Di dunia di mana para dewa pernah berjalan di antara manusia, sebuah pedang yang terlupakan bangun, melepaskan kekuatan yang dapat mengubah dunia. Seorang pemuda, yang ditakdirkan untuk kehebatan, menemukan sebuah rahasia yang akan mengubah nasibnya, tetapi dia harus memilih pihak, pilihan yang akan menentukan nasib dunia. Cinta dan kesetiaan akan diuji ketika dia menjelajahi dunia sihir, petualangan, dan roman, menghadapi ancaman yang dapat menghancurkan jaringan eksistensi. Warisan Para Dewa menunggu... Apakah kamu akan menjawab seruannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pramsia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31: Jejak Menuju Artefak
Ketiga sahabat itu melangkah keluar dari ruang rahasia, cahaya bola cahaya Mei menerangi lorong gelap di depan mereka. Aura bola cahaya itu, yang bernama "Bintang Fajar", terasa semakin kuat, memancarkan gelombang energi lembut, seperti detak jantung yang penuh harapan. Bola cahaya ini adalah warisan keluarga Mei, sebuah artefak kuno yang diwariskan dari generasi ke generasi. Bintang Fajar memiliki kekuatan untuk melawan kegelapan, mampu memancarkan cahaya yang menyilaukan dan menciptakan medan energi pelindung. Namun, kekuatan sebenarnya dari Bintang Fajar masih belum sepenuhnya terungkap, dan Mei masih terus belajar mengendalikannya.
Di balik cahaya Bintang Fajar, Jian merasakan beban berat. Ia teringat bayangan mengerikan yang baru saja mereka hadapi, dan kekuatan kegelapan yang mengancam untuk menelan dunia. "Kita harus bergerak cepat," katanya, matanya tertuju pada peta kuno yang masih digenggamnya. "Gerbang Kegelapan mungkin sudah mulai terbuka."
Kai, dengan suara yang dipenuhi kekhawatiran, menggemakan kekhawatiran Jian. "Tapi bagaimana kita bisa menemukan artefak itu?" tanyanya. "Makhluk bayangan itu ada di mana-mana. Kita tidak bisa melawan mereka semua." Rasa takut menggerogoti jiwa Kai. Ia teringat masa lalunya, saat ia hampir menyerah pada kegelapan. Bisakah ia menghadapi kekuatan yang lebih besar dari dirinya?
Mei mengangguk, suaranya tegas meskipun ada getaran di hatinya. "Kita harus berhati-hati. Kita akan menggunakan Bintang Fajar untuk mengelabui mereka." Namun, rasa takut yang berbeda mencengkeramnya. Kekuatan Bintang Fajar terasa asing, sebuah kekuatan yang tidak sepenuhnya ia kuasai. Bisakah ia mengendalikan energi yang begitu besar?
Bintang Fajar berdenyut semakin kuat, cahayanya berubah menjadi warna biru kehijauan, seperti fajar yang menyapa dunia setelah malam yang panjang. Jian merasakan kekuatan mengalir dari bola cahaya itu, memberinya kekuatan dan keberanian. Tapi di balik kekuatan itu, ia merasakan beban tanggung jawab yang besar. Bisakah ia menjadi harapan bagi dunia ini?
"Kita perlu mencari tempat aman untuk beristirahat," kata Jian. "Kita perlu merencanakan langkah selanjutnya."
Mereka berjalan melalui lorong-lorong gelap dan sunyi, Bintang Fajar menerangi jalan di depan mereka. Dinding lorong itu dihiasi dengan ukiran-ukiran kuno, sebagian besar telah terkikis oleh waktu. Mereka melewati ruangan-ruangan kosong, yang mungkin pernah dihuni oleh makhluk-makhluk yang hidup di dunia ini.
"Di mana kita sekarang?" tanya Kai, suaranya bergema di ruangan yang sunyi.
Jian memeriksa peta itu. "Kita dekat dengan Kuil Cahaya. Mungkin kita bisa menemukan perlindungan di sana."
Mereka tiba di sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan pilar-pilar batu menjulang tinggi. Di tengah ruangan berdiri sebuah altar kristal, memancarkan cahaya lembut.
"Ini dia," kata Jian, matanya berbinar. "Kuil Cahaya."
Mereka mendekati altar itu dengan hati-hati. Di atasnya, sebuah patung kristal menggambarkan seorang wanita dengan sayap putih terbentang lebar. Patung itu tampak sedang berdoa, matanya tertuju ke langit.
"Patung ini... menyeramkan," bisik Kai, suaranya bergetar.
"Kita harus berhati-hati," kata Mei, tangannya menggenggam Bintang Fajar yang berdenyut dengan cahaya redup dan ethereal. "Mungkin ada sesuatu di sini yang tidak kita inginkan."
Tiba-tiba, lantai di bawah mereka bergetar. Gemuruh yang kuat bergema di seluruh ruangan. Mereka menoleh ke arah sumber suara, dan mereka melihat sebuah celah besar terbuka di dinding, memancarkan cahaya merah menyala.
"Gerbang Kegelapan!" teriak Jian, suaranya dipenuhi rasa takut. "Itu mulai terbuka!"
Gerbang Kegelapan bukan hanya portal ke dimensi lain. Itu adalah pintu gerbang bagi makhluk-makhluk jahat yang ingin menghancurkan dunia Aurora. Jika Gerbang Kegelapan terbuka sepenuhnya, kegelapan akan menelan dunia dan mengubah Aurora menjadi neraka. Semua makhluk hidup di dunia itu akan binasa.
Makhluk bayangan itu muncul dari celah itu, bentuknya mengerikan dan dipenuhi kebencian. Mereka menyerbu ke arah ketiga sahabat itu, mata mereka menyala dengan api merah menyala.
"Kita harus pergi!" teriak Kai, pedangnya terhunus.
Mereka berlari menuju pintu keluar, makhluk bayangan mengejar mereka dengan kecepatan menakutkan. Bintang Fajar memancarkan cahaya menyilaukan, mengusir makhluk bayangan itu, tetapi mereka terus mengejar.
"Kita perlu mencari tempat aman!" teriak Jian, suaranya bergema di ruangan itu.
Mereka berlari melalui lorong-lorong gelap dan berbahaya, makhluk bayangan mengejar mereka dengan gigih. Bintang Fajar berdenyut dengan kekuatan yang semakin besar, memberi mereka kekuatan dan harapan.
"Kita harus menemukan artefak itu!" teriak Mei, suaranya penuh dengan tekad. "Kita harus menutup Gerbang Kegelapan sebelum terlambat!"
Mereka berlari menuju sebuah pintu yang tertutup rapat. Jian mencoba membuka pintu itu, tetapi terkunci rapat.
"Kita tidak punya waktu!" teriak Kai, pedangnya siap untuk menyerang.
Tiba-tiba, Bintang Fajar meledak dengan cahaya menyilaukan, menghancurkan pintu itu dengan kekuatan luar biasa. Mereka berlari keluar dari ruangan itu, makhluk bayangan masih mengejar mereka.
"Kita perlu mencari tempat aman!" teriak Jian, suaranya bergema di ruangan itu.
Mereka berlari menuju sebuah ruangan gelap dan sunyi. Di tengah ruangan berdiri sebuah meja batu yang dihiasi dengan ukiran-ukiran rumit. Di atas meja itu tergeletak sebuah buku tua dengan sampul kulit.
"Buku itu!" teriak Mei, matanya berbinar. "Mungkin buku ini bisa membantu kita!"
Mereka berlari menuju meja batu itu, makhluk bayangan mengejar mereka dengan gigih. Bintang Fajar memancarkan cahaya menyilaukan, mengusir makhluk bayangan itu, tetapi mereka terus mengejar.
"Kita harus menemukan artefak itu!" teriak Mei, suaranya penuh dengan tekad. "Kita harus menutup Gerbang Kegelapan sebelum terlambat!"
Mereka membuka buku itu, dan mereka melihat sebuah peta yang menunjukkan lokasi tiga artefak: Batu Cahaya, Pedang Kegelapan, dan Gelang Kehidupan.
"Ini dia!" teriak Jian, matanya berbinar. "Petunjuk menuju tiga artefak!"
Mereka memeriksa peta itu dengan saksama, mencari petunjuk tentang cara menemukan artefak itu. Bintang Fajar berdenyut dengan kekuatan yang semakin besar, memberi mereka kekuatan dan harapan.
"Kita akan menemukan artefak itu!" teriak Mei, suaranya penuh dengan tekad. "Kita akan menutup Gerbang Kegelapan sebelum terlambat!"
( Lanjut chapter 32 )