"Kamu tahu arti namaku?" Ucap Acel saat mereka duduk di pinggir pantai menikmati matahari tenggelam sore itu sembilan tahun yang lalu.
"Langit senja. Akash berarti langit yang menggambarkan keindahan langit senja." jawab Zea yang membuat Acel terkejut tak menyangka kekasihnya itu tahu arti namanya.
"Secinta itukah kamu padaku, sampai sampai kamu mencari arti namaku?"
"Hmm."
Acel tersenyum senang, menyentuh wajah lembut itu dan membelai rambut panjangnya. "Terimakasih karena sudah mencintaiku, sayang. Perjuanganku untuk membuat kamu mencintaiku tidak sia sia."
Air mata menetes dari pelupuk mata Zea kala mengingat kembali masa masa indah itu. Masa yang tidak akan pernah terulang lagi. Masa yang kini hanya menjadi kenangan yang mungkin hanya dirinya sendiri yang mengingatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenapa aku yang harus pergi?!
Sudah Zea tebak, tidak mungkin lelaki tua itu minta maaf semudah itu padanya tanpa ada masalah baru yang dia berikan. Ketakutan Zea akan kembali dikirim ke Negara asing benar benar menjadi kenyataan.
"Kali ini saya akan bertanggung jawab untuk kehidupan nona Zea. Ini rekening yang saya buatkan khusus untuk Nona. Sudah ada uang dua ratus juta didalamnya dan saya akan mengirimkan sebanyak dua puluh juta setiap bulannya sampai nona Zea menemukan seseorang yang baik dan menikah."
Kedua tangan Zea mengepal erat mendengar celoteh lelaki tua itu. Dia tidak habis pikir, mengapa dia harus pergi lagi hanya karena pernah memiliki hubungan dengan seorang Akash Ceilo Sandrio?
"Kenapa aku harus pergi lagi? Pak Han sudah menyebarkan cerita bohong yang berakhir membuat kak Acel membenciku, bukan? Lalu untuk apa aku pergi, sementara aku tidak akan pernah bisa kembali lagi dalam kehidupan kak Acel!"
"Maaf untuk cerita bohong itu, Nona. Nyonya Alia sangat khawatir semuanya terbongkar dan itu akan membuat tuan muda Acel semakin terluka. Bahkan mungkin tuan muda Acel akan sangat membenci Nyonya Alia. Apakah Nona tega membuat tuan muda Acel tersakiti sekali lagi oleh seseorang yang sangat dia sayangi?!"
Kalimat itu menggelitik hati Zea, namun dia hanya bisa menelan ludahnya dengan kasar.
"Karena hal itulah saya harus kembali mengirim nona Zea pergi lagi sejauh mungkin."
"Wah, hah... ternyata..." air matanya menetes tak terbendung lagi.
Pak Han iba melihat wanita malang itu, tapi apa boleh buat, Alia mengancam akan membunuh Zea, jika dia tidak bisa menyingkirkannya segera sejauh mungkin sebelum keberadaannya disadari oleh Acel.
"Lakukan sekali lagi demi tuan muda Acel, Nona! Tuan muda akan kehilangan semuanya jika dia sampai tahu kejadian yang sebenarnya. Nona sendiri tahu betapa tuan muda sangat menyayangi Mamanya dan sangat percaya bahwa Mamanya bukan Ibu yang buruk."
"Lalu, apa hubungannya dengan saya? Toh kak Acel juga sudah sangat membenci saya, wanita yang sudah kalian hancur leburkan tepat dihadapannya..."
"Tuan muda Acel akan hancur jika dia tahu cerita yang sebenarnya, Nona."
"Itu masalah kalian, bukan saya. Apa peduli saya dengan hancur atau tidaknya tuan muda Acel?! Hidup saya bahkan sudah kalian hancurkan, saya bahkan tidak bisa memiliki bayi..." kalimat itu tidak berlanjut, Zea membekap mulutnya karena dia hampir bicara lantang yang mungkin saja bisa mengganggu pelanggan yang sedang menikmati hidangan mereka.
"Saya harus kembali bekerja. Jangan pernah menemui saya lagi dan saya berjanji tidak akan pernah terlihat oleh tuan muda Akash Ceilo Sandrio selama saya berada di Negara ini!" Tegasnya sambil menghapus air matanya, lalu dia pergi meninggalkan Handi yang masih terdiam merasa bersalah pada wanita yang sebenarnya tidak salah apa apa.
.
.
.
Sesuai jadwal yang telah diatur oleh Lui, saat ini Acel dan Pricila duduk berhadapan di restoran berbintang tepatnya di VIP room. Keduanya terlihat seperti pasangan yang serasi, tampan dan cantik juga dari kelas atas.
"Tuan muda Akash selalu terlihat mempesona dan wangi. Aku kira itu hanya sekedar bualan semata dari wanita wanita yang mengagumi anda. Ternyata, anda benar benar mempesona dan sangat wangi." puji Pricila sambil meraih gelas berisi air putih.
"Mau menikah denganku?"
Pricila tertawa dengan gaya tawa anggunnya yang mempesona bagi setiap pria yang mengaguminya.
"Hidangan bahkan belum tersaji, kamu sudah mengajak menikah. Jangan terlalu buru buru, Acel."
"Aku tidak punya waktu untuk duduk manis menikmati makanan dimeja yang sama dengan wanita yang tidak mau menikah denganku."
Setiap kata kata yang keluar dari mulut Acel begitu tajam seperti gosip yang beredar selama ini. Pria ini terkenal sangat dingin pada wanita dan terkesan tidak berminat sama sekali berhubungan dengan wanita manapun. Dan malam ini, Pricila mendengar dan melihat sendiri sosok dingin dengan tatapan mata tajam namun memperlihatkan luka yang teramat dalam. Pricila, jatuh hati padanya.
"Aku tidak ingin menikah jika tidak ada cinta didalam pernikahan itu sendiri. Jadi, kalau kamu besedia memberikan hatimu untukku, maka aku setuju untuk menikah denganmu."
Acel tersenyum sinis, rupanya apa yang selama ini dia kira benar adanya bahwa perempuan ini menyukainya, hanya saja selama ini berpura pura tidak tertarik agar terlihat seperti wanita elegan dan tidak murahan seperti wanita lainnya yang berlomba lomba menggodanya.
"Kamu menginginkan hatiku?"
"Ya."
"Sebanyak apa?"
"Mmm, aku pikir aku menginginkan seutuhnya."
Acel tersenyum, tangannya naik meraba kancing kemejanya untuk melepaskan beberapa bagian kancing tersebut sehingga terlihatlah belahan dada bidangnya yang berotot itu. Pricila sedikit memiringkan pandangannya merasa tidak nyaman melihat dada telanjang Acel.
"Kenapa berpaling. Bukankah kamu menginginkan hatiku seutuhnya? Aku sudah mempersiapkan diri untuk merasakan tajamnya pisau yang akan kamu gunakan untuk membelah dadaku dan mengambil hatiku."
Mata Pricila menyipit dengan tarikan napas yang terdengar tidak beraturan setelah mendengar lelucon dari Acel yang sama sekali tidak lucu.
"Berhenti bermain main, Acel! Katakan apa yang kamu inginkan dariku sampai kamu mengundangku untuk makan malam seperti ini?!" Teriak Pricila marah.
"Aku sudah mengatakannya, menikahlah denganku. Aku butuh istri untuk bisa menjadi pemilik Sky grup. Tapi, aku sudah tahu jawabannya, jadi aku tidak akan menikahi wanita tamak seperti kamu."
Pricila mengangkat tangannya hendak menampar wajah Acel, tapi dengan cepat Acel menahan dengan mencekal pergelangan tangan rapuh itu.
"Tidak ada yang bisa menamparku, nona Pricila."
"Bajingan!"
"Kau mengataiku seperti itu karena tidak bisa memiliki hatiku seutuhnya, bukan? Murahan."
Acel membanting pergelangan tangan Pricila, lalu dia kembali merapikan kancing kemejanya, memakai jasnya dan melangkah pergi meninggalkan Pricila yang merasa kalah dan tidak terima dengan penghinaan itu.