Hi hi haaayyy... selamat datang di karya kedua akuu... semoga suka yaaa 😽😽😽
Audrey dipaksa menggantikan adiknya untuk menikah dengan seorang Tuan muda buangan yang cacat bernama, Asher. Karena tuan muda itu miskin dan lumpuh, keluarga Audrey tidak ingin mengambil resiko karena harus menerima menantu cacat yang dianggap aib. Audrey yang merupakan anak tiri, harus rela menggantikan adiknya. Namun Asher, memiliki rahasia yang banyak tidak diketahui oleh orang lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qaeiy Gemilang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penculikan
Audrey berlari dengan kencang disertai rasa takut yang menyelimuti dirinya. Tidak ingin melihat ke belakang, yang Audrey tahu, dia harus terus berlari mencapai pintu sebelum pria tersebut menangkapnya.
“Come on, ayo terbuka!” dengan panik dan tangan gemetar, Audrey berusaha memainkan gagang pintu yang entah kapan pintu tersebut telah terkunci.
Dengan suara tangis yang teredam, Audrey terus memohon agar pintu di hadapannya dapat terbuka. “Jleb!” Audrey tercengang. “Aaaa...!” Ketika sebuah pisau dapur menancap pada daun pintu tepat di sisi pipinya dari arah belakang tubuhnya.
Brak brak brak
Audrey menggedor-gedor pintu di depannya dengan panik. “Tolong, tolong!” Audrey berteriak dengan harapan ada seseorang yang mendengarnya dan datang menyelamatkannya. Namun, keheningan yang membalas jeritan paniknya.
Bugh!
Sebuah hantaman pada tengkuk Audrey membuat tubuh Audrey limbung jatuh ke atas lantai. Pria itu, meraih ponselnya.
“Nyonya, wanita ini sudah aku amankan.” Lapor pria tersebut.
“Bagus, bawa dia dan buang dia ke sungai atau buat dia menyesal!” titah seseorang dari seberang telepon.
“Baik, Nyonya.” Pria itu memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana dan membawa tubuh Audrey.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Asher tiba di kediaman, semua pelayan menyambut. Saat Franklin mendorong kursi roda melaju melewati pelayan-pelayan itu, sorot mata Asher mencari sosok Audrey di antara jejeran para pelan.
Asher mengangkat tangannya, meminta Franklin untuk berhenti. “Tunggu sebentar, Franklin. Aku ingin tahu di mana Audrey. Kenapa dia tidak datang menyambutku?” tanya Asher.
Luwan berlari menghampiri Asher. “ Tuan, mohon maaf. Tadi siang, Nyonya Audrey keluar dari rumah dan belum kembali hingga sekarang,” jelas Luwan dengan khawatir.
“Ke mana?”
“Nyonya mengatakan jika nyonya akan pergi ke rumah sakit untuk menjenguk neneknya, Tuan.”
Asher merasa khawatir dan gelisah mendengar penjelasan Luwan. Dia tidak mengerti mengapa Audrey pergi ke rumah sakit tanpa memberi tahu padanya.
“Jam 8 malam. Apakah Audrey pergi selama ini?” gumam Asher dengan cemas.
Tanpa berpikir panjang, Asher langsung mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Audrey. Namun, panggilan tersebut tidak dijawab.
“Luwan, hubungi pemantau lalu lintas dan berikan hasil laporannya segera. Cari tahu ke mana Audrey pergi,” perintah Asher.
“Baik, Tuan,” jawab Luwan segera pergi untuk mencari informasi dari pemantau lalu lintas.
“Franklin, antar aku ke rumah sakit!”
Franklin memutar kursi roda Asher lalu mendorong kursi roda tersebut ke arah mobil. Setelah menaiki mobil, mobil pun melaju.
Franklin menatap wajah Asher dari kaca dengan perasaan cemas. ‘Baru kali ini Tuan mengkhawatirkan seorang wanita,’ Franklin membatin.
Asher memalingkan wajahnya pada kaca mobil dengan degup jantung berdebar dipenuhi oleh kegelisahan. “Kenapa dia tidak memberitahu ku jika dia ingin pergi ke rumah sakit? Agar aku menyiapkan orang untuk mengantarnya. Dasar wanita ceroboh, kemunculan ku tentu menarik perhatian musuh-musuhku, Audrey,” gumam Asher, tatapannya kosong memikirkan keselamatan wanita yang baru saja telah mencuri hatinya.
Kini perjalanan menuju rumah sakit terasa panjang bagi Asher. Setiap detiknya terasa seperti satu jam, dan ketidak pastian yang melingkupi keberadaan Audrey semakin membuat Asher gelisah.
Hingga mobil akhirnya tiba di rumah sakit, Asher langsung meminta Franklin bergegas menuju ke ruangan nenek Gina dirawat.
“Baik Tuan,” jawab Franklin yang langsung bergegas.
Setibanya di dalam rumah sakit, Franklin segera mendorong kursi roda sambil berlari. Dan mereka tiba di depan pintu ruangan dimana nenek Gina berada.
Dengan hati-hati, Asher membuka pintu itu. Namun yang Asher temukan, Nenek Gina yang sudah tidur dengan lelap.
“Tuan, sepertinya Nyonya Audrey tidak datang ke rumah sakit. Apa jangan-jangan ke rumah ayahnya?” ucap Franklin.
“Tidak mungkin Franklin, karena Audrey dan aku baru saja membuat Brianna dan Callie kembali membawa malu. Tentu Audrey tidak akan mencari masalah ke keluarganya,” jawab Asher.
“Apa kita bangunkan saja neneknya Audrey?” tanya Franklin.
“Jangan, kasihan. Mungkin beliau baru saja tidur,” jawab Asher.
Asher mengernyitkan keningnya, mencoba memikirkan kemungkinan lain ke mana Audrey pergi. Tiba-tiba, ponsel Franklin berdering, dia dengan buru-buru merogoh ponselnya.
“Apa kau mendapatkan informasi?” tanya Franklin.
“Petugas pemantau menemukan taksi yang ditumpangi Nyonya Audrey menuju ke arah rumah kayu. Setelah itu, ada mobil misterius,” jawab Luwan.
Franklin melirik ke arah Asher. Dia menyampaikan informasi yang didapat kepada Asher. “Tuan, Nyonya dikabarkan menaiki taksi menuju ke arah rumah kayu, dan ada mobil misterius yang mengikutinya.”
Asher mempertimbangkan informasi tersebut dalam hati. Rumah kayu? Pikirnya. Apa yang Audrey cari di sana?
“Lacak plat nomor mobil misterius itu! Temukan Audrey malam ini juga!” perintah Asher dengan tegas.
“Baik, Tuan,” jawab Franklin.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Audrey mengeram sambil membuka matanya perlahan. “Aaaa... siapa kamu?” belum sempat kesadaran Audrey kembali, saat membuka mata, dia dikejutkan oleh dua orang pria yang naik ke atas tempat tidur.
Audrey, yang masih dalam keadaan lemah, merasa takut dan mencoba bergerak menjauh dari mereka.
“Jangan mencoba melarikan diri,” ujar salah satu pria dengan suara dingin dan tajam. “Kamu tidak akan bisa melarikan diri dari sini.”
Audrey melihat sekeliling. Dia berada di dalam sebuah ruangan gelap dengan satu jendela kecil yang terkunci rapat. Tidak ada tempat untuk melarikan diri. Audrey merasa semakin terjebak dalam situasi yang menakutkan tersebut.
“Apa yang kalian inginkan dariku?” Audrey berusaha menjaga ketegasan suaranya meski dalam keadaan yang sangat rentan.
Pria itu tersenyum sinis. “Kami ingin informasi. Dan kami tahu bahwa kamu memiliki informasi yang kami butuhkan.”
“A-Apa informasi yang kamu maksud?” Audrey berusaha mempertahankan ketidak-tahuan.
Pria itu mendekati Audrey dengan perlahan, memperlihatkan pisau kecil yang mengkilap di tangannya. “Kami tahu kamu dekat dengan Asher. Kami ingin tahu apa yang dia rencanakan dan apa yang kau ketahui.”
Audrey merasa semakin terancam. Dia tidak tahu apa yang mereka bicarakan, tetapi dia sadar bahwa melindungi Asher merupakan prioritasnya saat ini.
“Aku tidak tahu!” Audrey berbicara dengan tegas meski hatinya berdebar keras.
Pria itu tertawa dingin. “Kita lihat apakah kamu akan tetap teguh setelah sedikit ‘ motivasi’,” ucapnya sambil mengayunkan pisau kecil itu dengan ancaman di depan wajah Audrey.
“Aaa...!” Audrey berteriak, dia beringsut mundur dengan refleks. “Pergi!” Audrey meraih apa saja dan melemparkan benda berupa asbak, gelas wine yang bisa dia gunakan untuk melindungi dirinya.
Pria itu berhasil menghindari serangan Audrey dan tertawa sinis. “Kau ingin berperang dengan kami, huh? Kurang pintar, wanita ceroboh.”
“Hahaha...!” dua pria itu tertawa saat melihat Audrey ketakutan. “Lihat dia, seperti seekor tikus yang masuk ke dalam perangkap ,” ujar satu orang.
“Sebelum kita membuangnya ke sungai, bagaimana kalau kita bersenang-senang dulu dengannya? Sayang jika barang bagus seperti wanita ini diabaikan,”
Audrey merasa semakin terjepit dalam situasi yang mencekam. Dia tidak tahu bagaimana cara melindungi dirinya dari dua pria yang jelas-jelas memiliki niat jahat.
Dengan gerakan yang cepat, Audrey melompat ke samping dan berusaha menghindari serangan mereka. “Bruk!” seseorang menarik kaki Audrey dan menyeretnya.
“Lepas! Tolong...!” Audrey meronta saat tubuhnya hendak dijamah oleh dua orang itu.
“Aaa... jangan lakukan ini!” Audrey mencoba melindungi bajunya yang hendak mereka robek.
“Diam, jika kamu tidak memberikan informasi, jangan harap kamu akan keluar hidup-hidup dari sini!” hardik seorang pria yang kini sudah duduk di atas perut Audrey.
Brak!
Pintu ruangan itu terbuka, Asher yang melihat apa yang terjadi sontak membuat darahnya mendidih hingga naik ke kepala.
“Lancang!” Asher berteriak dengan kedua rahang mengeras.
mampir juga dikarya aku ya jika berkenan/Smile//Pray/