Kimberly atau dipanggil Lily usia 21 tahun gadis tangguh yang memiliki bela diri tingkat tinggi dan kecerdasan di atas rata-rata. Mempunyai Alter Ego bernama Emily, orang yang dingin, terkejam tanpa ampun terhadap musuhnya, tidak mempunyai hati. Emily akan muncul apabila Lily dalam keadaan sangat bahaya. Namun konyolnya, Lily mati karena bola susu yang tersangkut di tenggorokannya ketika sedang tertawa terbahak-bahak karena melihat reality show Korea favorit nya.
Lily terbangun di tubuh Kimberly Queeni Carta, pewaris tunggal keluarga Carta, konglomerat no 02 di Negara nya. Mempunyai tunangan bernama Max yang tidak menyukainya dan terang-terangan menjalani hubungan dengan Lolita.
Kimberly sekarang bukanlah Kim si gadis lemah dan penakut seperti dulu. Kimberly menjadi sosok yang menakutkan dan membalikkan penghinaan.
Kimberly bertemu dengan Davian Isandor Dhars, tunangan masa kecilnya yang dingin dan diam-diam selalu melindunginya.
Akankah Lily akan menemukan cinta sejati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Manjanya Lily
Setelah berbincang dengan Davian, hatinya terasa ringan, namun begitu melihat kedua orang tuanya, Papa Nathan dan Mama Selena, berada di dalam ruangan yang sama, ia merasa sedikit canggung tapi tetap ingin menjalin kedekatan lebih.
Dia menatap mereka dari tempat tidur, kedua tangan disilangkan dengan sikap santai tapi hangat. "Ma... pa...," Lily memanggil dengan suara lembut namun penuh semangat, mencoba menarik perhatian mereka. "Kenapa kalian duduk jauh begitu? Hayo, pada ngomongin apa, sih?" Tanyanya penuh kelakar, karena melihat mereka berdua tidak mengatakan sepatah kata pun setelah Davian pergi.
Papa Nathan tersenyum lembut, menatap Mama Selena, sebelum mengalihkan pandangannya ke Lily yang terlihat semakin terbuka dan akrab dengan mereka. Seperti ada perubahan yang nyata dalam diri anak perempuannya.
Mama Selena tersenyum lembut dan berjalan mendekati tempat tidur putrinya. "Kamu tadi kelihatan serius banget, jadi kami biarkan saja. Kami pikir, kamu mungkin sedang mengingat sesuatu yang penting. Eh, melamun apa sih?" Tanyanya sambil melipat tangannya di depan dada, menggoda sedikit.
Lily tertawa kecil mendengar pertanyaan sang ibu. "Melamun? Aduh, nggak kok," jawabnya dengan nada santai. "Aku cuma mikir-mikir aja... banyak hal yang harus aku perbaiki." Sesekali ia mengarahkan pandangan matanya ke luar jendela, yang kini mulai gelap, langit jingga berganti menjadi gelap.
Namun, ada keheningan singkat yang mengikuti. Lily mengganti ekspresinya menjadi lebih serius, meskipun tidak melupakan senyumnya yang hangat. "Aku cuma berpikir banyak hal sekarang, ma, pa. Banyak yang belum selesai... tapi aku tahu, aku akan lewatin semuanya. Dengan kalian, tentu."
Mama Selena segera duduk di sisi tempat tidur, mengelus tangan Lily dengan penuh kasih sayang. "Kami tahu, putriku sayang. Kadang kita perlu waktu untuk merenung." Suaranya pelan, penuh ketulusan. "Tapi jangan lupa, kita selalu di sini buatmu. Apapun itu, kami akan selalu ada."
Papa Nathan ikut mendekat, meletakkan tangannya di bahu Lily, sedikit lebih keras dibandingkan sebelumnya. "Benar, putri kami. Kami selalu mendukung keputusanmu. Apa pun itu, kalau itu membuatmu bahagia, kami pasti selalu ada."
Senyuman di wajah Lily semakin lebar mendengar ucapan orang tuanya. Ada kehangatan yang menyentuh hatinya, membuatnya semakin merasa bahwa dia tidak sendiri. "Aku cuma merasa kalian sudah lama jauh dariku," Lily berkata dengan suara lembut, hampir berbisik. "Tapi sekarang aku ingin semuanya lebih dekat. Aku nggak ingin lagi punya jarak dengan kalian."
Mama Selena tertegun mendengar kata-kata itu. "Sayang, kita nggak jauh kok." Ia meraih pipi Lily, sedikit memanaskan suasana di ruangan itu dengan kelembutannya. "Apalagi setelah kamu melalui banyak hal, kami semakin sadar betapa pentingnya setiap detik bersama-sama. Setiap detik waktu itu sangat berharga."
Sementara itu, Papa Nathan, dengan senyum yang lebih tenang, duduk di kursi dekat ranjang Lily, mulai berbicara sedikit serius. "Memang terkadang hidup bisa membuat kita sibuk, tapi hubungan keluarga tak pernah berubah. Setiap saat yang kita habiskan bersama adalah waktu yang sangat berharga."
Lily merasa sangat dihargai, dan dalam hati ia mulai merasakan kenyamanan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Percakapan hari itu sangat berbeda dibandingkan dengan yang lain sebelumnya. Keluarga mereka kini benar-benar seperti satu kesatuan yang saling mendukung. "Aku tahu kalian mencintaiku," ucapnya penuh emosi. "Aku cuma... ingin perbaiki semuanya sekarang."
Keheningan kembali meliputi mereka. Mama Selena merasakan kedekatan itu, lalu berkata lembut, "Kami sangat bangga padamu, sayang. Jangan ragu untuk berbagi beban dengan kami, apapun itu."
Tapi, sebelum Lily bisa memberikan jawaban, suasana menjadi lebih ringan begitu dia teringat sesuatu.
"Om, Ma," Lily tiba-tiba memanggil dengan sikap manja namun sangat menggoda, "Kalau boleh, besok kirimkan aku lagi kue manis itu ya? Yang tadi, sudah habis dimakan sama aku," kata Lily sambil menggoda sambil mengedipkan mata nakal, sangat berbeda dengan kepribadian yang dulu.
Papa Nathan dan Mama Selena saling bertukar pandang, bingung sejenak. Mereka berdua lalu tertawa kecil, merasa terkejut melihat sisi Lily yang begitu santai. Mama Selena berkomentar ringan. "Jadi kamu meminta makanan pada kami, sayang? Tapi... kalau itu permintaan dari kamu, kita nggak akan bisa menolaknya, kan?"
Papa Nathan juga tertawa seraya menjawab dengan penuh kebanggaan, "Kalau itu untuk anak kami, tentu tidak akan ada kata 'tidak', kan? Kami pasti akan siapkan kue manis yang kamu inginkan, seperti biasa."
Lily tersenyum lebar dan mengangguk pelan, puas dengan respons kedua orang tuanya yang cepat mengabulkan permintaannya. Hatinya terasa senang. Dia bisa melihat bagaimana sikapnya yang lebih terbuka semakin meredakan jarak di antara dirinya dengan orang tuanya.
Seakan merasakan apa yang ada di hati Lily, Mama Selena sedikit bergurau, "Tapi jangan bikin kami kehabisan ya, kalau terus-terusan ngidam terus begini!"
Lily tertawa ringan, merasa rileks. "Tentu! Bisa minta stok untuk seluruh rumah sakit kalau perlu, hahaha," jawabnya santai.
Ketiganya pun tertawa bersama, hangat sekali, membawa kehangatan yang luar biasa setelah waktu yang lama terasa terpisah. Lily merasakan, untuk pertama kalinya dalam beberapa waktu, segalanya kembali pada tempatnya.
Lily yang kini merasa lebih akrab dan nyaman dengan orang tuanya, terlihat semakin manja dari biasanya. Kali ini, wajahnya penuh dengan kegembiraan dan keceriaan yang terpancar jelas. Mama Selena melihat ini dan tersenyum penuh kasih sayang. "Apa lagi yang kamu mau, sayang?" tanyanya sambil mengusap rambut Lily, merasa heran dengan perubahan putrinya yang lebih terbuka dan ramah.
Dengan ekspresi wajah penuh gurauan, Lily menjawab sambil mengedipkan mata. "Emmm, mau duit."
Keduanya terkejut mendengarnya, tapi Mama Selena segera mengangkat alis, menanggapi dengan tawa ringan, "Oh, ya? Mama lupa kalau dompetmu ada di mama," jawabnya santai sambil berdiri dan merogoh-rogoh dompet di dalam tas.
Beberapa detik kemudian, Mama Selena berhasil menemukan dompet Lily dan memberikannya kepada putrinya. Lily dengan penuh semangat membuka dompet itu, lalu sedikit terkejut ketika melihat uang cash yang ada hanya sebanyak 50 ribu.
"Pa... Maa... Bagi duit dong," kata Lily dengan suara manja dan ekspresi wajah merengek, membuat suasana semakin hangat dan kocak.
Papa Nathan dan Mama Selena saling bertukar pandang, seakan tak percaya melihat Lily yang tiba-tiba jadi begitu manja. Mereka tidak bisa menahan senyum, bahagia melihat sisi lain dari putri mereka yang selama ini pendiam dan tertutup. "Wah, baru juga selesai dari rumah sakit, udah minta duit," kata Papa Nathan dengan senyum lebar.
Lalu Papa Nathan sedikit melongo sambil bertanya, "Bukankah kartu kamu banyak sayang? Apa kurang?"
Lily menarik napas panjang dan bergumam malas, "Hadeeh, Pa, Ma, duit 50 ribu dari mana? Aku mau cash, ya kali beli camilan 5 ribu pakai kartu... hellooooooo." Suaranya mengeluh berlebihan, seperti baru sadar betapa tidak praktisnya memiliki kartu jika belum ada uang cash. Sikapnya yang sangat manja kini membuat suasana semakin akrab dan riuh di ruang perawatan tersebut.
Keduanya tersenyum, dan dengan senyum lebar, Papa Nathan mengeluarkan uang 500 ribu dari dompetnya lalu memberikannya kepada Lily. "Nih, uangnya. Jangan banyak-banyak nanti papa kehabisan duit," ujar papa sambil bercanda.
Namun, Mama Selena yang sudah mengetahui kebiasaan putrinya, juga merasa semakin terharu melihat perubahan Lily. Terkadang memang ada saat-saat yang membuat mereka lebih ingin memanjakan anak mereka.
"Apa lagi yang kamu butuh, sayang?" tanya Mama Selena, dengan nada yang lebih lembut.
Lily, dengan tingkah manja dan penuh humor, mengeluarkan dua permintaan yang terdengar lebih seperti 'kenyamanan pribadi' baginya. "Aku juga mau setelan baju tidur yang nyaman, kaos dan celana santai... bosen banget pakai baju rumah sakit seperti permen blaster semua." Lily mencibir sedikit ketika membayangkan warna dan motif rumah sakit yang monoton. "Baju rumah sakit ini bener-bener membosankan," keluhnya, mencoba menggoda mereka untuk segera mengabulkan permintaannya.
Dan masih dengan sikap cerianya, Lily melanjutkan, "Oh iya, mama... tolong belikan juga serangkaian skincare JK7. Aku butuh banget... yang harganya, yah... cukup mahal sih, tapi kualitasnya nggak diragukan lagi, kan?" Sambil sedikit bersyukur dalam hati karena tahu orang tuanya yang kaya raya pasti akan mendukung keinginannya. Dulu, sebelum kehidupannya yang baru ini, Lily sangat suka memanjakan diri dengan berbagai alat makeup dan skincare yang terbaik. Kini, meski ia hidup dalam dunia yang berbeda, kebiasaan itu tak bisa langsung hilang begitu saja.
Mama Selena tertawa kecil mendengar permintaan kedua dari putrinya. "Kalau kamu sudah mulai mikirin skincare lagi, mama rasa kamu memang benar-benar sembuh," kata Mama Selena sambil tersenyum puas, kemudian melihat Papa Nathan yang masih sibuk mengocok uang sisa di dompetnya. "Baik, baik. Kita akan belikan yang kamu butuhkan, sayang."
Papa Nathan, yang selalu mengikuti keinginan Mama Selena, memberi restunya, "Iya, sayang, kamu memang pantas mendapatkannya. Jangan lupa bilang sama mama ya, supaya bisa belikan kamu yang terbaik."
Lily tersenyum lebar, sangat menikmati perhatian dari kedua orang tuanya yang begitu pengertian. "Terima kasih, Pa! Ma!" jawabnya dengan penuh antusias.
Namun dalam hatinya, Lily tahu bahwa permintaannya ini bukan hanya tentang material, melainkan tentang bagaimana ia ingin beradaptasi dan merasakan kedekatan dengan orang tua setelah berbulan-bulan bahkan bertahun tahun yang seperti menjaga jarak. Sebuah kebiasaan baru yang diajarkan keluarga yang penuh kasih sayang dan perhatian, yang mampu mengubah cara pandangnya tentang hidup dan hubungannya dengan orang-orang terdekat.
Lily tahu, dengan orang tuanya di sisi, ia tak akan pernah merasa sendirian lagi.
mantap grazy y
lanjut lagi Thor...