Sinopsis
Seorang antagonis dalam sebuah cerita atau kehidupan seseorang pasti akan selalu ada. Sama halnya dengan kisah percintaan antara Elvis dan Loretta. Quella menjadi seorang antagonis bercerita itu atau bisa dikatakan selalu menjadi pengganggu di hubungan mereka.
Di satu sisi yang lain Quella ternyata sudah memiliki seorang suami yang dikenal sebagai CEO dari Parvez Company.
Tentu sangatlah terkesan aneh mengingat status Quella yang ternyata sudah memiliki seorang suami tapi masih mengejar laki-laki lain.
•••••
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lightfury799, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 28
Quella menatap lurus ke depan, menggigit bibir bawahnya, sementara Xaver memegang kemudi dengan erat, urat-urat tangannya menonjol. Keheningan yang menyesakkan dada itu terasa semakin berat seiring detak jam di dasbor yang terus berdetak. Matahari mulai terbenam, menerangi mobil dengan cahaya kuning pucat, namun tidak mampu menerangi suasana hati mereka yang suram.
Keras kepala dari Quella berhasil ternyata membujuk ibunya, hal itu membuat ayahnya mau tidak mau menuruti keinginan Quella yang ingin pulang. Tapi dengan syarat mereka bisa pulang saat sore hari saja. Namun hubungan dingin mereka sama sekali tidak berubah.
"Berhenti di depan halte sana," ucap Quella dengan suara yang hampir tidak terdengar, namun cukup tegas untuk menembus keheningan.
"Untuk apa?" Xaver membalas dengan nada suara yang meninggi, matanya yang tadinya fokus pada jalan kini menatap Quella dengan pandangan tanda tanya. Xaver malas bisa Quella kembali membuat ulah. Apalagi peringatan dari ayahnya bukanlah main-main.
Quella menghela napas panjang, mencoba mengumpulkan keberanian. "Aku perlu waktu sendiri," katanya, suaranya pelan, namun tetep terdengar.
Xaver menghentikan mobil dengan kasar di tepi jalan, dekat halte yang ditunjuk Quella. Dia menoleh, matanya bertemu dengan mata Quella yang menatapnya begitu datar. "Silahkan, jika ini yang kamu inginkan?" Xaver bersuara serak dan pasrah menuruti keinginan Quella, yang sepertinya memang akan membuat masalah baru untuknya.
Quella tidak menjawab. Sebelum membuka pintu mobil, Quella berhenti sejenak mengingat sesuatu yang penting. "Pinjam uang," tangan Quella terulur sambil mengatakannya.
Di didalam tasnya, dirinya tidak memiliki cash, dan lagi pula sepertinya kartu debit yang Xaver berikan padanya pasti sudah diblokir.
Menaik-turunkan alisnya, Xaver kemudian mengeluarkan dompet dan memberikan beberapa lembar uang untuk Quella. "Ambil saja, tidak perlu diganti," ucap Xaver tanpa ingin repot-repot Quella perlu mengganti uangnya, atau bertanya untuk apa uang itu.
"Oh, bagus kalo begitu," Quella menerimanya dengan lapang dada. Membuka pintu mobil, turun, dan berjalan perlahan menuju halte. Angin sejuk sore itu berhembus, membawa daun-daun kering menari di udara, seolah-olah menyertai langkah gontai Quella.
Xaver masih duduk di dalam mobil, menatap kosong ke arah Quella yang kini duduk termenung di halte. "Sebenarnya apa yang mau kamu lakukan?" Xaver tetap dibuat penasaran. "Tapi apa bisa Quella menaiki angkutan umum?!?" Xaver ragu sekarang, seharusnya tadi dirinya tidak membiarkan Quella.
Dia memukul kemudi dengan frustasi, rasa bersalah dan tidak peduli bercampur menjadi satu. "Sial...," Xaver akan keluar dan memaksa Quella untuk masuk ke dalam mobil kembali.
Namun sebuah keraguan di hati Xaver begitu sangat besar. "Apapun yang aku lakukan, kamu tidak akan pernah menganggapnya Ella," gumam Xaver setelahnya dirinya hanya diam menunggu dari jaraknya.
Quella diam menunggu bus atau taksi yang lewat, dirinya tidak mau satu mobil bersama Xaver. Sebenernya juga ada tempat yang dirinya ingin tuju. "Kenapa orang itu tidak pergi-pergi?!" Quella heran akan mobil Xaver yang tetap terparkir di tempatnya. Apalagi kaca mobil yang terbuka, serta sikap terang-terangan Xaver yang menatapnya penuh selidik.
"Bukan urusan ku juga," acuh Quella, setelahnya dirinya berdiri, melambaikan tangan untuk menghentikan taksi yang kebetulan lewat.
"Antarkan aku ke Bezz Restaurant," pinta Quella setelah memakai sabuk pengamannya.
"Baik nona," sang sopir taksi segera melaju menyelusuri jalan, menuju tempat yang dituju.
Mengikuti mobil taksi itu dari arah yang cukup berjarak. Terlalu lambat mengikutinya, Xaver tersalip oleh mobil lain, dan itu membuatnya kehilangan jejak taksi yang Quella tumpangi. "Sialan...," gerutu Xaver karena dirinya tidak berhasil menemukan taksi itu.
Setelah berputar-putar, untuk mencari taksi itu, namun ternyata sia-sia saja. Xaver tetap kehilangan jejak. "Sekarang apa?!?" Xaver merasa frustasi sendiri, menghembuskan napasnya lelah.
"Lebih baik aku pulang, lagi pula aku sudah memberikannya cukup uang untuk pulang ke rumah," Xaver memilih membiarkan, lagi pula Quella pastinya akan pulang.
"Dan tidak mungkin juga, dirinya bisa bertahan lama-lama di luar sana," Xaver menyakinkan dirinya lagi, walaupun perasaan khawatir terhadap Quella begitu masih terasa.
°°°°°°
Di tengah keheningan malam, lampu-lampu Beez Restaurant yang lembut menerangi wajah Quella yang tampak lesu. Rambutnya yang tadi masih tergerai rapi kini terlihat sedikit kusut, tanda-tanda kegusaran jelas tergambar dari sudut matanya yang lelah. Quella sudah sedari sore berada di Beez Restaurant, dirinya menunggu kedatangan Elvis, ada hal penting yang ingin dibicarakan.
Sayangnya batang hidung orang yang dirinya cari tidak muncul-muncul, sampai sekarang. "Tidak biasanya sekali Elvis tidak ada di restaurant," seingat Quella Elvis jarang sekali absen untuk mengatur restaurant nya ini.
Elvis, dengan postur tegap dan mata yang menatap penuh pertanyaan. "Quella," gumam Elvis saat dirinya baru datang untuk mengambil sesuatu yang tertinggal di restaurant.
Dengan raut penasarannya, Elvis menghampiri Quella. "Quella...," Elvis melambaikan tangannya ke hadapan Quella yang sedari tadi melamun.
Mengedipkan matanya berkali-kali saat melihat sosok yang dicarinya datang sendiri. "Akhirnya, kamu datang," seru Quella bersyukur, tidak sia-sia dirinya menunggu.
Alisnya mengerut heran saat melihat pemandangan di depannya, Elvis mengenakan jas yang begitu rapih, dan itu tentu bukan gaya dari Elvis sekali, apalagi rambutnya yang tertata rapih, seperti akan menghadiri rapat atau acara penting saja.
Merasa Quella menilai penampilannya yang tidak biasanya. "Oh apa penampilan ku aneh?!?" Elvis merasa tidak percaya diri sekarang. Malam ini merupakan acara penting untungnya, jadi Elvis ingin tampil begitu sempurna.
Quella dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Tidak ko, kamu tampan," puji Quella. "By the way untuk apa berdandan sampai seperti itu," tanya Quella yang penasaran.
Elvis berpikir sejenak, melihat arloji jam ditangannya. Sepertinya tidak masalah, bisa bercakap-cakap sebentar dengan Quella.
Duduk di kursinya dengan wajah sumringahnya dirinya menceritakan rahasia nya, dan alasan mengapa dirinya bersiap-siap seperti ini. "Aku akan melamar Loretta," seru Elvis dengan senyuman lebar di wajahnya. Telinganya sudah memerah sekarang, hatinya juga berdebar-debar membayangkan bagaimana ekspresi Loretta saat dirinya melamarnya.
"Hah....," mendengar itu bagaikan dentuman keras menusuk pada hati Quella. "Apa yang kamu katakan?!?" Quella hampir meninggikan nada suaranya. Raut wajahnya begitu gelisah, membayangkan kemungkinan terburuk, jika sampai Elvis dan Loretta bersama.
Elvis tersenyum kecil, kemudian menceritakan mengapa dirinya memantapkan diri untuk melamar Loretta. "Aku merasa sangat nyaman saat bersama Loretta, dan menurutku sudah saatnya aku melangkah selanjutnya ke hubungan yang serius, dan aku ingin memiliki keluarga kecil di umurku saat ini," ucap Elvis dengan mantapnya, dirinya sudah yakin untuk membuat Loretta menjadi belahan jiwanya.
Quella sampai tidak bisa berkata-kata saat Elvis mengungkapkan hal itu. Sakit tentu saja, Quella masih memendam rasa untuk Elvis. Dadanya terasa sesak sekali, berusaha untuk mempertahankan akal sehatnya. "Apa kamu yakin?!?" Quella bertanya dan itu berhasil membuat raut wajah Elvis bertanya-tanya, dan bingung.
"Maksudnya?!" Elvis tentu mempertanyakan ucapan Quella, dan Elvis sadar raut wajah Quella seperti tidak setuju.
Menatap kearah Elvis dengan sangatlah serius. "Kamu sepertinya lupa, apa tante dan om setuju? Lagi pula aku tidak yakin mereka akan menyetujui hubungan mu bersama Loretta. Apalagi kamu tau Loretta bukan dari kalangan kita," ucap Quella secara gamblang, untungnya dirinya ingat bahwa kedua orangtua Elvis tinggal di kota lain.
Mendengar kata-kata itu, berhasil membuat Elvis tersadar. Elvis melupakan masalah utama kedua orangtuanya sama sekali belum mengetahui fakta hubungannya.
"Melihat dari raut wajah mu, sepertinya kamu belum memiliki restu apapun," Quella merasa bergembira hati, saat mengetahui fakta bahwa kedua orangtua Elvis belum mengetahui apapun. Quella memiliki kesempatan untuk merusak hubungan mereka.
Elvis termenung memikirkan sesuatu, yaitu cara agar kedua orangtuanya setuju dan merestui hubungannya dengan Loretta. "Mau dari kalangan kita atau bukan, aku akan tetap memperjuangkan Loretta," Elvis menyakinkan dirinya sendiri, ia yakin seratus persen kedua orangtuanya juga akan menyetujui hubungan mereka. Lagi pula Elvie tidak pernah mendengar kedua orangtuanya mengatakan bagaimana harusnya kriteria pasangan hidupnya.
Quella geram kembali, dan suasana hatinya terasa kesal sekarang. Rasa-rasanya tegad dari Elvis membuatnya muak, Elvis ternyata serius akan keinginan bersama Loretta. Tangan Quella terkepal marah.
"Oh ya, dan untuk apa tujuan mu ke sini?!?" Elvis bertanya, merasa topik akan Loretta sudah seharusnya tidak perlu dibahas terlalu dalam.
Mengingat tujuannya datang, Quella dengan ragu mengatakannya. Melupakan tujuan sebenarnya, karena mendengar berita terbaru, yang sialnya berhasil membuat suasana hatinya suram. “Aku ingin bekerja,” ucap Quella dengan nada yang hampir tidak terdengar, suaranya terbata-bata.
Elvis berwajah terkejut dan dibuat bingung. “Untuk apa?” tanyanya memastikan, sambil memperhatikan setiap gerak gerik Quella.
Quella menghela napas, menunduk sejenak sebelum akhirnya melanjutkan, “Aku ingin...” kata-katanya terhenti, seolah-olah kata-kata itu terlalu berat untuk diucapkan. "Kamu tau Elvis."
Setelah mengumpulkan keberanian, dia menceritakan tentang keributan yang terjadi antara dirinya dan Xaver. "Aku muak, Parve.. maksudnya Xaver selalu saja meremehkan ku. Dia berpikir aku tidak bisa melakukan apapun, jadi aku mohon bantu aku, dan aku ingin buktikan kata-kata itu salah," suara Quella bergetar, matanya berkaca-kaca, dan tangannya gemetar menunjukkan betapa situasi itu mengganggu pikirannya.
Quella tidak secara gamblang menceritakan cerita sebenarnya.
Elvis mendengarkan dengan seksama, dirinya tidak langsung main hakim atau menyalahkan Quella atau Xaver. "Xaver mungkin saja saat mengatakan itu dalam keadaan marah besar. Sebaiknya kamu pikirkan kembali keinginan mu untuk bekerja," Elvis membujuk Quella agar tidak gegabah, mungkin saja Quella hanya dalam keadaan marah, dan kesal terhadap suaminya itu.
Menggelengkan kepalanya menolak apa yang dikatakan Elvis. "Aku sudah memikirkannya dengan matang, dan keputusan ku sudah bulat. Aku ingin bekerja," Quella tetap pada keputusan awalnya.
Elvis bernapas gusar, bukannya tidak mau membantu hanya saja. Walaupun sebagai pemilik cafe, Elvis hanya bisa menawarkan posisi yang tersedia. “Quella, walaupun kamu sahabatku, aku tidak bisa memberikan lowongan selain sebagai waiterss?” ucapnya dengan nada yang mendukung namun tetap realistis.
Mata Quella bertemu dengan mata Elvis. Ada kelegaan yang bercampur dengan kekecewaan dalam tatapannya. Memikirkan dirinya harus menggunakan celemek dan mengantar mengantarkan makanan dan minuman orang, membuatnya merasa enggan. Membayangkannya saja membuat Quella merasa mual.
"Hah... aku tau kamu pasti menolaknya," ucap Elvis kembali, lagi pula mana mungkin Quella dapat melakukan pekerjaan itu. Quella terbiasa mengatur, bukan diatur.
Mengangguk pelan, menerima tawaran itu dengan hati yang berat. “Aku Terima pekerjaan itu, tapi aku ingin syarat," ucap Quella dengan tegad yang kuatnya, ada sesuatu hal lain yang ingin dilakukannya. Matanya menyala-nyala penuh semangat.
Sudut bibir Elvis tertarik, merasa tertantang akan apa yang Quella akan lakukan. Elvis rasa-rasanya melihat Quella kembali hidup. "Oke, dan apa syaratnya?" Elvis merasa raut wajah Quella menyala penuh semangat, dan sebagai sahabat Elvis tidak mau membuat raut itu padam.
Quella berpikir sejenak, menyusun rencana demi rencana. "Jika aku bekerja dengan baik, dan sempurna dalam satu bulan. Aku ingin naik pangkat," Quella penuh percaya diri mengatakan itu, dirinya yakin bahwa pekerjaan itu akan mudah dilaluinya. Yah walaupun Quella akan merasa berat saat awal-awal, tapi semua itu harus dilakukan jika Quella ingin mencapai apa yang diinginkannya.
Elvis terkekeh saat mendengar kata itu, namun dirinya menganggukkan kepalanya langsung setuju. "Oke, aku tunggu hasil dari keja keras mu," Elvis mengulurkan tangannya, menyetujui kesepakatannya dengan Quella.
Walaupun Elvis sendiri tidak tau hasil akhirnya apa atau bagaimana. Tapi melihat wajah Quella yang penuh sekali dengan tegad, membuat Elvis tidak tega untuk menghancurkan tegad besar itu, dan Elvis seperti melihat Quella yang telah kembali seperti dulu.
"Aku tidak akan mengecewakan mu," Quella menerima salaman tangan itu. Mereka saling tersenyum satu sama lain.
Setelah percakapan itu, mereka larut dalam obrolan bersama. Pembahasan yang begitu mengasikan, mereka saling mengenang masa lalu. Hingga sebuah handphone berbunyi, dari arah Elvis.
'Elvis aku sudah menunggu dari tadi, kapan kamu datang?'
Membaca pesan itu, dan berhasil membuat keringat dingin ditubuh Elvis. "Oh.. shit...," gerutu Elvis pada dirinya sendiri.
"oh tidak aku lupa waktu," ucap Elvis panik, saat melihat jam yang di layar handphone. "Maaf Quella, sepertinya aku pergi dulu," Elvis buru-buru berdiri, dan segera berlari keluar menuju mobilnya yang terparkir.
"Elvis... Tunggu," teriak Quella berusaha mengejar namun sia-sia, saat dirinya keluar ternyata mobil Elvis sudah melaju menjauh dari kawasan Beez Restaurant.
"Cih..., sialan sekali...," Quella menggerutu marah, saat dirinya tau tujuan dari Elvis yang terburu-buru itu. Pastinya dan tidak bukan untuk melamar Loretta, Quella semakin mengepalkan tangannya erat. "Aku pastikan mereka tidak akan bersama sampai kapanpun itu."
Alasan Quella mau menerima lamaran sebagai waiters bukan hanya untuk membungkam mulut Xaver, dibalik itu tujuan utamanya adalah membuat Elvis dan Loretta berpisah. "Tentu Elvis akan menjadi milikku," Quella percaya diri. "Apapun caranya akan aku lakukan, dan lagi pula akan mudah sekali, untuk menyingkirkan wanita itu," Quella memikirkan cara yang licik untuk bisa membuat Loretta berjauhan dengan Elvis.
Quella melihat sekeliling, mengendus kesal saat dirinya harus mencari cara untuk pulang. "Uang yang Parvez berikan tidak cukup untuk membawaku pulang," gumam Quella saat dirinya terlalu menghambur-hamburkan uang untuk membeli semua menu yang ada di Beez Restaurant.
"Apa aku telepon saja dia?" Quella berjalan masuk kembali, untuk mengambil tasnya yang masih berada di meja yang dirinya tempati tadi.
"Tapi bukankah itu hal yang menyebalkan. Ini seperti aku tidak bisa melakukan apapun tanpanya saja," Quella menghentikan niatnya yang akan menghubungi Elvis.
Berpikir lagi dan lagi, hingga akhirnya Quella memiliki sebuah ide untuk bisa membawanya pulang. Mencari nomor orang yang dirinya tuju, menunggu panggilan itu terjawab dan berhasil.
"Jemput aku di Beez Restaurant, jangan lama," Quella langsung saja menutup panggilan itu tanpa menunggu dulu ucapan lawan bicaranya.
Tersenyum penuh kemenangan, Quella merapihkan barang-barangnya, dan segera menunggu tumpangannya itu.
•••••
TBC
JANGAN LUPA FOLLOW