Mika dan Dena dua teman masa kecil yang dipertemukan kembali lewat dunia yang nyatanya tak seluas itu, dikehidupan berikutnya keduanya malah kembali menjadi musuh dalam selimut dan lupa dengan identitas satu sama lain dimasa lalu, siapakah yang akan sadar duluan dengan hubungan lama mereka, atau justru keduanya malah tak akan pernah ingat dan kenangan manis dulu hilang lenyap begitu saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chacasdks, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hujan dan Secercah Harapan
Rintik hujan sejak satu jam tadi belum juga berhenti, juga udara yang perlahan mulai terasa dingin perlahan masuk menerpa kulit manusia yang kini tengah meneduh dibawah atap pinggir toko, decakan kesal disertai keluhan tak jarang terdengar begitu basah sebab air yang menyiprat mengenai tubuh atau baju dari manusia yang tengah berteduh. Namun tak semua membenci air yang sifatnya basah itu, sebab ada beberapa manusia yang malah tersenyum ketika hujan mulai turun membasahi tanah, karena hujan menyimpan cerita sendiri dikisah mereka.
"gue kejebak hujan Wan, tapi bentar lagi kayaknya reda deh" ucap Mikayla pada Wanda di seberang telponnya. kepalanya juga ikut mengadah, melihat langit yang masih setia dengan hujannya namun perlahan mulai menampakkan setitik cahayanya. "yaudah gampang, nanti kalau udah mau ke tempat lo gue kabari lagi ya" lanjutnya sebelum telpon diantara keduanya ia putus.
Mikayla letakkan kembali benda pipih itu kedalam kantong celananya, dan kembali menatap langit dibalik kaca cafe tempatnya menunggu hujan reda sambil minum coklat hangat kesukaannya. Langit pukul empat sore yang Mika pandangi sebenarnya tak akan segelap ini jika tidak hujan, agenda hari ini masih cukup panjang, ia masih ada janji untuk pergi membeli hadiah ulang tahun untuk Salsa, namun semuanya harus sedikit terhambat sebab cuaca yang belakangan ini tak bisa ditebak.
Bunyi notifikasi yang tak sekali buat ponsel Mika kembali bergetar, Mika mau tak mau harus kembali merogoh sakunya, takut-takut ada info atau pesan penting yang ia lewatkan. Namun bukannya informasi atau pesan penting yang ia dapat, Mika malah dibuat heran dengan tingkah Ibunya, sebuah pesan untuk kencan buta lagi-lagi Ibunya kirimkan, Mika tak balas pesan tersebut, ia malah kembali letakkan ponselnya dan memilih untuk menikmati minuman coklat yang akan habis dalam beberapa teguk lagi.
"kursi nya kosong kan Mbak?" Mikayla hanya mengangguk sebagai jawaban, dirinya bahkan tak menoleh pada sumber suara, ia masih asik melihat langit yang kembali gelap dengan rintik air yang menemani.
"kamu ngeliatin apa sih Mik?" dahi Mika mengerut, suara yang tak asing baginya lagi-lagi terdengar begitu dekat, Mika menggeleng kecil, berusaha sadar akan apa yang barusan di dengar nya, ekor matanya perlahan melirik ke asal suara, sembari merapal dalam hati agar apa yang didengarnya hanyalah sebuah ilusi, namun kali ini doa Mika tak dikabulkan, pemilik suara yang Mika tebak benar kini tengah duduk tepat di depannya.
"kok Pak Dena ada disini?"
"ini kan tempat umum Mika," balas Dena, kali ini dengan senyum yang ia tahan, sebab mendengar pertanyaan Mika. Gadis itu terkekeh canggung, merutuki pertanyaan konyolnya. Benar juga sih dengan jawaban Dena,cafe ini memang terhitung tempat yang semua orang bisa datangi, hanya saja bukan itu jawaban yang ia ingin dengar. "saya mau ketemu teman saya Mika, dan kebetulan tempat ketemunya disini" lanjut Dena.
Mika ber-oh ria mendengar jawaban Dena, ia lantas kembali menyeruput minuman coklatnya, berniat menghabiskan minumannya lebih cepat dari rencana sebelumnya, "kamu sendiri ngapain disini?" kali ini gantian, Dena dengan kemampuan basa-basi nya yang jelek mencoba balik bertanya.
"ini kan tempat umum Pak" balas Mika usil, sama dengan jawaban Dena sebelumnya, buat laki-laki itu mendengus kesal, sekaligus tersenyum pasrah, dan untuk kesekian kalinya Mika adalah orang yang dapat melihat senyum manis milik Dena lagi. "iseng ya kamu" ujar Dena masih dengan kekehan kecil yang tanpa Mika sadari jika dirinya juga ikut tersenyum.
"saya lagi neduh Pak sambil nunggu hujan reda, sebenarnya kalau gak hujan saya sudah di tempat teman saya, cuma karena hujan yaudah sekalian kesini minum coklat panas, cafe ini enak tau Pak coklatnya, bisa dibilang ini tempat kesukaan saya," ucapan Mika terhenti, ia menggigit bibirnya, tak melanjutkan ucapannya lagi ketika ia mulai sadar jika ia terlalu banyak berucap. "udah bicaranya? Kok berhenti?" tanya Dena tanpa ada unsur apapun.
"maaf ya Pak kalau tadi saya banyak bicara" balas Mika lirih, sebab bagi dirinya, pertanyaan Dena barusan terdengar seperti berupa sindiran halus. "kok Minta maaf, dari tadi saya dengerin kok"
Mika menggigit pipi dalamnya, mencoba menahan sebisa mungkin agar senyumnya tak merekah, balasan Dena entah mengapa buat sebuah rasa aneh muncul di perutnya, perasaan geli bak tengah menggelitiknya saat ini, Mika sekarang paham jika nada bicara serta raut wajah yang selalu Dena tampakkan selama ini bukanlah sebab pria itu tengah marah, tapi karena memang tercipta seperti itu. Dengusan geli sedikit terdengar ketika Mika akhirnya paham seperti apa Dena sebenarnya. Rasa ketidaksukaan terhadap Dena nampaknya mulai berkurang tanpa Mika sadari.
"udah si Pak sebenarnya, sekarang saya dong yang gantian bertanya, boleh?" Mika mengajukan pertanyaan pada Dena bak tengah dalam forum diskusi ketika di kelas, nada bicaranya khas sekali terdengar, mengundang kekehan kecil si Dosen, "boleh, mau bertanya apa Mikayla?"
Mikayla tak bisa menahan senyumnya kali ini, Dena si Dosen yang selalu buat ia kesal kali ini malah jadi salah satu alasan buat senyumnya merekah, bagaimana tidak, keduanya kini tengah berbincang dengan bahasa yang kelewat formal, persis ketika tengah berada di kelas. "katanya tadi mau ketemu teman, tapi kok malah cari tempat yang sudah ada orang nya?"
Dena menegakkan posisi duduknya, pertanyaan yang Mika ajukan disetiap pertemuan dapat ia temukan jawabannya, namun untuk pertanyaan kali ini Dena tak yakin apakah jawabannya akan terdengar meyakinkan, sebab dirinya sendiri pun tak tahu mengapa ia memilih duduk satu meja dengan Mikayla.
"saya tadi datang kesini diwaktu cafenya ramai, dan saya diarahkan ke meja ini, saya sendiri tidak tahu kalau kamu ada di meja ini sebelumnya" jelas Dena, yang sudah tentu berbohong. Mika masih menatap pria itu dengan tatapan tak percaya, sebab Mika sendiri sudah sering ke tempat ini dan kita bebas memilih tempat, dan lagi pula Mika sadar kok sejak tadi meja disekitarnya masih ada yang kosong. Tapi untuk kali ini sepertinya Dena beruntung sebab Mika adalah orang yang gampang dibohongi. "oke deh kalau gitu, terima kasih atas jawabannya, Pak Dena"
Notifikasi ponsel Mika terdengar lagi, buat Mika yang tadinya ingin mengajukan beberapa pertanyaan lagi akhirnya mengurungkan niatnya, ia lalu mengambil ponselnya dan melihat nama Wanda tertera disana. "sepertinya saya harus pergi duluan Pak" ujar Mika tiba-tiba.
"kok pamit?" Mika tak menjawab ia hanya menunjuk gelasnya yang sudah kosong dengan lirik matanya, dan mengalihkan kembali pada langit yang sudah mulai menampakkan cahayanya "hujannya sudah berhenti Pak, lagian waktu saya tinggal sedikit, habis ini mau ngerjain tugas Bapak lagi" Dena menggelengkan kepalanya mendengar balasan Mika yang ia yakin merupakan sindiran halus baginya.
Namun jauh di hati Dena ia masih ingin agar Mika bisa sedikit lebih lama duduk bersamanya seperti saat ini. "yaudah gih sana kerjain tugas dari saya" tapi apa daya malah kalimat ini yang keluar dari mulut Dena, pria itu memang hebat dalam hal apapun, tapi kalau urusan hati Dena super payah.
"saya duluan ya Pak, terima kasih sudah duduk menemani saya" ujar Mika sembari berdiri perlahan dari duduknya, Dena mengangguk sebagai jawaban, alih-alih menahan gadis itu dengan topik menarik lain, Dena malah mengangguk mempersilahkan, namun Dena tak bisa egois, semua manusia punya kesibukannya masing-masing.
"hati-hati ya"
"Bapak juga, pulangnya hati-hati ya"
Akan banyaknya rasa manis yang sudah Mika rasakan, rasa-rasanya tak ada yang semanis ini, bagaimana manisnya obrolan singkat diantara keduanya, dan manisnya senyum yang selalu Dena sembunyikan itu. Saat ini jika Mika disuruh untuk menulis sepuluh rasa manis yang ia suka sepertinya Mika akan menulis minuman coklat yang ia pesan tadi, bukan tanpa alasan Mika menulis itu, sebab ada kisah yang lebih manis dibalik minuman coklat yang ia pesan itu.
Dan untuk Dena, ia akan merapalkan kata terima kasih untuk kawannya yang sudah menganggu istirahat sorenya, berterima kasih sebab dirinya lah ia tadi dapat duduk satu meja dengan Mika, gelas milik Mika yang kini masih berada dihadapannya adalah salah satu alasan ia masih tersenyum dengan dentuman jantung yang berdetak lebih cepat dari biasanya.
Gejolak merah muda memang sukar untuk ditakar lewat logika, namun jauh didalam hati keduanya, perasaan merah muda itu sudah pasti ada sejak hari pertama.
cukup follow me.. Thank you.