Fariq Atlas Renandra seorang pria yang berprofesi sebagai mandor bangunan sekaligus arsitektur yang sudah memiliki jam terbang kemana-mana. Bertemu dengan seorang dokter muda bernama Rachel Diandra yang memiliki paras cantik rupawan. Keduanya dijodohkan oleh orangtuanya masing-masing, mengingat Fariq dan Rachel sama-sama sendiri.
Pernikahan mereka berjalan seperti yang diharapkan oleh orang tua mereka. Walaupun ada saja tantangan yang mereka hadapi. Mulai dari mantan Fariq hingga saudara tiri Rachel yang mencoba menghancurkan hubungan itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naga Rahsyafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Enam Belas
Dua Minggu telah berlalu, tepat pada hari kamis. Di salah satu gedung yang terbilang mewah sedang berlangsung sebuah acara besar. Fariq Atlas Renandra dan Rachel Diandra akan melangsungkan pernikahan mereka berdua.
Bagi Rachel ini adalah hal yang sangat bahagia. Bukan hanya tentang pernikahannya, sekarang ia melihat kedua orangtuanya sedang mendampingi dirinya. Wanita itu merasa keluarga mereka kembali lengkap.
Tidak dengan Fariq, ada rasa bahagia namun ada rasa sedih ketika mengingat ayahnya yang sudah tidak ada. Laki-laki itu dulunya berharap kedua orangtuanya menyaksikan acara pernikahannya, namun ayahnya lebih dulu meninggalkan mereka.
"Kenapa tunangan kemarin Papa ngak di undang?"
"Maaf, Pa ... Itu sebenarnya mendadak banget."
"Dilarang sama Mama kamu?" tanyanya menoleh kearah Indi.
"Ryan ... Ini acara anakku, tolong jangan sampai kamu merusak suasana hatiku."
"Rachel juga anakku. Harusnya aku juga berhak hadir di hari pertunangannya."
"Ma, Pa, udah! Rachel baru bahagia kalian disamping Rachel. Masak kalian malah ribut."
Keduanya terdiam, detik berikutnya terdengar kabar dari orang disana, jika mempelai pria sudah datang. Rachel deg-degan melihat seorang pria berpakaian rapi yang mulai melangkah mendekati dirinya dan keluarganya.
"Ariq!"
"Papa kenal?" tanya Rachel.
"Kenal. Dia yang sering ngurusin proyek Papa."
Rachel dan Fariq duduk berdampingan keduanya sama-sama saling memandang.
"Om, Ryan Papa kamu?"
"Iya, Mas."
"Ternyata jodoh kalian dekat ya. Saya nggak nyangka kamu bakalan jadi menantu saya."
"I-iya, Om."
"Nanti kalau udah sah jangan panggil Om lagi."
"Iya ..."
Acara akan segera berlangsung, baik Fariq maupun Rachel. Keduanya berharap jika ijab kabul akan berjalan dengan sangat lancar tanpa terkendala apapun. Fariq mulai berjabat tangan dengan orang tua dari Rachel. Ryan menampilkan senyuman kepada calon menantunya.
"Jangan gugup. Tenang aja."
Fariq membalas senyuman itu. Setidaknya dengan Ryan berkata sedemikian rupa membuat kekhawatirannya hilang sedikit.
"Fariq Atlas Renandra bin Hengky Renandra. Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan anak kandung saya Rachel Diandra binti Ryan dengan mas kawin dua ribu delapa ratus dua puluh enam dinar, dua ribu dua puluh tiga dollar, dua ribu tiga ratus tiga ringgit, dibayar tunai!"
"Saya terima nikah dan kawinnya Rachel Diandra binti Ryan dengan mas kawin dua ribu delapa ratus dua puluh enam dinar, dua ribu dua puluh tiga dollar, dua ribu tiga ratus tiga ringgit. Tunai!"
"Sah?"
"Sah!"
Semua orang kaget mendengar mahar yang diberikan oleh Fariq. Sepertinya mahar itu memiliki makna tersendiri sehingga sangat sulit untuk dihafal oleh orang lain. Fariq merasa lega, akhirnya dia bisa menuntaskan semuanya dengan begitu lancar. Suasana menjadi haru ketika laki-laki itu menangis dihadapan semua orang.
"Kenapa?" tanya Rachel.
"Ayah," lirih pria itu.
Rachel mengerti, semua anak pasti menginginkan orangtuanya menyaksikan kebahagiaan. Namun beda dengan Fariq, kini yang ia pun hanya ibunya. Tetesan air mata itu mengalir karena ia teringat dengan mendiang ayahnya.
Rachel memeluk Fariq, ia mengelus punggung laki-laki itu berharap supaya laki-laki yang baru saja menjadi suaminya bisa tenang.
"Udah jangan sedih."
"Harusnya Ayah liat Mas nikah hari ini."
"Hiks ... Hiks ... Hiks ..."
"Ayah pasti bahagia. Jadi nggak usah nangis."
Rachel melepaskan pelukannya, ia mengusap air mata yang mengalir di pipi Fariq.
"Dia ingat sama Ayahnya," ucap Rita kepada besannya.
"Pantes dia nangis," balas wanita itu.
"Dia sangat dekat sama Ayahnya."
Rita menghampiri kedua pengantin itu. "Rachel ... Rawat anak Mami dengan baik ya."
Terlihat Rita menyeka air matanya yang menetes. "Ariq memang sudah dewasa. Walaupun begitu dia harus diperhatikan."
"Mami jangan khawatir. Rachel akan menjadi istri yang baik buat anak Mami."
"Terima kasih sayang ... Mami titip Ariq. Tapi kalau dia kasar. Kamu bisa bilang sama Mami."
"Enggak, Mi. Ariq janji nggak akan kasar," sahut pria itu membela dirinya.
Rita memeluk Fariq, tangis pria itu semakin pecah karena masih mengingat orangtuanya. “Jangan nangis lagi.”
“Harusnya Ayah ada disini.”
“Udah sayang, jangan nangis lagi.”
[] [] []
Hari yang sangat melelahkan membuat Fariq sudah terkapar di ranjang dengan baju ijab kabul tadi, bahkan sepatunya masih belum terlepas. Pria itu sudah tertidur di ranjang milik wanita yang baru saja menjadi istrinya. Rachel pun sama, ia juga merasa lelah namun menyempatkan diri untuk mengganti pakaiannya. Setelah itu Rachel melepaskan sepatu suaminya.
"Ya ampun. Kecapekan banget ternyata sampai sepatu nggak dilepas."
Merasa kasian melihat suaminya yang berkeringat walaupun AC sudah menyala. Wanita itu juga melepaskan beberapa kancing baju suaminya. Namun tiba-tiba ia kaget ketika mata Fariq terbuka.
"Rachel!"
"Mas!"
"Kamu mau ngapain?" tanya Fariq. "Belum malam, Hel. Nggak sabaran banget."
Plak!
Fariq mendapatkan pukulan pada dada bidangnya. "Apaan sih. Rachel cuma mau membuat tidur Mas nyaman."
"Kamu bohong 'kan."
"Mas, iiih."
Saat Rachel hendak berlalu pergi, tiba-tiba saja tangannya ditarik oleh Fariq membuat Rachel harus menimpa tubuh suaminya.
Perlahan Fariq membelai wajah wanita itu. "Kamu siap 'kan kalau kita memiliki anak?"
Mendengar pertanyaan suaminya, Rachel semakin gugup. "Ra-Rachel nggak akan ingkar janji, Mas ... Mas udah berhak sa-sama, Rachel."
"Cantik ... Harus nurut sama Mas ya."
"I-iya ..."