Jejak Tanpa Nama mengisahkan perjalanan Arga, seorang detektif muda yang berpengalaman dalam menyelesaikan berbagai kasus kriminal, namun selalu merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Suatu malam, ia dipanggil untuk menyelidiki sebuah pembunuhan misterius di sebuah apartemen terpencil. Korban tidak memiliki identitas, dan satu-satunya petunjuk yang ditemukan adalah sebuah catatan yang berbunyi, "Jika kamu ingin tahu siapa yang membunuhku, ikuti jejak tanpa nama."
Petunjuk pertama ini membawa Arga pada serangkaian kejadian yang semakin aneh dan membingungkan. Saat ia menggali lebih dalam, ia menemukan sebuah foto yang tampaknya biasa, namun menyembunyikan banyak rahasia. Foto itu menunjukkan sebuah keluarga dengan salah satu wajah yang sengaja dihapus. Semakin Arga menyelidiki, semakin ia merasa bahwa kasus ini lebih dari sekadar pembunuhan biasa. Ada kekuatan besar yang bekerja di balik layar, menghalangi setiap langkahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dyy93, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terjebak dalam Jaringan II
Arga dan Alya kembali ke tempat yang lebih aman setelah melarikan diri dari resort. Mereka bersembunyi di sebuah rumah sewaan yang terletak di pinggiran kota. Rumah itu sederhana, tetapi cukup tersembunyi untuk tidak menarik perhatian. Meskipun mereka berhasil menghindari deteksi, ketegangan di antara mereka tetap terasa. Arga tahu bahwa mereka tidak bisa berlama-lama bersembunyi di satu tempat, tetapi ia juga menyadari bahwa langkah selanjutnya harus dipikirkan dengan hati-hati.
Di dalam ruang tamu yang suram, keduanya duduk diam. Hanya suara detak jam di dinding yang mengisi keheningan. Alya menatap Arga dengan mata penuh kecemasan. “Kita hampir tertangkap, Arga. Jika mereka sudah tahu kita melarikan diri, mereka pasti akan melakukan segala cara untuk menemukan kita. Leonardo Aditya dan Jendral Satria bukan orang yang bisa dianggap enteng. Mereka sangat berkuasa.”
Arga mengangguk, matanya menatap lurus ke depan, berpikir keras. Helios kini menjadi lebih dari sekadar sebuah proyek—itu adalah ancaman nyata bagi siapa saja yang menghalangi jalan mereka. Arga merasa semakin terjebak dalam permainan yang jauh lebih besar daripada yang ia bayangkan sebelumnya. Setiap langkahnya yang diambil dengan niat baik, setiap upaya untuk mengungkap kebenaran, semakin membawanya ke dalam jaringan yang lebih rumit dan berbahaya.
“Alya, kita harus mencari tahu siapa yang benar-benar mengendalikan Helios. Proyek ini, teknologi ini… mereka bisa mengubah segalanya. Jika kita tidak menghentikannya sekarang, dunia ini bisa jatuh ke tangan mereka,” ujar Arga, dengan nada tegas namun penuh kecemasan.
Alya terlihat merenung sejenak sebelum akhirnya berbicara. “Aku sudah mencoba menghubungi beberapa orang dalam jaringanku. Tapi mereka juga terjebak. Ini bukan hanya soal militer atau pengusaha. Mereka sudah lama mengendalikan banyak hal yang kita anggap biasa, Arga. Bahkan data pribadi kita, keputusan-keputusan yang kita buat setiap hari, bisa mereka kendalikan tanpa kita tahu. Dan Helios hanyalah salah satu bagian dari permainan besar itu.”
Arga merasa seluruh tubuhnya terhimpit beratnya kebenaran yang baru saja didengar. Ia mencoba mengingat kembali semua informasi yang ia dapatkan sejauh ini. Namun semakin ia mencoba, semakin ia merasa terjebak dalam lingkaran yang tidak bisa dihentikan. Helios bukan hanya soal mengungkap sebuah teknologi, itu lebih tentang mengendalikan dunia secara global. Proyek itu lebih besar dari sekadar politik, lebih dalam dari sekadar teknologi—itu adalah soal pengendalian kekuasaan.
“Alya, siapa yang mengendalikan proyek ini? Ada yang lebih besar di balik Leonardo Aditya dan Jendral Satria, bukan?” tanya Arga, matanya penuh dengan rasa penasaran dan ketakutan yang mulai tumbuh. “Aku harus tahu siapa.”
Alya terdiam beberapa saat, tampak ragu. Kemudian, ia berkata pelan, seolah berat untuk mengungkapkan sebuah rahasia besar yang bisa membahayakan mereka berdua. “Ada nama yang sering disebut-sebut, Arga. Seorang pria bernama David Wijaya. Dia bukan hanya seorang pengusaha besar. Dia juga terhubung dengan berbagai organisasi intelijen global dan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam dunia politik dan teknologi. Dia adalah sosok yang paling mungkin ada di balik Helios, tapi sangat sedikit orang yang tahu siapa dia sebenarnya.”
Arga terkejut mendengar nama itu. David Wijaya? Nama itu tidak asing baginya. Ia pernah mendengarnya dalam percakapan-percakapan yang tidak pernah ia pikirkan serius sebelumnya. Seorang pengusaha sukses yang selalu tampil sebagai sosok dermawan dan berpengaruh. Namun, kata-kata Alya membuka perspektif yang sama sekali berbeda.
“Dia orang yang tidak terlihat, tapi memiliki tangan yang mengendalikan segalanya,” lanjut Alya. “Jika kita ingin benar-benar mengungkap Helios, kita harus bisa menemukannya. Dan itu bukan perkara mudah. David Wijaya sangat terjaga, tidak ada yang tahu di mana dia berada saat ini. Semua orang yang berhubungan dengannya menghilang begitu saja jika sudah tidak berguna. Dan mereka yang mencoba mengungkapnya berakhir hilang, atau lebih buruk lagi, dibungkam selamanya.”
Arga merasakan darahnya berdesir mendengar peringatan itu. Kini ia menyadari bahwa apa yang ia hadapi jauh lebih berbahaya daripada yang ia bayangkan. David Wijaya adalah otak di balik semuanya, dan jika ia bisa menemukan pria itu, maka mungkin ia bisa mengungkap segalanya. Namun, Arga tahu itu berarti bertaruh dengan nyawa.
“Bagaimana kita bisa menemukan dia?” tanya Arga, suaranya bergetar meskipun ia berusaha menunjukkan ketegasan. “Kita harus melakukannya, Alya. Aku tidak bisa membiarkan Helios berlanjut.”
Alya tampak berpikir sejenak sebelum menjawab. “Ada satu cara, tapi sangat berisiko. David Wijaya sering hadir di acara-acara tertutup yang hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu. Acara berikutnya akan diadakan dalam waktu dekat—sebuah gala amal yang melibatkan orang-orang besar dari seluruh dunia. Jika kita bisa menyusup ke acara itu, kita mungkin bisa menemukan jejaknya. Namun, itu berarti kita harus bergerak sangat hati-hati.”
Arga tahu, ini adalah kesempatan besar—tapi juga penuh dengan bahaya. Jika mereka berhasil mendapatkan informasi yang cukup di gala amal tersebut, mungkin mereka bisa membuka jalan menuju David Wijaya. Namun, jika gagal, mereka mungkin akan kehilangan segala-galanya, bahkan nyawa mereka sendiri.
“Tapi bagaimana kita bisa menyusup ke sana?” tanya Arga, menatap Alya dengan penuh harap. “Kita bukan orang yang mereka harapkan ada di sana.”
Alya mengangguk, tersenyum tipis meskipun ketegangan jelas tampak di wajahnya. “Aku punya teman yang bekerja di organisasi tersebut. Dia bisa memberikan kita akses, tapi kita harus bergerak cepat. Acara ini sangat tertutup, dan setiap orang yang hadir diawasi dengan ketat. Kita hanya punya satu kesempatan.”
Arga menatap Alya, matanya penuh tekad. “Kita tidak bisa mundur sekarang. Kita harus melakukannya.”