Miko seorang Psikiater menangani seorang pasien wanita dengan gangguan mental depresi. Tetapi dibalik itu ternyata ada seorang Psikopat yang membuatnya menjadi depresi.
Ketika pasien tersebut ternyata bunuh diri, sang Psikopat justru mengejar Miko.
Hari-hari Miko menjadi berubah mencekam, karena ternyata psikopat tersebut menyukainya.
Setelah menghadapi si psikopat ternyata ada sisi lain dari pria ini.
Bagaimana Miko menghadapi hari selanjutnya dengan sang Psikopat?
Yuk simak kisahnya di cerita Othor. Ada beberapa plot twist-nya juga loh..yang bikin penasaran...
Jangan lupa dukungannya ya man teman...
Oiya, di cerita ini ada adegan mengerikan, ****** ****** dan kata2 'agak gimana yah'
Jadi buat dek adek yg rada bocil mending skip dulu yah....maap ya dek...
Mohon bijak dalam membaca...
*Salam hangat dari othor*
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yurika23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27 - Anak Duta besar yang kurang ajar
Paginya,
Miko mendapati Morino tidur di sofa ruang tengah. Miko membuatkan sarapan untuk Morino. Ia sengaja tidak menyuruh pelayan untuk memasak.
Miko melakukan sesuatu yang tidak biasa. Ia membangunkan Morino dengan mengecup pipi pria itu.
“Morino, sudah pagi. Aku sudah siapkan sarapan” sapa Miko lembut.
“Ah, kau sudah bangun?” ucap Morino yang langsung duduk, menyingkirkan selimutnya kemudian memijit sela kedua matanya.
“Kenapa kau cerah sekali sepertinya?” alis Morino mengerut melihat tingkah aneh istrinya.
“Kenapa aneh? Aku kan istrimu” tukas Miko.
Morino hanya senyum lebar sambil mengambil piring spaghetti bolognese buatan Miko.
Siang agak meninggi. Hari ini mereka sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Tapi di hari itu ada yang berbeda.
Miko mendapat pasien seorang anak Duta besar. Ia pria berusia belum genap tiga puluh. Pria itu dipanggil Key, ia mengaku mengidap Bipolar dan Insomnia. Keluarganya meminta pihak rumah sakit untuk mengirim Psikiater untuk datang ke mansionnya hari itu juga.
Miko yang saat itu tengah berada di meja kerjanya, tiba-tiba dipanggil ke ruangan atasannya.
“Tolonglah, Miko. Kau adalah Psikiater muda terbaik di rumah sakit ini. Duta besar akan melihat kinerja rumah sakit dengan mengirim Dokter terbaik untuk putra mereka” bujuk Dokter kepala, atasan Miko ketika Miko menolak dengan halus perintah tersebut.
“Maaf, Dok. Bukan aku menolak. Tapi seperti yang tadi kubilang, jadwalku sedang padat. Lalu, aku sudah ada janji dengan suamiku sore ini”
“Miko, menunda jadwal pasien itu hal biasa, bukan? Apa kau tidak lihat kesempatan besar ini. Pasien ini adalah anak orang penting, Miko. Dan mereka meminta Dokter dari rumah sakit kita, dimana pikiranmu menolak permintaan besar ini? Lalu janji dengan suamimu? Ck, apa sepenting itu sampai harus mengorbankan tawaran Duta besar?”
Miko mengerutkan alis ketika permintaan itu seolah menjadi pemaksaan. Ia menghela nafas kesal.
“Baiklah, Dok. Aku coba meminta izin suamiku dulu. Akan kukabari secepatnya, permisi”
Miko bergegas keluar ruangan dan menutup pintunya. ‘Ck! Padahal aku sedang ingin bersama Morino. Ingin rasanya cepat-cepat pulang. Hah, ada saja penghalang’ gumam Miko sambil mengambil ponsel barunya.
Miko menelpon Morino di kursi besi. Morino akhirnya mengizinkan setelah Miko menjelaskan apa yang dikatakan atasannya tadi, tapi tidak termasuk kalimat terakhir tentunya. Ia tidak ingin atasannya jadi korban Morino selanjutnya.
Miko berangkat sendiri ke Kota Bellvard. Berjarak satu Kota dari tempat Miko. Ia mencari mansion Duta besar.
Miko tiba di gerbang mansion. Penjaga gerbang mempersilahkan Miko masuk. Di pintu utama juga terdapat penjaga berseragam, berdiri dengan kaku.
Miko di tuntun seorang pelayan pria kedalam mansion. Mereka menyusuri lantai dua. Tiba mereka disebuah pintu kayu berukir.
“Tuan Key menunggu anda di dalam, Nyonya. Aku permisi” setelah menunduk pria pelayan itu pergi.
“Ta-”
‘Tuan Key? Apa dia sendiri. Lalu apa di dalam ada Ayah dan Ibunya?’ batin Miko seolah ada yang janggal.
Padahal Miko baru saja ingin bertanya kemana para penghuni rumah lainnya.
Akhirnya dengan segenap keberanian yang sudah terkumpul, Miko mengetuk pintu dari luar.
“Masuk!” suara dari dalam ruangan mengizinkan Miko membuka pintunya.
Miko membuka handle pintu perlahan. Ia melangkah memasuki ruangan luas. Dekorasinya sangat antik. Ruangan itu seperti ruang kerja atau ruang baca. Karpet khas Persia terhampar lebar dilantai. Lampu kristal gantung menambah mewah interior ruangan tersebut.
‘Dia benar-benar sendiri? Dimana orang tuanya? Ini tidak seperti bayanganku’ gumam Miko lagi.
Miko sedikit terhentak dengan kelakuan putra Duta besar itu. Ia sudah duduk di kursi malas ber-roda di depan jendela besar, sambil mengepulkan asap rokok di ruangan ber-ac tanpa menatap atau membalik badan kearah Miko. Di sampingnya terdapat meja kaca dengan asbak dan beberapa pajangan antik menghias mewah.
Dengan keheranan akan sambutan yang tidak hangat dari tuan rumah, Miko mencoba memberanikan diri menyapa lebih dulu.
“Selamat siang, Tuan Key. Aku Psikia-”
“Aku tahu. Duduklah, Dokter Miko” ujarnya.
Miko mendengus kasar. ‘Apa-apaan pria ini. Tidak ada sopan santunnya sama sekali’ umpat wanita itu kesal dengan kesan pertamanya.
Pria itu baru membalik kursi malasnya, menghadap Miko. Wajahnya terkesan bengal tapi sedikit menyiratkan garis tegas pria dewasa.
“Jadi, anda adalah Psikia-” Kalimatnya terhenti sesaat. Ia melihat lekat wajah Miko. Kepulan asap terakhir dari sela bibirnya dan rokok yang dimatikan tergerus di atas asbak menandakan ia akan mulai bicara.
“Anda, Psikiaterku?” tanyanya.
“Ya”
Miko yang duduk di sofa ukuran kecil berada di hadapannya menatap heran pria tak sopan itu.
“Maaf, bisa kita mulai konsultasinya, Tuan Key?” Miko mengeluarkan buku kecil dan pulpen dari tas kerjanya.
“ Hm, baiklah” Tatapan pria itu lebih menakutkan dari Morino.
* * *
Morino setengah berlari turun dari mobilnya menuju pintu utama rumah sakit. Pria itu buru-buru menuju ruang rawat istrinya . Ia langsung mencari keberadaan Miko.
Pintu kamar ruang rawat juga dibuka dengan cepat dan sedikit panik. Morino ingin cepat melihat keadaan Miko.
Disana ada dua perawat yang tengah mengecek kondisi Miko.
Miko yang tengah terbaring dengan perban di kepalanya dan lebam di ujung bibirnya menoleh melihat kehadiran Morino.
Morino buru-buru mendekatinya. Belum sempat Morino menanyakan apa yang terjadi, Miko bangkit lalu memeluknya erat dan pecah tangisnya di pelukan pria itu.
Setelah beberapa menit, Morino menatap lekat wajah istrinya. Lebam di sudut bibir, dan goresan empat centi di keningnya juga jahitan di sisi kepala menandakan itu bukanlah sebuah kecelakaan.
Rahang Morino mengatup keras. Darahnya menguap melihat keadaan wanita yang ia sayangi.
“Maaf, suster. Apa boleh aku berdua sebentar bersama istriku” suara Morino sudah sedikit bergetar menahan amarah.
“Ya, baik Tuan, silakan” Kedua perawat itu pergi dan menutup pintu kamar.
Morino kembali menatap Miko.
“Apa yang bajingan itu lakukan padamu, Miko. Katakan padaku! Jangan kau menutupinya” tanya Morino penuh penekanan.
Miko menahan tangisnya yang seolah akan meledak.
“Miko, ceritakanlah padaku perlahan. Aku ada disini” Morino memegang kedua lengan atas Miko, sesaat kemudian mengusap samping kepalanya. Ia menatap wajah istrinya lekat.
-Awalnya dia hanya menggodaku-
* * *
“Dokter Miko, awalnya aku memang ingin berkonsultasi dengan anda karena desakan keluargaku. Tapi setelah melihat anda, … sepertinya, aku berubah pikiran”
Tatapan Key mulai berubah. Warna wajahnya juga mendadak menyiratkan sesuatu yang tidak benar.
“Maaf, tapi aku tidak mengerti maksud anda. Tapi sebelum itu, dimana orang tua anda? Sepertinya aku tidak terlalu nyaman jika harus diruangan hanya berdua seperti ini. Ku kira kita akan ditemani kedua orang tuamu?”
“Orang tuaku orang-orang sibuk. Mereka memiliki acara sendiri-sendiri yang lebih penting” tukas Key sambil memainkan kursinya, memutarnya ke kanan dan kekiri.
“Ehm, jadi apa keluhan anda, Tuan Key. Apa bisa kita percepat saja” Perasaan Miko sudah mulai tidak enak.
“Um, bagaimana kalau kita lupakan sesi konsultasinya, Dokter. Lebih baik kita membuat kesenangan sendiri juga, Dok. Bukankah itu lebih menyenangkan?”
“Maksud anda?” Miko mulai merasa ada yang tidak beres.