NovelToon NovelToon
Menyimpan Rasa Untuk Kakaknya

Menyimpan Rasa Untuk Kakaknya

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Kisah cinta masa kecil / Persahabatan / Romansa
Popularitas:5.2k
Nilai: 5
Nama Author: Lucky One

Lilyana Belvania, gadis kecil berusia 7 tahun, memiliki persahabatan erat dengan Melisa, tetangganya. Sering bermain bersama di rumah Melisa, Lily diam-diam kagum pada Ezra, kakak Melisa yang lebih tua. Ketika keluarga Melisa pindah ke luar pulau, Lily sedih kehilangan sahabat dan Ezra. Bertahun-tahun kemudian, saat Lily pindah ke Jakarta untuk kuliah, ia bertemu kembali dengan Melisa di tempat yang tak terduga. Pertemuan ini membangkitkan kenangan lama apakah Lily juga akan dipertemukan kembali dengan Ezra?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perjalanan Ke Mall

Sebelum Lily sempat memikirkan lebih lanjut, Melisa muncul dari arah dapur dengan senyum lebar. "Lily! Kamu datang!" serunya riang, langsung menghampiri dan memeluk sahabat lamanya. Lily merasa lega melihat Melisa. Suasana canggung sejenak tadi mulai mencair dengan kehadirannya. "Iya, Mel. Aku cuma nganter makanan dari ibu," ujar Lily sambil menunjuk kotak di tangannya.

"Oh, terima kasih banyak. Biar aku yang bawa," kata Melisa sambil mengambil kotak makanan dari tangan Lily. "Aku senang banget kita bisa sering ketemu lagi, Lil. Setelah bertahun-tahun, rasanya kayak mimpi, ya?" Lily tersenyum. "Iya, Mel. Aku juga senang. Nggak nyangka bisa ketemu lagi di Jakarta."

Sementara Melisa dan Lily mengobrol dengan santai, Lily sesekali melirik ke arah Ezra dan Nadia yang kembali tenggelam dalam obrolan mereka. Meski Nadia tampak ramah dan terbuka, ada sesuatu yang membuat Lily merasa sedikit terusik. Entah mengapa, ia merasa ada jarak yang kini terbentang antara dirinya dan Ezra jarak yang dulu tidak ada ketika mereka masih anak-anak. "Melisa wanita itu siapa?" tanya Lily, berusaha terdengar santai.

"Oh, iya. Nadia teman dekat kak Ezra. Mereka sering ketemu karena sama-sama bekerja di Jakarta," jawab Melisa tanpa ragu. Lily hanya mengangguk pelan, mencoba menelan informasi itu dengan tenang. "Oh, begitu. Senang bisa kenal."

Melisa tersenyum lebar, tak menyadari perasaan gelisah yang mulai tumbuh dalam hati Lily. "Iya, Nadia orangnya baik kok. Nanti kalau ada kesempatan, kita semua bisa hang out bareng." Lily tersenyum kecil. "Tentu, itu ide yang bagus."

Meski obrolan mereka berlanjut dengan suasana ceria, pikiran Lily terus berputar. Pertemuannya dengan Ezra yang awalnya penuh harapan kini terasa rumit dengan kehadiran Nadia di sampingnya. Apa sebenarnya hubungan antara mereka? Apakah Nadia hanya teman, atau ada sesuatu yang lebih?

***

Keesokan harinya, udara pagi Jakarta masih segar saat Lily duduk di ruang tamu bersama Melisa, menunggu Ezra dan Nadia datang menjemput mereka. Setelah pertemuan di rumah Melisa kemarin, mereka sepakat untuk pergi jalan-jalan bersama, sekadar melepas penat dan menikmati suasana kota besar. Meski Lily merasa sedikit canggung dengan keberadaan Nadia, ia mencoba menyembunyikan kegelisahannya, terutama di depan Melisa yang terlihat begitu bersemangat.

“Seru banget ya, Lil! Kita bakal pergi main bareng lagi kayak dulu,” ujar Melisa sambil tersenyum lebar. “Tapi kali ini bukan di halaman rumah atau taman kecil. Kita bakal ke mall gede di Jakarta!” Lily tersenyum, mencoba menyeimbangkan semangat sahabatnya meski hatinya masih diliputi perasaan campur aduk. “Iya, Mel. Pasti seru.”

Tak lama kemudian, suara mobil berhenti di depan rumah terdengar. “Itu pasti Ezra dan Nadia,” ujar Melisa sambil berdiri cepat, menepuk lengan Lily dengan semangat. “Ayo, kita berangkat!” Di luar, Lily bisa melihat Ezra yang tampak santai di balik kemudi, sementara Nadia duduk di sebelahnya dengan senyum ramah. Melisa langsung menyapa mereka dengan penuh antusias, dan Lily ikut menyusul dari belakang dengan perasaan yang lebih tenang dibanding kemarin.

"Siap, semuanya?" tanya Ezra dengan senyum tipis saat Lily dan Melisa masuk ke dalam mobil. Suaranya terdengar akrab, membuat Lily sedikit lebih nyaman. "Siap, Kak! Ayo kita jalan!" sahut Melisa riang dari kursi belakang, sementara Lily duduk di sebelahnya.

Selama perjalanan menuju mall, suasana di dalam mobil terasa ringan dengan candaan dan obrolan yang tak berhenti. Ezra memimpin percakapan dengan cerita-cerita tentang pekerjaannya, sementara Nadia sesekali menimpali dengan komentar jenaka. Meski awalnya Lily merasa sedikit canggung, perlahan-lahan dia mulai menikmati kebersamaan itu.

Namun, tak bisa dipungkiri, ada sedikit perasaan asing yang terus menyelimuti hatinya setiap kali melihat keakraban antara Ezra dan Nadia. Keduanya seringkali tertawa bersama, saling bertukar pandang dengan penuh pengertian, dan tanpa disadari, hal itu membuat Lily merasa tersisih.

Setibanya di mall, mereka memutuskan untuk pertama-tama pergi makan siang di sebuah restoran. Jakarta memang menawarkan banyak pilihan, dan Ezra memilih salah satu tempat makan yang terkenal dengan suasananya yang nyaman dan makanannya yang lezat.

"Tempat ini sering aku datengin sama teman-teman kerja," kata Ezra sambil membuka pintu restoran. "Makanannya enak, kalian pasti suka." Nadia mengangguk sambil tersenyum. "Iya, ini tempat favorit kita kalau lagi mau makan santai."

Lily hanya mengangguk pelan sambil duduk di meja yang sudah mereka pilih. Sementara Melisa dengan semangat melihat-lihat menu, Ezra dan Nadia terlibat percakapan ringan tentang pekerjaan mereka, sesuatu yang membuat Lily merasa lebih jauh dari kelompok itu. Melisa, yang duduk di sebelah Lily, terlihat asyik memilih makanan. “Lil, kamu mau pesan apa?” tanyanya dengan semangat.

Lily memaksakan senyum dan mengangkat bahu. "Apa aja deh, Mel. Aku nggak terlalu tahu makanan di sini."

Percakapan di meja berlangsung dengan suasana yang hangat. Ezra sesekali bertanya kepada Lily, memastikan bahwa dia tidak merasa tertinggal. Namun, Lily tak bisa menahan perasaan aneh yang terus menghantui pikirannya. Dia merasa seperti orang luar di tengah keakraban Ezra dan Nadia.

Setelah selesai makan, mereka melanjutkan perjalanan ke beberapa toko di dalam mall. Ezra dengan sabar menemani mereka berkeliling, sementara Nadia terlihat sangat nyaman berjalan di sampingnya. Melisa, di sisi lain, bersemangat untuk berbelanja dan terus-menerus menarik Lily untuk ikut serta dalam keseruannya.

“Lil, lihat nih, lucu banget kan?” Melisa menunjukkan baju yang ia temukan di salah satu toko.

Lily tersenyum, meski pikirannya melayang ke arah Ezra dan Nadia yang tampak semakin dekat. Dalam hati, Lily tahu bahwa perasaannya terhadap Ezra tidaklah hilang meski bertahun-tahun berlalu. Namun, ia juga sadar bahwa situasinya kini jauh lebih rumit daripada saat mereka masih anak-anak.

Tak lama kemudian, mereka semua memutuskan untuk duduk sejenak di sebuah kafe setelah berkeliling. Di tengah percakapan, Nadia tiba-tiba memulai topik yang membuat Lily semakin tak nyaman.

“Jadi, Ezra,” ujar Nadia sambil tersenyum penuh arti, “Kapan kamu ada waktu kosong lagi? Kita harus nyelesaikan rencana trip yang kita bicarakan kemarin.” Ezra tersenyum santai, mengangguk. "Iya, kapan-kapan kita atur lagi waktunya. Aku pikir weekend depan bisa kita coba." Melisa, yang duduk di samping Lily, tiba-tiba angkat bicara. “Eh, trip apa tuh, Kak? Kayaknya seru!”

Nadia tersenyum lebar. "Kami lagi rencana buat pergi ke Bali, liburan santai. Ezra butuh refreshing dari kerjaannya yang sibuk." Mendengar hal itu, hati Lily berdesir aneh. Meski ia berusaha tetap tenang, bayangan Ezra dan Nadia bepergian bersama membuat dadanya sesak. "Oh, sounds fun," ujar Lily dengan suara yang sedikit tertahan.

Melisa yang tak menyadari kegelisahan Lily, justru semakin bersemangat. "Bali seru banget! Lily, kamu juga suka Bali, kan?" Lily tersenyum tipis, tapi kali ini senyumnya tak sampai ke matanya. "Iya, Bali indah."

Setelah pertemuan di kafe selesai, mereka akhirnya berpisah. Ezra dan Nadia mengantar Lily dan Melisa kembali ke rumah. Di perjalanan pulang, Lily tenggelam dalam pikirannya sendiri. Perasaan terhadap Ezra yang sudah lama terpendam kini semakin sulit untuk diabaikan, terutama setelah melihat kedekatannya dengan Nadia. Sesampainya di rumah, Lily mengucapkan terima kasih kepada Ezra dan Nadia. Mereka berpamitan, dan saat Lily menutup pintu rumahnya, ia menghela napas panjang.

Hati kecilnya bertanya-tanya, apakah perasaannya terhadap Ezra akan terus terpendam? Dan lebih penting lagi, apakah ia harus merelakan Ezra dan menerima kenyataan bahwa mungkin, cinta pertamanya tak pernah bisa terwujud? Sambil berjalan ke kamarnya, Lily tahu bahwa perjalanan barunya di Jakarta akan penuh dengan tantangan. Namun, satu hal yang pasti apapun yang terjadi, ia akan menghadapi semuanya dengan berani.

1
Iind
mampir ya kak,udah banyak karyanya 😍😍
Lenty Fallo
apa kata melisa itu benar lily, kmu jgn trbwa perasan dgn Ezra,dia perhtian dn peduli dgn kmu slma ini krna kmu temn adiknya melisa, dn blm tntu suka sama kmu, lgian Ezra sdh ada nadia. lbih baik kmu fokus dgn kuliamu lily.jgn smpai kmu menglami sakit hti yg ke 2x nya. up lgi thor 💪🥰
Lenty Fallo
lepskn si radit lily, sakit skrg lbih baik drpda nnti. ayok up lgi thor 💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!