Ruby Lauren dan Dominic Larsen terjebak dalam pernikahan yang tidak mereka inginkan.
Apakah mereka akan berakhir dengan perpisahan? Atau sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenaBintang , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenapa Dengannya?
"Do-Dominic membunuh wanita itu? Bagaimana bisa? Kenapa dia berani membunuh seseorang?" tanya Ruby, masih syok dengan fakta baru itu.
"Apa saja bisa Tuan Dom lakukan jika dia mau melakukannya, Nyonya," jawab Robin, namun terdengar seperti sebuah peringatan bahwa Dominic merupakan pria yang cukup berbahaya.
Ruby terdiam, dia masih tidak menyangka jika Dominic berani membunuh seseorang, hanya karena dia mau melakukannya.
"Ini sedikit gila, dan aku terjebak dalam kegilaan ini," gumam Ruby, sembari jari-jarinya memijit kening.
"Bolehkah aku tahu apa yang terjadi pada keluarga Larsen? Kenapa mereka membenci Dominic?" tanya Ruby, setelah dia terdiam beberapa menit. Saat ini rasa penasaran Ruby semakin bertambah dan ingin tahu lebih banyak tentang Dominic.
Robin menatap Ruby dari spion tengah. Dia menghela nafasnya dan berkata, "Sebelum aku menceritakan tentang Tuan Dom, bisakah aku menanyakan beberapa hal padamu?"
Ruby mengangguk. "Tanyakan saja apa yang ingin kau ketahui, Robin."
Robin menatap Ruby dari spion tengah. "Nyonya Ruby, jika suatu hari nanti, Tuan Dom membuka hati untukmu, apa kau menerimanya? Apa kau mau mencoba mencintai Tuan Dom?"
Ruby terdiam sejenak, dia menatap ke jalanan, lalu menghela nafasnya. Tentu saja saat ini dia merasa sulit menjawab, sebab Dominic sangat berbahaya.
"Bagaimana, Nyonya?" Robin bertanya lagi.
Ruby menghela nafanya. "Jika Dominic benar-benar membuka hati untukku, aku mungkin akan belajar mencintainya."
"Artinya kau tidak akan membuang Tuan Dom, bukan?"
Pertanyan Robin kembali membuat Ruby terdiam. Dia sangat bingung bagaimana harus menjawabnya.
"Nyonya?" Robin menatap Ruby dari spion dengan tatapan penasaran.
"Aku tidak akan membuangnya, kecuali Dominic yang membuangku, maka aku akan menghilangkannya dari hidupku," jawab Ruby dengan tegas.
Robin mengangguk paham, dia merasa Ruby wanita yang benar-benar bisa dipercaya dan mungkin akan berada di pihak Dominic.
"Nyonya, jika Tuan Paul Larsen memintamu meracuni Tuan Dom, apa kau mau melakukannya?" tanya Robin. Dia masih ingin mendengar jawaban dari Ruby dan memastikan wanita itu akan benar-benar berada di pihak Dominic.
Kali ini Ruby menatap lekat Robin melalui spion tengah. "Aku perlu tahu alasan Tuan Paul ingin membunuh putranya. Apakah demi kebaikan? Atau Tuan Paul merasa terancam dan tidak ada alasan jelas dia ingin membunuh putranya."
"Tentu saja tidak ada alasan yang jelas. Mereka hanya ingin Tuan Dom mati, sebab saat Tuan Dom lahir, seseorang yang mengakui dirinya orang suci, mengatakan bahwa Tuan Dom adalah jiwa yang terkutuk, pembawa sial dan suatu hari nanti keluarga Larsen akan hancur di tangan para Mafia," jawab Robin.
Ruby menganga mendengar jawaban tersebut. "Mereka sudah gila! Bagaimana bisa mereka mempercayai hal yang sangat tidak masuk akal!?" Ruby memijit keningnya, sungguh dia merasa keluarga Larsen benar-benar keluarga paling gila yang ada di kota ini.
"Itulah faktanya, Nyonya. Tuan Dom tidak jahat, sikapnya yang kasar hanya untuk melindungi dirinya sendir," ucap Robin, dia menghela nafasnya sebelum melanjutkan. "Nyonya, aku tahu kau wanita yang sangat baik. Cobalah untuk mendapatkan hati Tuan Dom dan menjadi istrinya hingga selamanya."
Ruby menatap ke jalanan. Dia bingung bagaimana harus menjawab. "Hal itu sangat sulit bagiku, Robin. Aku baru mendekati ruangan bukunya saja, dia langsung mengusirku."
"Itu karena Tuan Dom merasa terancam, Nyonya. Maksudku, kau bisa memberikan perhatian-perhatian kecil padanya," balas Robin.
Ruby menghela nafasnya. "Baiklah, akan aku coba."
Robin mengangguk. "Ada lagi yang ingin kau ketahui?"
"Aku hanya ingin tahu tentang Dom. Tentang pekerjaannya, tentang apa saja yang dia lakukan di rumah kecil belakang mansion," jawab Ruby.
"Tuan Dom tidak bekerja, kami yang bekerja untuknya. Sedangkan rumah kecil di belakang mansion, jika kau ingin tahu, cobalah masuk ke sana," ucap Robin.
Ruby tidak merasa puas dengan jawaban seperti itu. "Kau pikir aku gila? Bisa-bisa dia langsung membunuhku jika aku masuk ke dalam rumah itu."
Robin tertawa kecil. "Di sana tidak ada apa-apa, Nyonya. Hanya ada kenangan Tuan Dom."
Ruby mengerutkan keningnya. "Aku jadi semakin penasaran. Mungkin aku memang harus mencoba masuk ke sana."
Robin hanya mengangguk menanggapinya. Sedangkan Ruby terdiam tanpa ingin bertanya lagi. Dia merasa penasaran apa isi dari rumah kecil itu.
**
Ruby tiba di rumah orang tuanya. Namun, saat tiba di sana, dia melihat lampu rumah itu tidak dinyalakan.
"Ke mana mereka?" gumam Ruby. dia mengetuk pintu rumah, namun tak ada jawaban.
Ruby mencoba menghubungi ibunya, namun nomor ibunya tidak aktif. Ruby merasa bingung, dia mencoba mengetuk pintu rumahnya lagi, namun tidak ada jawaban.
"Baru dua hari yang lalu aku menelpon ibu dan menanyakan kabarnya. Lalu, ke mana mereka sekarang? Kenapa mereka tidak memberitahukannya padaku?" gumam Ruby, raut wajahnya terlihat sangat kecewa.
Akhirnya Ruby kembali masuk ke dalam mobil dan meminta Robin mengantarkannya kembali ke mansion.
**
Dari balkon kamarnya, Dominic melihat mobil Robin kembali. Dia langsung merasa jengkel ketika melihat Ruby keluar dari mobil itu.
"Kenapa dia cepat kembali?" gumam Dominic.
Dominic melihat Ruby, dengan langkah gontai, memasuki mansion yang megah itu. Dominic menghela napas berat, rasa kesal yang besar kini memenuhi dadanya.
Untuknya, Ruby hanyalah pengganggu dalam kehidupan yang sudah dia rancang sempurna. Dia menggenggam railing balkon erat-erat, buku-buku tangannya memutih, dari tangannya itu menunjukkan betapa dia tidak suka Ruby kembali ke mansion itu.
Dengan dingin, Dominic berbalik memasuki kamarnya, menutup pintu balkon, seolah menutup juga semua ruang untuk Ruby di hati dan tempat tinggalnya.
Saat Ruby memasuki kamar, Dominic bersiap akan keluar dari kamar itu. Namun, dia urungkan, karena sikap Ruby yang acuh padanya. Dominic mengira Ruby pasti akan bicara dengannya seperti seorang benalu.
Ruby juga terlihat lesu sekali, seperti tak ada semangat hidup dalam diri wanita itu.
"Kenapa dengannya? Biasanya dia berisik sekali," gumam Dominic penasaran. Akhirnya dia duduk di sofa dan mengamati Ruby yang sedang duduk memeluk lututnya di lantai.
...----------------...