seorang gadis "bar-bar" dengan sikap blak-blakan dan keberanian yang menantang siapa saja, tak pernah peduli pada siapa pun—termasuk seorang pria berbahaya seperti Rafael.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lince.T, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Langka di tengah bahaya
Malam semakin larut saat rencana Rafael mulai bergerak. Gudang senjata Darius, yang terletak di pinggiran kota, menjadi tujuan mereka malam itu. Rafael memimpin sendiri operasi ini—sebuah langkah yang jarang ia lakukan kecuali situasi benar-benar penting.
Liana duduk di kursi belakang SUV hitam yang melaju di jalan sunyi. Di sebelahnya, Marco sedang memeriksa senjata mereka untuk memastikan semuanya siap. Hati Liana tidak tenang. Sejak awal, ia sudah merasa bahwa ini terlalu berisiko, apalagi dengan kemungkinan jebakan yang mereka diskusikan sebelumnya.
“Lo yakin ini ide yang bagus?” tanya Liana, suaranya pelan tapi terdengar jelas di tengah keheningan mobil.
Rafael, yang duduk di kursi depan, menoleh sedikit ke belakang. “Kalau kita nggak ambil langkah ini, Darius akan terus berada di atas angin. Ini kesempatan kita buat ngubah permainan.”
“Tapi kalau ini jebakan?” desak Liana, mencoba menahan rasa khawatirnya.
Rafael menatapnya dengan tatapan penuh keyakinan. “Kalau itu jebakan, gue pastikan kita keluar hidup-hidup. Percaya sama gue.”
Meskipun kata-kata Rafael dimaksudkan untuk menenangkan, Liana tidak bisa menghilangkan perasaan cemas yang menyelimuti dirinya. Dunia ini, dunia yang penuh dengan kekerasan dan pengkhianatan, terlalu jauh dari apa yang biasa ia hadapi.
---
Sesampainya di dekat gudang senjata, Rafael memberikan perintah. Tim mereka terbagi menjadi dua kelompok—satu kelompok untuk menyerang langsung, sementara kelompok lainnya bersiap di jalur pelarian. Rafael ingin memastikan mereka memiliki rencana cadangan jika sesuatu berjalan tidak sesuai harapan.
Liana tetap bersama Rafael dan Marco di tim utama. Ketika mereka mendekati lokasi, suasana menjadi sunyi. Gudang itu tampak sepi, tetapi lampu-lampu yang menyala menunjukkan bahwa ada orang di dalamnya.
“Marco, lo masuk duluan dengan tim. Gue dan Liana akan masuk dari pintu belakang,” Perintah Rafael terdengar jelas dan tegas di tengah kegentingan malam itu.
Marco, yang sudah siap dengan timnya, memberi anggukan dan bergerak cepat menuju pintu utama gudang, sementara Rafael dan Liana bergerak ke pintu belakang. Keheningan malam dipenuhi hanya dengan langkah kaki mereka yang terdengar bergema di lorong gelap.
Liana bisa merasakan ketegangan yang meningkat di udara. Hati rasanya semakin berdebar. Ia merasa seperti berada di tempat yang salah, tapi di saat yang sama, ada rasa tidak bisa mundur lagi. Semua yang telah terjadi membawanya ke sini.
“Apa gue perlu pegang senjata?” tanya Liana, sambil menatap Rafael dengan serius.
Rafael menoleh, meliriknya sekilas sebelum tersenyum tipis. “Nggak usah. Lo cukup ikuti gue dan tetap di belakang. Gue bakal jaga lo.”
Namun, kata-kata Rafael itu tak sepenuhnya menenangkan. Liana tahu, meskipun ia hanya ikut di belakang, dia sudah terjebak dalam dunia yang penuh bahaya ini.
Setelah beberapa saat bergerak hati-hati di lorong belakang, mereka akhirnya tiba di area utama gudang yang luas. Beberapa lampu remang-remang menyinari tempat itu, dan dari kejauhan,Liana bisa melihat bayangan orang bergerak di dalam gudang yang gelap. Cahaya remang-remang dari lampu-lampu yang tergantung di langit-langit memberi ilusi bahwa dunia ini sedang berada dalam batas tipis antara kenyataan dan mimpi buruk. Di kejauhan, ia bisa melihat sosok-sosok bergerak, menandakan bahwa para pengikut Darius sudah bersiap menyambut kedatangan mereka.
Rafael berjalan dengan langkah tenang, meski di dalamnya ada ketegangan yang tak terucapkan. Matanya mengawasi setiap gerakan, setiap suara yang datang, sementara Liana mencoba menenangkan diri meski hatinya berdebar kencang. Ia tahu, apa pun yang terjadi, tak ada jalan mundur sekarang.
“Apa gue perlu pegang senjata?” tanya Liana dengan nada serius, merasa ketakutan mulai menguasai dirinya. Bagaimana tidak, dunia yang ia kenal kini sudah terbalik. Ia sudah jauh terjebak dalam situasi yang bahkan tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Rafael menoleh sejenak, matanya yang tajam menatapnya penuh perhatian. "Nggak usah. Cukup ikuti gue. Gue yang akan menjaga lo." Ia mengatakan itu dengan ketegasan yang luar biasa, seolah memberi jaminan bahwa semuanya akan baik-baik saja, meskipun Liana tahu kenyataannya jauh lebih kompleks.
Namun, kata-kata itu tidak bisa sepenuhnya menenangkan Liana. Ada ketidakpastian yang menghantui pikirannya. Mereka bergerak semakin dalam ke wilayah yang berbahaya ini, dan meski Rafael tampak tenang, ia tahu bahwa segala sesuatu bisa berubah dalam sekejap. Keputusan yang diambil pada malam ini akan menentukan segalanya.
Liana terus mengikuti Rafael, menghindari benda-benda yang berserakan di lantai dengan hati-hati. Saat mereka semakin mendekati ruang utama, suasana semakin tegang. Semua lampu di gudang kini nyaris mati, hanya ada beberapa cahaya redup yang memberi gambaran samar akan situasi yang semakin genting.
Tiba-tiba, suara berat Darius terdengar memecah keheningan. “Jadi lo akhirnya datang, Rafael,” suaranya menggema, penuh dengan ketegangan yang tak terbantahkan.
Rafael menanggapi dengan tenang, tidak menunjukkan sedikit pun kekhawatiran. “Lo pikir gue bakal mundur begitu Viktor gue tangkap? Lo salah besar, Darius.”
Darius tertawa sinis dari atas, suaranya seperti menyebar ke seluruh ruangan. “Lari? Kenapa harus lari? Gue tahu lo bakal datang, dan ini adalah waktunya untuk gue menunjukkan siapa yang benar-benar menguasai kota ini. Lo sudah terlambat, Rafael.”
Liana merasa semakin terperangkap dalam perbincangan itu. Ini bukan hanya sekedar pertempuran antara dua kelompok, tapi pertarungan untuk kontrol dan kekuasaan yang lebih besar. Darius sudah mempersiapkan ini sejak awal, dan ia merasa seperti mereka sedang berada di ujung jurang yang tak terlihat.
Saat Liana menoleh ke samping, ia melihat beberapa pria bersenjata muncul dari balik bayangan. Semuanya bergerak dengan cepat dan terkoordinasi, siap untuk menyerang. Rafael, yang sudah bersiap, menarik pistolnya dalam sekejap, menembak dengan akurasi yang mematikan. Salah satu pria bersenjata yang mencoba mendekat langsung jatuh ke lantai dengan darah menyembur keluar dari dadanya.
Liana hampir terpekik, terkejut melihat betapa cepatnya semuanya terjadi. Rafael seolah tahu setiap langkah yang akan diambil oleh musuhnya, dan ia bertindak lebih cepat dari mereka.
Namun, serangan tidak berhenti begitu saja. Begitu Rafael menembak, satu per satu anak buah Darius keluar dari bayangan, senjata terangkat tinggi. Rafael memberi isyarat kepada Liana untuk tetap berada di belakangnya, dan ia terus bergerak, menembak, dan menghindari setiap serangan dengan lihai.
Liana mencoba untuk tetap tenang meski hatinya terus berdebar kencang. Semua yang ia ketahui tentang dunia ini, tentang Rafael, dan tentang dirinya sendiri seolah lenyap begitu saja. Apa yang ia pikirkan sekarang adalah bertahan hidup dan mengikuti petunjuk Rafael—tanpa banyak berpikir tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Ayo, Liana, ikut gue!” Rafael berteriak di tengah keributan. Ia menarik Liana lebih jauh, menuju pintu belakang. Suasana semakin kacau, suara tembakan saling bersahutan, dan tubuh-tubuh yang jatuh semakin banyak bertebaran di lantai. Liana berlari secepat yang ia bisa, mengikuti Rafael yang sudah beberapa langkah lebih depan.
Mereka menuju ke area belakang gudang, tempat mobil sudah menunggu. Rafael terus mengarahkan Liana, tak memberi kesempatan bagi siapa pun untuk mendekat. Sebelum mereka bisa mencapai pintu belakang, seorang pria bersenjata muncul dari sudut, dan dengan cepat menembakkan senjatanya ke arah mereka.
Namun, sebelum apa pun terjadi, Rafael bergerak gesit dan menembak pria itu tepat mengenai sasaran. Pria itu jatuh ke lantai dengan suara keras, tubuhnya tergeletak tak bergerak.