Pindah sekolah dua kali akibat dikeluarkan karena mengungkap kasus yang tersembunyi. Lima remaja dari kota terpaksa pindah dan tinggal di desa untuk mencari seseorang yang telah hilang belasan tahun.
Berawal dari rasa penasaran tentang adanya kabar duka, tetapi tak ada yang mengucapkan belasungkawa. Membuat lima remaja kota itu merasa ada yang tidak terungkap.
Akhir dari setiap pencarian yang mereka selesaikan selalu berujung dikeluarkan dari sekolah, hingga di sekolah lain pun mengalami hal serupa.
Lantas, siapakah para remaja tersebut? Apa saja yang akan mereka telusuri dalam sebuah jurnal Pencari Jejak Misteri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7. Bertemu Panca di sekolah
Begitu kembali ke kontrakan kelima anak itu berkumpul di waktu hampir maghrib. Semuanya penasaran dengan penelusuran Ratu terhadap salah satu penari jaranan dari desa Kantil tersebut.
"Kak Ratu, tadi kakak ngobrolin apa aja ke cowok itu?" tanya Reyza.
Ratu duduk bersandar di sofa sambil mengembuskan nafas lelah. Hari ini ia terlalu lelah untuk mencari tahu tentang lelaki tak dikenal itu.
Ninda menatap Ratu seolah mengerti. "Tanyanya nanti aja, Rey, kakak lo udah capek. Mending sekarang kita sholat maghrib aja dulu, biar nanti gue sama Intan yang masak. Kakak lo biarin istirahat dulu," sahut Ninda.
Reyza mengangguk paham. Sebab bagaimanapun juga penelusuran Ratu tadi belum sepenuhnya mendapatkan jawaban tentang identitas lelaki itu.
"Eh, tapi besok kita langsung masuk sekolah kan? Masa liburan udah selesai, masa kita gak sekolah," ujar Reyza saat semua temannya akan beranjak berdiri.
Bisma hanya mengangguk-anggukkan kepalanya karena sudah kelelahan. Sudah seharian mereka jalan-jalan di desa Kantil. Bahkan untuk mencari sosok anaknya tante Mia saja belum sempat sebab waktu yang tak cukup.
•••••
Pukul 20.00 malam kelima remaja dari kota itu sedang bersantai di halaman depan kontrakan yang memiliki rerumputan untuk sekedar duduk.
Mereka duduk di rerumputan menggunakan sebuah tikar yang panjang, layaknya seperti orang sedang piknik namun ini dilakukan malam hari. Di belakang posisi kelima anak tersebut juga ada satu tenda.
"Udah pada siap belum buat besok sekolah?" tanya Reyza.
Semuanya mengangguk kompak sambil memakan sosis dan jagung bakar. Bisma yang tengah mengipasi jagung bakar seketika menoleh ke Reyza.
"Gue belum siap, suer, kalo harus berhadapan sama hal-hal gak kasat mata lagi. Udah kapok gue ngeliat cewek pucet gitu." celetuk Bisma.
Ratu, Ninda serta Intan tertawa mendengar ucapan Bisma yang takut dengan hal berbau mistis. "Yaelah, gitu doang ngapain takut sih, lagian yang kemarin bawa jenazahnya Sherin juga lo kan. Pake segala drama lo sok takut." cibir Ninda tertawa ngakak.
Bisma pun memicingkan matanya kesal. Reyza hanya geleng-geleng kepala saat masih membakar sosis untuk Ratu. "Gitu doang sih gitu doang ya ... walaupun yang ngomong waktu di toilet aja gak ikut masuk ke lorong karena merinding, siapa tuh?" sahut Ratu ikut menyindir Ninda.
Intan tertawa sampai sakit perutnya. "Aduh, plis, Rat! Gue udah gak tahan ketawa asem, perut gue sakit woi lah! Gila lo, Rat, Nin!" pekik Intan hingga memegangi perut dan jagung di tangan kanannya.
Reyza yang berdiri sejak tadi menoleh dingin.
"Eh, udah, jangan pada ngakak berlebihan. Inget, kita lagi numpang tinggal di desa ini. Jangan macem-macem dan berbuat gak baik, desa ini bukan desa biasa." Begitu Reyza mengeluarkan suaranya, semuanya langsung hening. Membungkam mulutnya masing-masing.
Pukul lima pagi Ratu, Intan, dan Ninda sudah menyiapkan beberapa masakan untuk mereka sarapan. Dua lelaki yang telah disuguhkan kopi hangat oleh Intan, tengah berada di ruang tengah.
Sementara Ratu sendiri sedang di kamar tidurnya, yang letaknya ada di ruang paling belakang.
"Kak, ayo kita sarapan dulu. Masa kakak yang masak malah masih dikamar begini sih, udah mau terang tuh langitnya." kata Reyza dengan tiba-tiba menghampiri Ratu di kamarnya.
Perempuan yang tengah memegang iPad-nya seketika mendongak. Reyza mengernyit bingung saat melihat kakaknya sedang melihat sebuah postingan.
"Lagi ngeliatin apa sih, Kak?"
"Oh, enggak, Dek. Ini aku lagi bingung aja sama cowok kemarin." jawab Ratu merasa aneh dengan dirinya sendiri.
Reyza senyam-senyum melihat kakaknya yang sedikit polos. Ia pun duduk sebentar di samping Ratu.
"Dia ganteng, Kak. Keliatan dari sikapnya orangnya kalem, gak terlalu cuek juga. Bisa ngelindungin kakak juga kan, idaman banget tuh mas nya."
Reyza menatap Ratu begitu lekat supaya kakaknya salah tingkah, namun justru lelaki itu malah dapat sebuah tamparan pelan dari Ratu.
"Enggak gitu, Rey! Gak tau kenapa sejak lihat dia jadi prajurit jaranan itu apalagi pas dia gak mau kemasukan, aku jadi suka sama tontonan kuda lumping." Ungkap Ratu sontak membuat Reyza tak menyangka.
"Serius, Kak? Hah? Masa sih? Tapi, emang Rey akui dia ganteng, udah gitu manis juga orangnya. Cuma minusnya kalem dan agak kulkas dikit. Tapi, kok aneh sih?" Heran Reyza, Ratu pun sampai tepuk jidat.
Beberapa detik kemudian Ratu mendengus kesal, lalu beranjak berdiri meninggalkan Reyza sendiri. Yang ditinggal pun berubah menjadi datar.
•••••
Sesampainya di sekolah baru, Ratu bersama teman-temannya berdiri tepat di depan kantor guru SMK Nusantara 02.
Urusan mendaftar sudah diwakilkan oleh Reyza dan Bisma. Tiga perempuan hanya memberikan berkas-berkas yang dibutuhkan oleh sekolah tentang identitas mereka.
Tanpa disadari Ratu tiba-tiba diledek oleh seorang siswa berpenampilan seperti sosok yang kurang baik. Intan dan Ninda memang sedang menuju koperasi karena mereka lupa tidak membawa peralatan tulis yang lengkap, sehingga harus beli di koperasi.
Disaat Ratu mulai ketakutan, seketika datang seorang lelaki yang memakai kaos panjang berwarna biru tua dengan celana panjang warna hitam. Di tangan kanannya tergenggam sebuah selendang berwarna merah, sementara di tangan kirinya ada seperti bandana untuk kepala, tetapi Ratu mengenal bandana itu yang dipakai pada saat pentas kuda lumping hari kemarin.
"Eh, jangan ledekin cewek ini. Berani kau sentuh dia, berhadapan denganku!" tegas lelaki yang Ratu kenal kemarin.
Ratu pun spontan memegang lengan tangan lelaki tersebut. Sedangkan seorang siswa brandal itu pergi meninggalkan raut wajah marah.
"Makasih, ya, Mas. Udah nolongin, coba aja kalo gak ada kamu, gak tahu lag—"
"Aman, santai aja. Lagian kenapa kamu bisa ada di sini? Bukannya kamu orang kota?"
Entah mengapa Ratu begitu gemas ingin segera tahu siapa nama lelaki itu. Walau dengan sedikit memaksa menepis rasa gengsi.
"Mas, namanya si—" Belum lagi Ratu bertanya, ucapannya langsung ditabrak.
"Fadly Putra Pancasakti. Nama kamu siapa? Ratu?"
Sontak menutup mulut tak menyangka, Ratu tersenyum di balik tangannya yang menutupi setengah wajahnya.
Reyza dan Bisma tiba-tiba datang, membuat Ratu seketika berpura-pura bersikap biasa saja.
Dengan kedua tangan dilipat di depan dada, Reyza tersenyum jahil pada Ratu. Ia tahu jika kakaknya sedang mengajak berkenalan lelaki itu.
"Yaelah, kalo suka mah bilang aja. Ya ... Itu juga kalo Mas nya emang lagi jomblo," ucap Reyza sambil menaikturunkan alisnya.
Ratu mendengus memberi tatapan tajam kepada Reyza. Sementara Intan serta Ninda pun menghampiri dengan tatapan heran seraya menunjuk wajah Panca.
"Mas Panca, ya? Oh ... Jadi ini, Rat, yang bikin lo semaleman nonton apa tuh dalam bahasa jawanya ya,Tan?" tanya Ninda ikut meledek.
Intan senyam-senyum. "Ah, itu katanya tuh ebeg kalo di Jawa. Tapi, yang Ratu tonton bukan tariannya. Malah lebih ke apa tuh, semalem lo tahu, Bis!" Desak Intan lupa perihal tontonan yang Ratu tonton.
"Janturan, iya itu. Yang waktu pada kemasukan gitu kali, tapi si Mas Panca ini gak ikut, mungkin gak ikut-ikutan." sahut Bisma.
Panca menatap keempat remaja itu dingin, ia hanya diam. "Iya, karena desa yang kalian tempati sekarang itu namanya desa Kantilan. Aslinya Kantilan bukan Kantil, dua tahun lalu ada bencana — kalau kalian ingin tahu lebih dalam, lebih baik jangan sekarang, karena saya sibuk ada urusan." celetuk Panca datar.
Intan menatap Panca, "kakak mau tampil di GOR kan? Tadi guru di koperasi bilang kalau hari ini kita gak ada pelajaran, karena ada acara pentas seni tari dari sekolah ini."
Ratu menatap Panca dengan perasaan merasa bersalah karena terlalu mengejar lelaki itu, bahkan sampai adiknya pun tahu.
"Semua disarankan untuk menonton, nanti kalian bisa menonton di paling depan samping para guru. Kebetulan saya boleh mengatur siapa yang boleh duduk di depan." ucap Panca, sambil menatap Ratu.
Reyza berdeham pelan. "Maaf, Mas, kalau boleh tahu Mas nya kelas berapa ya?"
"Saya masih tidak jauh seperti kalian, kelas 11 TKR 1. Kalau kalian akan masuk ke jurusan apa?" tanya Panca.
"Kita berlima masuk TKJ semua, Mas. Kebetulan di sekolah sebelumnya juga Teknik Komputer Jaringan." jawab Reyza.
"Maaf, Mas, kalau boleh bertanya lagi kenapa ya Mas nya boleh mengatur posisi tempat duduknya dikhususkan untuk siapa saja? Apa nanti bukan acara yang—"
"Mohon maaf, saya potong ucapan kamu. Sebenarnya ini acara yang tidak begitu terlalu penting. Namun, karena hari ini acara hiburan setelah ada lomba-lomba di tanggal khusus." jelas Panca menjawab pertanyaan Ratu.