Devina Putri Ananta berusaha menata hati dan hidupnya setelah bercerai dari suaminya, Arthur Ravasya Barnett. Perceraian yang terjadi lima tahun yang lalu, masih menyisakan trauma mendalam untuknya. Bukan hanya hati yang sakit, namun juga fisiknya. Terlebih ia diceraikan dalam keadaan hamil.
Devina dituduh berselingkuh dengan adik iparnya sendiri. Akibat kejadian malam itu, saudari kembar Devina yakni Disya Putri Ananta harus meninggal dunia.
"Menikahlah dengan suamiku, Kak. Jika bersama Kak Arthur, kakak enggak bahagia dan terus terluka. Maafkan aku yang tak tahu jika dulu Kak Reno dan kakak saling mencintai," ucap Disya sebelum berpulang pada Sang Pencipta.
Bayang-bayang mantan suami kini kembali hadir di kehidupan Devina setelah lima tahun berlalu. Arthur masih sangat mencintai Devina dan berharap rujuk dengan mantan istrinya itu.
Rujuk atau Turun Ranjang ?
Simak kisah mereka yang penuh intrik dan air mata 💋
Merupakan bagian dari novel : Sebatas Istri Bayangan🍁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 - Desakan Turun Ranjang
"Kamu benar-benar sudah berubah!" desis Reno seraya pergi meninggalkan Devina.
Sepanjang perjalanan dari apartemen hingga ke rumah sakit, Reno terus menggerutu bahkan meluapkan emosinya di dalam mobil. Sedangkan Devina hanya menghela napas beratnya melihat sikap Reno.
Tanpa mereka duga, ada seseorang yang melihat semua itu dari balik pintu kamar. Ya, Arjuna yang melihatnya. Setelah Aaron dengan cepat tertidur, Arjuna berniat menemui Devina dan Reno perihal mainan Aaron sekaligus ingin tahu tentang Om cakep yang ditemui sang cicit di rumah sakit.
Akan tetapi hal itu urung dilakukan Arjuna setelah melihat Devina dan Reno yang sedang bertengkar.
"Ehem,"
Devina yang baru saja menutup pintu utama, seketika terkejut mendengar suara seseorang yang sangat familiar di telinganya. Seketika ia membalikkan tubuhnya lalu melihat sang kakek yang sudah berdiri tak jauh di belakangnya.
"Opa," sapa Devina.
"Reno pergi ke mana?" tanya Arjuna sekedar basa-basi. Seolah-olah ia tak tahu dengan apa yang terjadi sebelumnya. Dengan tongkatnya ia berjalan perlahan menuju sofa ruang keluarga. Devina dengan sigap berjalan cepat lalu menuntun sang kakek yang memang tak bisa berdiri lama-lama karena faktor usia dan kesehatan.
"Reno pergi ke rumah sakit," jawab Devina singkat. Kini keduanya baru saja mendaratkan b0kongnya di sofa.
"Mau apa ke rumah sakit lagi?"
"Mau ambil mainan Aaron yang ketinggalan di rumah sakit,"
"Kamu enggak ikut sama Reno ke rumah sakit?"
"Enggak, Opa. Takutnya Aaron makin tantrum karena cariin aku," jawab Devina. "Apa Aaron tidur di kamar Opa?"
"Iya, habis nangis terus anakmu pules. Nenek Omanya sudah duluan pules sampai ke kutub. Hehe..." ujar Arjuna seraya terkekeh. Devina pun ikut tertawa kecil.
"Ah, Opa bisa saja. Nanti kalau Oma denger, repot loh. Apa Opa masih sanggup terima hukuman dari Oma buat nangkring di atas pohon jambu?" goda Devina.
"Gampang. Nanti Opa suruh Papimu buat bikinin lift di sebelah pohon jambu. Jadi Opa manjat tuh pohon jambu tinggal duduk manis di dalam lift, terus naik otomatis sampai di atas pohon jambu kesayangan Oma megalodon. Hehe..."
"Ah, Opa suka ngadi-ngadi deh. Lift pohon jambu mendadak jadi tren terbaru nih," Devina hanya geleng-geleng kepala mendengar kelucuan Arjuna.
"Haha..." keduanya pun jadi tertawa bersama-sama.
Keheningan terjadi beberapa saat antara keduanya.
"Bagaimana hubunganmu dengan Reno?" tanya Arjuna tiba-tiba. Devina tentu begitu terkejut mendengarnya.
"Maksud Opa?"
"Apa kalian jadi menikah? Papi-Mamimu sama keluarga besar kan segera pengin kalian berdua meresmikan hubungan. Katanya gak baik ke sana kemari berdua tanpa status yang jelas,"
"Apa Opa setuju kalau aku menikah dengannya?" tanya Devina kembali.
"Yang mau menikah kan kamu, bukan Opa. Tanyakan saja ke hatimu. Kalau bicara menikah, ya artinya bicara soal cinta. Untuk hal ini kepala tidak perlu ikut-ikut karena cinta adanya di hati bukan di otak," tutur Arjuna.
Devina terdiam. Ia berusaha menelaah hatinya perihal jawaban pernikahan turun ranjang yang digadang-gadang oleh keluarga besarnya. Namun mereka semua sepakat jika acara tersebut berlangsung sederhana dan tertutup. Hanya pihak keluarga saja yang tahu.
Devina kembali mengingat pembicaraan dua minggu yang lalu dengan Papinya.
"Papi yakin kalau orang-orang di luaran sana sudah melupakan kejadian viral itu. Sudah lima tahun pastinya hidup harus maju, Kak. Riri dan Aaron butuh orang tua yang utuh. Papi enggak setuju kalau mereka berdua diasuh oleh orang baru. Kakak pasti tahu kan kalau dulu Papi sama Mami juga nikah turun ranjang sesuai wasiat ibumu,"
Dion pun menyampaikan panjang lebar pada Devina bahwa tak ada salahnya pernikahan turun ranjang. Terlebih contohnya seperti pernikahan antara Dion dan Binar yang hingga kini tetap bahagia bersama penuh cinta.
"Papi sama Mamimu yang nikah tanpa ada cinta saja malah awet rukun sampai sekarang. Awalnya justru Papi benci sama Mamimu tapi kakak kan tahu akhirnya cinta itu datang seiring berjalannya waktu di hati Papi. Apalagi kamu sama Reno saling mencintai. Pasti kalian berdua enggak akan mengalami kesulitan seperti kami dahulu dalam menjalani rumah tangga," tutur Dion.
"Apa boleh Devi pikir dulu, Pi?"
"Jangan lama-lama. Reno sudah sabar nunggu kamu selama lima tahun ini. Dia juga sudah banyak membantu merawat Aaron. Keluarga Reno pun sebenarnya sudah meminta kakak sebagai istri Reno, tapi Papi belum kasih jawaban. Pokoknya Papi tunggu segera dan paling lambat setelah dokter menyatakan kamu sembuh dan bisa pulang ke Indonesia, kamu dan Reno langsung menikah saja.
Devina memiliki karakter sungkanan atau tak enak hati terutama pada keluarganya. Karena sifat ini yang membuatnya mengalah delapan tahun silam merelakan cinta pertamanya untuk Disya.
Devina hanya mampu menghela napas beratnya. Ia dalam kondisi dilema. Sejujurnya, ia cukup trauma dengan pernikahannya di masa lalu bersama Arthur, mantan suaminya. Tapi, ia juga bingung dengan Aaron yang juga butuh sosok ayah serta desakan keluarganya untuk turun ranjang dengan Reno.
☘️☘️
Rumah sakit, Singapura.
Setelah melihat CCTV rumah sakit, Reno mendapat informasi jika Aaron tadi masuk ke kamar pasien VIP. Namun pihak rumah sakit tentunya menjaga kerahasiaan data pasien. Reno sudah bertanya nama pasien namun pihak rumah sakit tidak menyampaikan informasi yang dimintanya.
Reno juga ingin langsung menuju kamar pasien. Namun dicegah oleh pihak keamanan dan suster di bagian lobby rumah sakit. Sebab melihat dari gelagat Reno, mereka khawatir pria itu membuat keributan di rumah sakit tersebut.
"Saya cuma mau ambil mainan milik putraku di kamar itu. Kenapa kalian mempersulitnya?!" desis Reno yang nada suaranya mulai terdengar naik.
"Maaf, Pak. Kamar VIP tidak bisa dimasuki sembarang orang,"
"Anak saya tantrum di rumah. Dia butuh mainannya itu. Enggak mau yang lain. Kalian ini punya anak apa tidak?! Enggak paham banget sih kalau anak kecil rewel karena mainannya hilang itu seperti apa. Aku tuntut saja rumah sakit ini terutama kalian!"
Tak lama suster yang menangani khusus kamar Arthur pun turun ke lobby karena baru saja rekannya menghubungi perihal Reno yang meminta mainan yang tertinggal di kamar VIP.
"Permisi, maaf Pak. Perkenalkan, saya Suster Via yang menjaga pasien VIP tersebut. Perihal mainan mobil-mobilan itu, kami kurang tahu Pak. Pasien itu juga sudah keluar dari rumah sakit," jawab Suster Via apa adanya. Namun identitas pasien baik nama sekalipun tetap dirahasiakan dari Reno bukan karena Arthur yang meminta tetapi itu sudah prosedur rumah sakit.
"Kapan perginya?" cecar Reno.
"Baru saja sekitar beberapa menit yang lalu bersamaan dengan saya datang ke sini. Mungkin sekarang ini beliau masih di area parkiran mobil VIP hendak pulang," jawab Suster Via.
Deg...
Seketika Reno berbalik badan dan melesat lari seperti orang kesetanan menuju parkiran mobil VIP.
Bersambung...
🍁🍁🍁
Tebus semua kesalahanmu dengan membahagiakan mereka
pasti sangat....sangat... mengharukan....