Setelah dituduh sebagai pemuja iblis, Carvina tewas dengan penuh dendam dan jiwanya terjebak di dunia iblis selama ratusan tahun. Setelah sekian lama, dia akhirnya terlahir kembali di dunia yang berbeda dengan dunia sebelumnya.
Dia merasuki tubuh seorang anak kecil yang ditindas keluarganya, namun berkat kemampuan barunya, dia bertemu dengan paman pemilik tubuh barunya dan mengangkatnya menjadi anak.
Mereka meninggalkan kota, memulai kehidupan baru yang penuh kekacauan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Matatabi no Neko-chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Clara membelalakkan matanya setelah mendengar perkataan Reina. Matanya melotot seakan hendak keluar dari rongganya diiringi napas yang memburu.
"Kau benar-benar anak idiot yang tak berguna!!" Teriaknya marah, membuat Reina menghentikan langkahnya.
Gadis kecil itu menoleh ke belakang dan menatap dingin wanita itu. Pupil kupu-kupu hitamnya berubah menjadi merah diiringi asap hitam keluar dari tubuhnya.
Tidak lupa Reina mengeluarkan tekanan yang membuat Clara kesulitan bernafas. Seketika suasananya terasa sangat mengerikan yang bahkan belum pernah Clara rasakan.
Jeremy ikut menoleh dan menatap rendah Clara. Segera dia menampakkan wujudnya yang sukses membuat wanita itu merinding ngeri. Air matanya mengucur deras dengan tubuh gemetar hebat.
Wajah tampan dengan mata merah menyala. Tatapan matanya yang tajam serta aura yang mencekam membuat wanita itu tersendat-sendat.
"Hanya manusia lemah yang menganggap dirinya suci. Padahal dia hanyalah sampah busuk yang tak berguna," celetuk Jeremy seraya menatapnya dengan hina.
"Tuan, sebaiknya kau jangan meladeni dia. Biarkan dia bermimpi buruk terus menerus dan menjadi hina," Reina menyeringai sinis.
"Oho~ Kau sungguh rendahan sekali~" Jeremy berkata sambil menangkupkan kedua tangannya di wajahnya sambil memasang ekspresi ceria. "Tapi manusia ini memiliki aura yang bagus, kebetulan aku sedang lapar."
Jeremy mendekati Clara yang terduduk sambil memasang ekspresi ketakutan. Dia segera menyerap aura gelap yang terpancar dari tubuh wanita itu.
"Tidak terlalu buruk," ucapnya sambil menjilati bibirnya sambil menyeringai.
Kegelapan itu menghilang, membuat Clara tersentak lalu mendorong tubuh Reina cukup keras. Gadis kecil itu kaget dan terhuyung ke belakang sebelum suara pria menyadarkan orang-orang yang ada di sana.
"Clara, kau tidak apa-apa?"
Reina menoleh dan melihat seorang pria dengan janggut tipis menghiasi wajahnya. Dalam ingatan pemilik tubuh ini, dia adalah ayahnya.
"Paman, kau tidak apa-apa?" Reina memutuskan menghampiri Chakra yang berusaha bangkit sambil meringis.
Pria itu, Aldi, menoleh dan mendapati Reina menghampiri Chakra yang sedang meringis kesakitan.
Seketika wajah pria itu menatap Chakra tak suka.
"Aku tidak apa-apa. Sebaiknya kau masuk ke mobil,"
"Kenapa kau di sini?!" Bentak Aldi sambil mengacungkan telunjuknya ke arah Reina yang berusaha membantu Chakra berdiri.
"Aku bertemu dengan pamanku yang kebetulan sedang menjenguk keponakannya di rumah sakit. Kebetulan hari itu aku diperbolehkan pulang, jadi aku ikuti dia setelah seharian menjadi gelandangan di sana, mengingat aku tidak ingat apapun dan tak memiliki uang," Reina menjawab santai yang sukses membuat Aldi tersentak.
Pria itu lupa jika hari itu anaknya pulang dari rumah sakit.
'Aku lupa jika hari itu dia pulang dari rumah sakit. Tapi aku harus mengantar Tasya ke kebun binatang,' batinnya dalam hati sambil memasang wajah pucat saat melihat tatapan tajam Chakra seakan hendak mengulitinya.
"Kau memiliki waktu untuk berlibur dengan keluargamu, tapi tidak memiliki waktu dengan putrimu sendiri. Mulai hari ini, aku mengambil hak asuhnya. Aku bisa menghidupi dan merawat seorang anak, apalagi dia putri dari kakakku yang kalian siksa sampai mati."
Aldi menatap mantan adik iparnya dengan gugup. Dia tahu siapa Chakra, pria yang sempat menjadi kekasih adiknya yang kini telah pergi sesaat sebelum melakukan acara pernikahan sebulan lalu.
Yang membuatnya gugup adalah, temperamennya yang tidak diketahui. Apalagi setelah kematian kakaknya dan Reina menjadi idiot, belum lagi sang adik yang kabur bersama pria lain membuatnya berkeringat dingin.
"Aku ikut Paman saja. Lagipula aku juga tidak ingat memiliki seorang ayah," Reina berkata enteng seakan menyindir Aldi yang kini menatapnya marah.
"Jangan kekanakan begitu! Tasya sangat bersedih karena ingin liburan dan kami sudah berjanji akan mengajaknya hari ini," Seorang wanita paruh baya berkata dengan nada naik satu oktaf sambil memeluk seorang gadis kecil yang menatapnya dengan tatapan tak suka.
"Dan membiarkan seorang anak kecil di rumah sakit seorang diri? Memang keluarga yang baik dan sangat peduli, ya." Tukas Reina seakan menyindir.
Chakra menatap keluarga mantannya yang memilih menyalahkannya dengan dingin, apalagi keluarga itu telah menghancurkan mental kakak dan keponakannya dengan kejam membuat pria itu berdecih sinis. Pria itu ingin sekali membalaskan dendam mereka.
"Aku tak menyangka keluarga pelacur teriak jalang. Aku heran bagaimana mereka mendidik anaknya seperti pecundang dan pelacur. Orang kaya, sih tapi tidak punya attitude yang bagus."
Wajah mereka mendadak pucat, apalagi beberapa orang mulai berkerumun menonton perdebatan mereka, mengingat saat ini mereka berada di depan rumah mewah berlantai dua.
"Reina, ayo ambil barang-barang milikmu."
✨
"APA-APAAN INI?!!" Chakra menjerit marah saat melihat kamar yang ditempati Reina.
Ranjang kayu dengan kasur tipis yang lapuk tanpa dekorasi apapun di dalamnya. Beberapa pakaian teronggok begitu saja, sebagian besar merupakan pakaiannya yang mirip dengan kain lap dan bertambal-tambal. Bau amis dan apek dengan beberapa noda darah yang mengotori lantai maupun dinding. Chakra hanya bisa mengepalkan tangannya saat menyadari keponakannya menjalani hidup yang sangat berat.
Reina mengernyit. Dulu, saat dia hidup sebagai orang miskin maupun sebagai budak, dia hanya mengenakan pakaian compang-camping di tubuhnya. Saat dibeli oleh bangsawan, para budak bahkan termasuk dirinya diberikan pakaian pantas berkualitas terbaik dan makanan enak. Kalaupun menjadi rakyat biasa yang miskin, setidaknya dia memiliki pakaian yang pantas dipakai.
Pria itu memeriksa kamar Reina, begitupun dengan gadis kecil itu.
"Mereka berkata kalau kakakku sangat boros. Apa maksudnya boros seperti ini? Membelikan pakaian untuk seorang anak saja tidak mampu tetapi membuang uang untuk hal yang tidak berguna saja masih sanggup?!"
Aldi dan keluarganya hanya bisa memasang wajah pucat.
"Katanya dia akan merawatmu saat aku ingin membawamu pergi setelah kakak ku, ibumu meninggal. Maksudnya untuk menyiksamu, begitu?" Lagi-lagi Chakra meraung marah saat melihat bercak darah di lantai kamar itu.
Saat mereka hendak angkat suara, Chakra langsung mengeluarkan kata mutiaranya yang sukses membuat mereka tersulut emosi.
"Benar-benar keluarga sampah. Mengatakan keponakanku anak iblis, yang mengatakannya justru lebih rendah dari hewan."
"Kau!"
"Sudahlah, Paman. Sejak dulu keberadaanku tidak diinginkan di sini. Lagipula kalau aku anak iblis, setidaknya itu lebih baik daripada menjadi anak dari seorang pria yang statusnya bahkan lebih menjijikkan dari kecoa," Reina berkata enteng.
"Aku ini ayahmu!" Aldi menatap Reina dengan penuh emosi, matanya hampir keluar dari tempatnya.
"Sungguh? Kenapa tidak pernah ada dalam ingatanku? Yang aku ingat hanyalah ibuku saja," Reina tersenyum sinis, menatap Aldi tanpa rasa takut sedikit pun.
"Jadi, kau benar-benar tidak memiliki apapun? Bahkan bukti-bukti kelahiran sekalipun? Kau tidak memiliki nama?" Chakra meluruhkan dirinya di lantai saat melihat sebuah blanko akte kelahiran yang masih kosong dalam sebuah map.
"Aku tidak tahu, Paman. Yang aku ingat mereka hanya memanggilku 'hei', 'anak jalang', 'anak pelacur', bahkan 'anak sialan' atau apalah itu." Reina menjawab santai, seperti mengorek ingatan pemilik tubuh asli ini. "Bahkan aku juga tidak sekolah."
Chakra menatap Aldi yang kini pucat pasi, begitu pula dengan keluarganya yang gemetar saat melihat ekspresi marah pria itu.
"Karena itulah aku ingin membawa satu-satunya peninggalan kakakku. Kau ayah yang tidak berguna!"
Dengan gerakan cepat, Chakra menerjang Aldi yang diam mematung. Jeritan histeris terdengar memekakkan telinga, namun Reina hanya menatapnya dengan malas.
"Paman, hentikan. Menghajarnya sampai mati hanya akan membuatmu kesulitan. Jangan kotori tanganmu dengan darah menjijikkan itu," Reina berkata santai, seakan tidak terganggu oleh kekerasan yang terjadi di sekitarnya.
Chakra menghentikan kegiatannya dan menatap Reina yang menatapnya datar. Anak sekecil itu tidak takut dengan kekerasan? Kenapa dia bisa setenang itu?
"Kali ini kau selamat!" Chakra menghempaskan Aldi kasar, yang kini tergeletak di lantai, kesakitan.
"Apakah sudah selesai, Paman? Sebaiknya kita pergi dari sini. Kamar ini membuatku mual," Reina melangkahkan kakinya dari sana, mencoba meninggalkan tempat yang penuh dengan kekacauan.
Namun, suara yang penuh kemarahan terdengar dari belakang.
"Kau tidak bisa pergi dari sini!" Seorang wanita paruh baya dengan wajah marah melangkah maju. Itu adalah Lasmi, nenek dari Reina. "Kenapa?" Reina memiringkan kepalanya, memperlihatkan ekspresi tak acuh.
"Ingin menyiksaku? Sudah mau mati masih saja bertingkah."
"Kau!!" Lasmi hampir melompat, namun Reina tersenyum sinis dan menepuk-nepuk punggung wanita paruh baya itu, tak lupa sambil menarik rambutnya yang di gerai bebas.
"Jangan khawatir, aku hanya kasihan dengan Tasya karena perhatian kalian teralihkan padaku," katanya dengan nada mengejek.
Kemudian, Reina menghampiri Aldi yang meringkuk kesakitan di lantai, wajahnya menunjukkan rasa kasihan yang samar.
"Bukankah rasanya menyenangkan? Seperti itulah rasanya. Bahkan kau melakukan dengan sepenuh hati setiap ada kesempatan, Pak Tua," katanya dengan nada santai, sementara tangannya mengusap wajah Aldi dengan lembut, seakan menenangkan orang yang telah menyiksanya.
"Biarkan aku pergi. Kau bisa menghabiskan waktu dengan keponakan kesayanganmu tanpa khawatir dengan keberadaanku yang mengganggu kalian," Reina berkata pelan.
Ia menatap Chakra yang masih memasang wajah jeleknya.
"Paman, sebaiknya kita pergi dari kandang hewan ini," kata Reina, lalu berbalik untuk melangkah keluar, meninggalkan keluarga yang hancur di belakang mereka.
Sebelum mereka benar-benar pergi, Lasmi berteriak marah, tetapi kali ini, tidak ada yang menghentikan langkah mereka. Reina dan Chakra keluar dari rumah itu, meninggalkan rumah penuh kebohongan dan kekejaman.