Elle, seorang barista di sebuah kedai kopi kecil di ujung kota, tanpa sengaja terlibat perselisihan dengan Nichole, pemimpin geng paling ditakuti di New York. Nichole menawarkan pengampunan, namun dengan satu syarat: Elle harus menjadi istrinya selama enam bulan. Mampukah Elle meluluhkan hati seorang mafia keji seperti Nichole?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Absolute Rui, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23: Api dan Asa
Kabut pagi menutupi dataran kota yang kini menjadi medan perang. Gudang tua, jalan-jalan sempit, dan gedung-gedung yang dulu kokoh kini berubah menjadi puing-puing yang diam seribu bahasa. Suara tembakan yang tiada henti di malam sebelumnya telah mereda, menyisakan hanya keheningan yang menyesakkan.
Nichole, yang sudah hampir pulih dari luka-lukanya, berdiri di balkon rumah aman tempat mereka bersembunyi. Ia memandang ke kejauhan, melihat asap hitam membubung di udara, seperti simbol kehancuran yang tak dapat dihindari. Namun, di tengah kehancuran itu, sebuah tekad menguat dalam dirinya. Ia tahu bahwa akhir dari semua ini sudah dekat, dan ia harus bersiap untuk menghadapinya.
Elle muncul dari balik pintu, membawa secangkir teh hangat. Wajahnya yang biasanya ceria kini dipenuhi gurat-gurat kelelahan, tapi senyumnya masih ada, meskipun samar.
“Minum ini,” katanya sambil menyerahkan cangkir itu pada Nichole. “Kau harus menjaga energimu.”
Nichole menerima cangkir itu dengan senyum tipis. “Terima kasih, Elle. Kau selalu tahu apa yang kubutuhkan.”
Elle tersenyum kecil, lalu duduk di kursi di samping Nichole. Keduanya menikmati momen singkat itu dalam keheningan, hanya suara angin yang terdengar.
“Apa menurutmu semua ini akan segera berakhir?” tanya Elle, suaranya pelan tapi penuh harapan.
Nichole menatapnya, lalu mengangguk. “Akan berakhir, Elle. Tapi tidak dengan sendirinya. Kita harus memastikan bahwa kita menyelesaikan apa yang kita mulai. Mereka sudah cukup lama mengendalikan hidup kita. Sekarang giliran kita untuk mengambil kendali.”
Elle mengangguk pelan, meskipun keraguan masih membayangi hatinya. “Aku takut, Nichole. Takut kehilanganmu.”
Nichole meletakkan cangkirnya, lalu menggenggam tangan Elle dengan lembut. “Kau tidak akan kehilangan aku, Elle. Aku berjanji. Apa pun yang terjadi, aku akan kembali padamu.”
Elle menatap mata Nichole, dan untuk sesaat, dunia yang hancur di sekitar mereka seolah menghilang. Hanya ada mereka berdua, dalam keheningan yang penuh makna. Elle tahu bahwa Nichole bukan hanya sahabat baginya. Ia adalah alasan Elle bertahan sejauh ini.
Nichole mengusap punggung tangan Elle dengan lembut. “Kita akan melewati ini bersama. Percayalah padaku.”
Elle hanya mengangguk, tidak mampu berkata-kata. Ia tahu bahwa kata-kata tidak cukup untuk menggambarkan apa yang ia rasakan saat ini.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Beberapa jam kemudian, di ruang pertemuan kecil di rumah aman itu, Victor berdiri di depan papan penuh peta dan foto-foto. Ia menjelaskan rencana terakhir mereka kepada Nichole, Elle, dan beberapa anggota tim kecil yang tersisa.
“Ini adalah saatnya,” kata Victor, suaranya tegas dan penuh keyakinan. “Kita sudah cukup lama bertahan. Sekarang, kita harus menyerang. Markas utama mereka ada di gedung pencakar langit itu.” Ia menunjuk sebuah titik di peta. “Di sana, mereka menyimpan data dan dokumen yang bisa membongkar operasi rahasia mereka. Jika kita bisa mendapatkan itu, kita bisa menghentikan mereka untuk selamanya.”
Nichole mengangguk. “Apa rencana kita?”
Victor melanjutkan. “Kita akan membagi tim menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama akan menyerang langsung dari depan untuk mengalihkan perhatian mereka. Kelompok kedua akan memasuki gedung melalui terowongan bawah tanah. Dan kelompok ketiga...” Victor menatap Nichole. “Itu tugasmu. Kau akan memimpin serangan langsung ke ruang pusat data. Hanya kau yang cukup tangguh untuk menyelesaikan tugas ini.”
Nichole mengangguk tanpa ragu. “Aku siap.”
Elle memandang Victor dengan cemas. “Dan aku? Apa tugasku?”
Victor ragu sejenak, lalu berkata, “Elle, kau akan tetap di sini. Kau sudah cukup membantu sejauh ini, tapi tempatmu bukan di medan perang.”
“Aku tidak akan tinggal diam di sini!” kata Elle, suaranya penuh emosi. “Nichole akan berada di sana, menghadapi bahaya. Aku tidak bisa hanya duduk dan menunggu!”
Victor menatap Elle dengan tajam. “Ini bukan soal keberanianmu, Elle. Ini soal keselamatanmu. Jika sesuatu terjadi padamu, Nichole tidak akan bisa fokus pada misinya.”
Nichole mencoba menenangkan Elle. “Elle, Victor benar. Aku butuh kau di tempat yang aman. Tapi aku berjanji, aku akan kembali. Kau harus percaya padaku.”
Elle akhirnya mengangguk dengan enggan, meskipun hatinya masih penuh dengan rasa takut dan cemas.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Ketika malam tiba, tim kecil mereka bergerak menuju gedung yang menjadi markas besar musuh. Langit malam gelap tanpa bintang, seolah mencerminkan ketegangan yang memenuhi udara.
Nichole memimpin kelompoknya melalui terowongan bawah tanah, seperti yang direncanakan. Ia merasa adrenalin mengalir dalam tubuhnya, mempersiapkan dirinya untuk pertempuran terakhir ini.
Di dalam gedung, suasana mencekam. Koridor panjang yang diterangi lampu redup terasa seperti labirin tanpa ujung. Namun, Nichole tetap melangkah dengan tekad kuat, sementara suara ledakan dan tembakan dari luar menunjukkan bahwa kelompok pertama telah mulai menyerang.
Ketika akhirnya mereka mencapai ruang pusat data, Nichole tahu bahwa inilah saatnya. Namun, di dalam ruangan itu, seseorang sudah menunggunya—Zeke.
“Aku tahu kau akan datang,” kata Zeke dengan senyum licik. “Kau memang keras kepala, Nichole. Tapi ini adalah akhir dari jalanmu.”
Nichole mengangkat senjatanya, matanya penuh dengan tekad. “Tidak, Zeke. Ini adalah akhir dari jalanmu.”
Pertempuran pun dimulai. Tembakan dilepaskan, suara dentingan logam bergema di ruangan itu. Nichole bergerak dengan kecepatan dan ketangkasan yang luar biasa, menghindari serangan Zeke sambil mencoba mencari cara untuk mengalahkannya.
Di luar gedung, kelompok Victor berhasil membuat kekacauan yang cukup untuk mengalihkan perhatian musuh. Namun, mereka tahu bahwa waktu mereka terbatas.
Di dalam ruang pusat data, Nichole akhirnya berhasil menjatuhkan Zeke setelah pertempuran sengit. Dengan nafas terengah-engah, ia berlari menuju konsol utama dan mulai mengunduh data yang mereka butuhkan.
Namun, saat proses pengunduhan hampir selesai, suara langkah kaki terdengar. Nichole berbalik dan melihat wanita misterius yang pernah muncul di gudang.
“Kau benar-benar berani, Nichole,” kata wanita itu dengan senyum dingin. “Tapi keberanianmu tidak akan menyelamatkanmu kali ini.”
Nichole mengangkat senjatanya, tapi wanita itu hanya tertawa. “Kau tidak tahu siapa aku, bukan? Aku lebih dari sekadar musuhmu.”
Nichole menatapnya dengan tajam. “Aku tidak peduli siapa kau. Aku hanya tahu satu hal—aku akan menghentikanmu.”
Dengan keberanian yang luar biasa, Nichole melawan wanita itu, meskipun ia tahu bahwa kekuatan wanita itu jauh di atas dirinya. Pertempuran itu berlangsung sengit, penuh dengan serangan dan penghindaran yang mematikan.
Namun, pada akhirnya, Nichole berhasil mengungguli wanita itu dengan taktik yang cerdik. Ia berhasil melumpuhkannya dan menyelesaikan pengunduhan data tepat waktu.
Ketika Nichole keluar dari gedung dengan data di tangannya, ia disambut oleh Victor dan anggota tim lainnya.
“Kau berhasil,” kata Victor, senyumnya penuh kebanggaan.
Nichole mengangguk, meskipun tubuhnya terasa lelah. “Ini baru permulaan. Tapi kita sudah membuat langkah besar.”
Ketika mereka kembali ke rumah aman, Elle menyambut Nichole dengan pelukan erat. “Aku tahu kau akan kembali,” katanya sambil menahan air mata.
Nichole tersenyum dan membalas pelukan itu. “Aku berjanji, bukan?”
Malam itu, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, mereka merasa ada harapan. Meskipun perang belum sepenuhnya usai, mereka tahu bahwa mereka telah membuat kemajuan besar. Dan bersama-sama, mereka akan terus berjuang hingga akhir.
...To be Continued...
Aku membaca sampai Bab ini...alurnya bagus cuma cara menulisnya seperti puisi jdi seperti dibuat seolah olah mencekam tpi terlalu..klo bahasa gaulnya ALAY Thor...maaf ya 🙏...Kisah yg melatar belakangi LN dn itu soal cium" ketua mafia hrsnya lebih greget ngak malu"... klo di Indonesia mungkin sex tdk begitu ganas krn kita mengedepankan budaya timur..ini LN sex hrnya lbih wau....dlm hal cium mencium..ini mlah malu" meong 🤣🤣🤣🤣🤣