NovelToon NovelToon
POSESIF SUGAR DADDY

POSESIF SUGAR DADDY

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Beda Usia / Romansa
Popularitas:6.8k
Nilai: 5
Nama Author: Mima Rahyudi

Jangan lupa mampir di Fb otor (Mima Rahyudi)
**
**
**
“Dad! Aku ingin kita akhiri hubungan kita!” seru Renaya tiba-tiba.
“Kenapa, baby?” tanya Mario.
“Aku nggak nyaman sama semua sikap Daddy,” jawab Renaya
“Kita tidak akan pernah berpisah, baby. Karena aku tidak akan melepaskan kamu.”
Hidup Renaya seketika berubah sejak menjalin hubungan dengan Mario, pria matang berusia 35 tahun, sementara usia Renaya sendiri baru 20 tahun. Renaya begitu terkekang sejak menjadi kekasih Mario, meski mungkin selama menjadi kekasihnya, Mario selalu memenuhi keinginan gadis cantik itu, namun rupanya Mario terlalu posesif selama ini. Renaya dilarang ini dan itu, bahkan jika ada teman pria Renaya yang dekat dengan sang kekasih akan langsung di habisi, dan yang paling membuat Renaya jengkel adalah Mario melarang Renaya untuk bertemu keluarganya sendiri. Sanggupkan Renaya menjalani hidup bersama Mario? Kenapa Mario begitu posesif pada Renaya? Ada rahasia apa di balik sikap posesif Mario?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mima Rahyudi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15

Edwin melajukan mobilnya, menuju sebuah hotel yang sudah disiapkan sang bos. Edwin tersenyum, melihat Renaya mulai menggeliat namun masih tetap tidak sadarkan diri.

“Tenang, sayang, sebentar lagi kita sampai, dan aku pastikan kamu akan suka dengan caraku memanjakanmu di ranjang, jauh berbeda dengan Daddy Mario mu pastinya,” kata Edwin.

Edwin tiba dihotel dan langsung membopong tubuh Renaya dan masuk dalam salah satu kamar yang sudah disiapkan. Renaya mulai sadar, tapi tubuhnya mulai memanas.

“Daddy!” Seru Renaya.

“Tidak ada Daddy Mario mu Renaya, adanya aku,” bisik Edwin, berusaha mencium Renaya.

Renaya terkejut tapi tidak bisa melawan, “Ed-Edwin! Apa-apaan kamu!” teriak Renaya.

Rupanya Edwin sudah menjebak Renaya dengan obat tidur dan obat per44ngs44ng melalui minuman yang tadi ia berikan ke Renaya. Edwin masih berusaha mencium Renaya, namun Renaya juga semakin memberontak, namun tubuhnya seperti tidak kuasa menahan serangan Edwin.

“Edwin, please… jangan lakukan,” pinta Renaya.

“Jangan atau lanjutkan, sayang?” goda Edwin, “Kamu bisa melakukan dengan Daddy-mu, maka tentu bisa kan melakukan denganku?”

“Edwin, apa maumu!?” tanya Renaya.

“Aku hanya disuruh bosku, bagaimana aku bisa menolak pekerjaan seenak ini, membuat seorang perempuan cantik seperti kamu mendesah diatas tubuhku sepanjang hari ini,” jawab Edwin. Wajahnya sudah terlihat tidak sabar untuk kembali menyerang Renaya, “Turuti aku, maka kamu akan mendapatkan kenikmatan melebihi apa yang sudah kamu dapatkan dari Daddy Mario selama ini.”

Mario baru saja selesai menyelesaikan beberapa urusan di kantor ketika ponselnya berdering. Begitu melihat nama Devon muncul di layar, dia tahu ini bukan kabar baik. Dia langsung menjawab panggilan itu, mencoba tetap tenang meskipun ada perasaan gelisah yang mulai merayap di dadanya.

"Tuan, Edwin membawa Nona Renaya ke hotel," suara Devon terdengar cemas di seberang telepon. "Dalam keadaan tidak sadarkan diri."

Setelah mendengar laporan itu, seluruh tubuh Mario seketika kaku. Jantungnya berdetak cepat, perasaan cemas mulai menyeruak. Tidak pernah sekalipun dia membayangkan Renaya bisa berada dalam bahaya seperti ini. Edwin, pria itu, siapa pun dia, sudah melangkah terlalu jauh.

Tanpa berkata banyak lagi, Mario segera menutup telepon dan berdiri dari kursinya. Kepalanya mulai dipenuhi dengan berbagai pertanyaan—kenapa Edwin membawa Renaya ke hotel? Apa yang terjadi padanya? Dia harus segera bertindak.

"Mario, ada apa?" tanya salah seorang rekan kerjanya, yang melihat kegelisahan di wajahnya.

"Edwin membawa Renaya ke hotel. Aku harus pergi," jawab Mario singkat, sudah tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Yang penting saat itu adalah Renaya. Dia harus memastikan Renaya baik-baik saja.

Mario melangkah cepat keluar dari ruangannya menuju lift. Di sepanjang perjalanan ke parkiran, pikirannya hanya terfokus pada Renaya. Seperti apa keadaannya? Mengapa dia bisa pingsan? Apa yang sebenarnya terjadi? Semua pertanyaan itu menghantui pikirannya, membuatnya semakin gelisah.

Setelah sampai di mobil, Mario menyalakan mesin dan memberi tanda kepada Devon untuk ikut bersamanya. Devon yang sudah menunggu di luar langsung masuk ke mobil dengan cepat. Mario tidak banyak bicara, hanya menatap lurus ke depan, berusaha menenangkan dirinya. Namun, amarah dan kekhawatiran membuat suasana di dalam mobil terasa sangat tegang.

"Ke mana kita harus pergi?" tanya Devon, memecah keheningan.

"Hotel. Arahkan jalan kita ke sana," jawab Mario, suara yang penuh ketegasan.

Mereka melaju dengan kecepatan tinggi, menembus jalanan kota yang sibuk. Pikirannya terus berputar, membayangkan Renaya yang tidak sadar dan mungkin berada dalam situasi yang sangat berbahaya. Semua alasan mengapa Edwin bisa membawa Renaya ke hotel berkelindan dalam pikiran Mario, namun dia tidak punya banyak waktu untuk merenung. Dia harus bergerak cepat.

Devon terus memperhatikan Mario yang tampaknya semakin gelisah. Namun dia tahu, Mario tidak akan berhenti sampai Renaya aman di tangannya. Seiring dengan berjalannya waktu, hotel yang dimaksud semakin dekat. Ketika mereka akhirnya sampai, Mario langsung menginjak rem dengan keras, mobil berhenti tepat di depan pintu masuk hotel.

"Devon, kamu ikut aku," perintah Mario, segera keluar dari mobil dengan langkah tegas.

Mereka berdua berjalan cepat menuju pintu depan hotel. Mario menatap setiap orang yang ada di sekitarnya dengan tatapan tajam, seolah-olah siap untuk menghadapi apapun demi Renaya. "Kamar 204," kata Mario kepada petugas resepsionis, tanpa basa-basi. Petugas tersebut mengenali Mario dan segera memberitahukan arah ke kamar yang dimaksud tanpa ragu.

Di sepanjang lorong hotel, Mario merasa detak jantungnya semakin cepat. Setiap langkah yang diambilnya seolah membawa dia lebih dekat pada Renaya, dan juga pada kemungkinan menghadapi sesuatu yang tidak diinginkan. Ketika mereka sampai di kamar 204, Mario berhenti sejenak. Dengan satu ketukan keras, dia membuka pintu kamar itu.

Begitu pintu terbuka, Mario melihat Edwin berdiri di dekat ranjang. Dan di atas ranjang, Renaya terbaring dengan wajah pucat, matanya terpejam. Momen itu terasa begitu menegangkan. Mario menatap Edwin dengan penuh amarah, namun dia segera beralih untuk memeriksa kondisi Renaya, memastikan tidak ada yang salah.

“Renaya!” Mario memanggil dengan suara yang lebih lembut, namun penuh kekhawatiran.

Devon, yang mengikuti di belakang, menatap Edwin dengan pandangan tajam. "Apa yang kamu lakukan pada Nona Renaya?" tanya Devon, suara yang tidak menunjukkan kompromi.

Edwin tersenyum tipis, seolah tidak merasa bersalah. "Aku hanya mengajaknya bicara, Mario. Tak perlu berlebihan."

Kondisi Renaya sudah hampir tak berpakaian, tubuhnya menggeliat, namun untungnya masih tertutup selimut.

“Devon! Bawa dia ke markas! Akan aku bereskan dia nanti!” perintah Mario sambil menatap tajam pada Edwin, tak lupa, sebuah bogeman mendarat di wajah tampan pria itu.

“Oke, Bos!” Devon bersama anak buah lainnya segera menyeret Edwin keluar dari kamar hotel itu.

Mario bergegas menutup kamar hotel dan menguncinya, segera mendekati Renaya yang kondisinya sudah berantakan.

“Astaga, sayang! Kamu pasti terlalu banyak diberi obat dosis tinggi,” gerutu Mario yang segera melepaskan pakaiannya.

“Daddy!” seru Renaya yang langsung memeluk Mario, tapi sebentar kemudian menarik tubuhnya dan menggelengkan kepala, “Ka-kamu bukan Edwin kan?”

“Bukan, sayang! Ini Daddy kamu! Ayo, tuntaskan semuanya sekarang, Daddy bantu,” balas Mario, “Kamu aman sama Daddy sekarang.”

“Daddy aku takut,” rengek Renaya.

“Sudah, tidak usah takut lagi, ada Daddy,” balas Mario.

“Daddy! Kenapa panas sekali tubuhku,” keluh Renaya.

“Sudah sayang… lampiaskan semuanya sayang, Daddy menemanimu, kita selesaikan semuanya!”

Mario langsung mencium Renaya yang menyambutnya dengan ganas, Mario tahu, wanita yang sekarang ada bersamanya dalam kondisi diluar kendali kesadarannya sendiri, sehingga Mario mengerti apa yang harus dia lakukan.

“Jangan salah kan Daddy kalau setelah ini kamu tidak bisa bangun, baby,” bisiknya, "Karena kamu sudah membuat Daddy cemas."

1
Aidah Djafar
Edwin ada hubungan keluarga kah dngn Mario 🤔
Aidah Djafar
wow Mario ngatur 🤔 mulai posesif 🤦
Aidah Djafar
Renaya daddymu perhatian lho 🤔
Aidah Djafar
Bella terselubung 🤦😏
Aidah Djafar
Renaya vs sugar Deddy nya 🤗 dadd Mario 🤗
Aidah Djafar
mampir Thor🙏
Jingga Violletha
ah semakin menegangkan
Jingga Violletha
huh kok tegang sih part ini 🥲🥲🥲
Jingga Violletha
ck jaga diri ya nay ada yang ngintai ternyata🥲🥲🥲
Jingga Violletha
mario kok gitu sih 🥲🥲🥲
Jingga Violletha
sempurna aduh jadi iri sama renaya 😆😆
Jingga Violletha
semakin asyik
Jingga Violletha
lanjut
Jingga Violletha
keren
Jingga Violletha
novel ini rekomended banget
jadi wajib baca dan masuk rak.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!