Nisa anak sulung dari lima bersaudara, dipersunting oleh pria bernama Akil, Nisa berharap pernikahannya membawa perubahan pada keluarganya, Setelah sah sebagai suami istri, Akil memboyong Istrinya (Nisa) kerumah orangtuanya. Di pondok Mertua Nisa banyak menghadapi problem rumah tangga, kesabarannya runtuh setelah 11 tahun berumah tangga, bahkan Ia merasa rumah tangganya belum terbentuk. Hingga suatu ketika Nisa memutuskan untuk mengalah dan kembali ke rumah orangtuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahmadaniah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4
Nisa tersenyum, tapi matanya menyiratkan keraguan. “Mas, aku... aku belum sepenuhnya siap,” jawabnya lembut. “Aku masih merasa ada yang kurang dalam diriku. Ini bukan hanya soal kita, tapi juga tentang aku sebagai wanita.”
Akil terlihat bingung sejenak, lalu pipinya memerah. “Oh, jadi... maksudmu...”
“Ya,” Nisa melanjutkan, “aku ingin memastikan segalanya baik sebelum kita melangkah lebih jauh. Aku ingin menjadi yang terbaik untukmu.”
Akil mengangguk, mencoba memahami, tetapi ada raut malu di wajahnya. “Jadi, ini artinya kita harus menunggu?”
“Sedikit lebih lama, mungkin beberapa hari lagi,” Nisa menjawab sambil tersenyum.
Mendengar jawaban itu, Akil tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana. “Jadi, aku harus bersabar? Kamu tidak percaya pada kekuatanku untuk menunggu?”
“Bukan begitu, tapi... ini penting,” Nisa menjelaskan, tetapi senyumnya tidak bisa disembunyikan.
“Mau tidak mau, aku harus menghormati keinginanmu, kan?” Akil bergurau. “Tapi tahu, menunggu itu membuatku terasa seperti menunggu ujian yang sulit.”
Nisa tertawa, merasakan kelegaan di antara mereka. “Kalau begitu, kita bisa belajar bersama. Setidaknya, kita bisa bercanda dan membuat waktu ini menyenangkan.”
Dengan perasaan malu namun lucu, Akil menggaruk kepalanya. “Baiklah, aku akan berusaha untuk tidak terburu-buru. Tapi, bisa tidak aku mulai merencanakan ‘ujian’ selanjutnya?”
“Bisa, tapi jangan harap itu akan mudah!” Nisa menjawab dengan senyum nakal.
Mereka berdua tertawa bersama.
Akil menatap Nisa dengan penuh kasih, rasa hangat menjalari hatinya. Mereka memang baru saja mengucap janji suci, namun ia tak ingin terburu-buru. Dalam keheningan malam, ia meraih selimut dan menutupi mereka berdua, berusaha memberikan kenyamanan untuk istrinya.
“Selamat tidur, istriku,” bisik Akil lembut sambil membelai rambut Nisa.
Nisa tersenyum dalam kantuknya, membalasnya dengan kata-kata yang hampir berbisik, “Selamat tidur, suamiku.”
Dalam keheningan malam, mereka terlelap bersama, saling bersandar, menemukan kenyamanan dalam kehadiran satu sama lain. Meski malam pertama mereka bukan seperti yang dibayangkan banyak orang, tetapi mereka berdua merasa bahagia dan tenang. Mereka tahu, ini adalah awal dari kisah cinta panjang yang akan mereka jalani bersama sebagai pasangan suami istri.
___
Pagi itu, Nisa terbangun perlahan, matanya masih terasa berat. Ia mengerjap, berusaha menyesuaikan pandangannya dengan cahaya pagi yang lembut mengisi kamar. Tetapi, ketika ia menoleh, rasa terkejut menyergapnya—Akil tidak ada di sampingnya.
Dengan perasaan campur aduk, Nisa meraih ponsel di atas nakas. Begitu melihat jam di layar, ia hampir terlonjak dari tempat tidur. Sudah jam 8 pagi!
"Hah, aku terlambat bangun... di rumah mertua pula," gumamnya cemas.
Ia merasa bingung—di satu sisi ingin segera keluar kamar untuk mencari Akil, tapi di sisi lain, perasaan sungkan menahannya. Hari ini adalah pagi pertamanya di rumah keluarga suaminya, dan sudah pasti semua orang sudah terjaga sejak tadi.
"Astaga... apa mereka sudah sarapan? Apa mereka berpikir aku malas?" pikir Nisa, hatinya mulai tak tenang. Dalam hatinya, ia mengutuk diri sendiri karena tertidur begitu lelap setelah perjalanan panjang kemarin. Ia berharap bisa membuat kesan pertama yang baik sebagai menantu baru.
Nisa merapikan dirinya cepat-cepat, mengenakan hijabnya dengan sedikit gemetar. Ia merasa malu membayangkan bagaimana reaksi ibu mertuanya nanti. Dengan tarikan napas dalam, ia akhirnya memberanikan diri membuka pintu kamar.
Begitu melangkah ke ruang tamu, ia melihat Akil sedang duduk di meja makan bersama ibunya, sambil mengobrol santai. Ibu mertuanya tersenyum lembut ketika melihat Nisa keluar dari kamar.
"Nisa, kamu pasti lelah sekali ya setelah perjalanan kemarin?" tanya ibu mertuanya dengan nada hangat.
Nisa merasa pipinya memerah. “Maaf, Bu... saya kesiangan...”
“Tidak apa-apa,” jawab ibu mertuanya dengan senyum pengertian.
“Kami tahu kamu pasti butuh istirahat. Akil juga cerita kalau kamu tidur nyenyak sekali tadi malam.”
Akil tersenyum simpul ke arah Nisa, mengangguk pelan. “Iya, santai saja,Sayang, Aku sudah jelaskan ke Ibu. Lagipula, ini hari pertama kamu di sini, jadi tidak perlu terburu-buru.”
Nisa merasa sedikit lega, meski malu masih tersisa. Ia mendekat dan duduk di samping Akil, mencoba menenangkan dirinya. Akil diam-diam menggenggam tangannya di bawah meja, memberi isyarat bahwa semuanya baik-baik saja.