandangannya. Hatinya berdebar kencang, dan untuk sesaat, ia merasa dunia sekitar mereka seperti berhenti bergerak.

"Lo tahu, kan? Gue bukan cuma sekadar teman yang bakal selalu ada," lanjut Bara, membuat Nada terdiam. “Gue berharap bisa lebih dari itu.”

Nada menatap Bara dengan mata yang sedikit terbuka. Kata-kata itu membuat dadanya terasa penuh, seperti ada sesuatu yang sedang tumbuh di antara mereka berdua. Ia tidak tahu bagaimana harus menjawab, karena perasaan yang ia rasakan pun terasa semakin jelas.

1
aca
lnjuttt
aca
lanjut thor Q kasih bunga deh
aca
nada jd rebutan ciee
aca
seru thor
Dian Fitria N
lanjut lagi thor
Ahmad Syarif
menarik, ringan konflik jd bacanya enjoy
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!