Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kampus Universitas Citra, Vano, seorang mahasiswa hukum yang cerdas dan karismatik, ditemukan tewas di ruang sidang saat persidangan penting berlangsung. Kematian misteriusnya mengguncang seluruh fakultas, terutama bagi sahabatnya, Clara, seorang mahasiswi jurusan psikologi yang diam-diam menyimpan perasaan pada Vano.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fadhisa A Ghaista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
simbol tersembunyi
Andra menyandarkan tubuhnya ke dinding loker, mengatur napas yang sedikit terengah setelah berhasil membobol loker milik Vano yang penuh debu dan tak tersentuh sejak kematiannya. Di dalamnya, ia menemukan sesuatu yang tak biasa—sebuah kotak musik transparan yang tampak kuno, dengan ukiran indah di bagian tepinya. Ketika ia mengamati lebih dekat, matanya tertumbuk pada sebuah benda kecil di dalam mekanisme kotak musik itu.
Dengan hati-hati, Andra mengangkat kotak musik tersebut, memutar-mutar untuk menemukan cara membuka bagian dalamnya. Tak lama kemudian, setelah mencoba beberapa kali, ia berhasil mengeluarkan sebuah flashdisk kecil dengan gantungan salib berwarna rosegold, yang terlihat elegan tetapi penuh misteri. Andra mengamati gantungan salib itu, dan perasaannya berkecamuk saat menyadari sesuatu.
“Ini mirip sekali dengan kalung yang dipakai Kak Renata…” pikirnya. Namun, setelah diperhatikan lebih seksama, ia menyadari ada perbedaan yang signifikan. Salib yang ditemukan dalam kotak musik ini adalah sebuah rosario kecil—salib khas Katolik yang berbeda dengan kalung Kristen biasa.
Pikiran Andra langsung melayang pada berbagai kenangan tentang Kak Renata, kakak tingkat mereka yang terkenal ramah dan dekat dengan banyak mahasiswa, termasuk Vano. Kak Renata sering terlihat mengenakan kalung salibnya dengan bangga, tetapi yang ini terasa berbeda. Bagaimana Vano bisa memiliki rosario kecil ini, yang terlihat seperti salinan dari milik Renata namun dengan perbedaan kecil? Apakah ini tanda dari seseorang yang dekat dengannya?
Andra menggenggam flashdisk itu dengan hati-hati, pikirannya dipenuhi rasa penasaran dan kekhawatiran. Kenyataan bahwa Vano menyembunyikan sesuatu yang begitu rumit menunjukkan bahwa flashdisk ini mungkin menyimpan data yang sangat penting, data yang bisa mengungkap lebih banyak tentang kasus kematiannya. Andra tahu ia harus berhati-hati—siapa pun yang memburu mereka tak akan tinggal diam jika mengetahui bukti ini.
---
Di sore hari, Andra menemui Naya di ruang belajar kampus yang sepi, berharap untuk memecahkan misteri ini bersama-sama.
“Naya, aku menemukan ini di loker Vano,” katanya, menunjukkan kotak musik transparan itu. Naya tampak terkejut, mengambilnya dan memperhatikan setiap detail kotak musik tersebut.
“Flashdisk ini tersembunyi di dalam mekanismenya,” lanjut Andra sambil menunjukkan salib rosegold. “Lihat, salibnya mirip dengan yang dipakai Kak Renata, tapi ada perbedaan. Ini bukan salib Kristen biasa, ini rosario Katolik.”
Naya tampak bingung. “Kenapa Vano punya benda seperti ini? Dan kenapa disembunyikan dengan begitu rumit?”
Andra menghela napas dalam. “Mungkin ini ada kaitannya dengan kasus yang ia selidiki. Atau mungkin… ada sesuatu yang ia sembunyikan dari kita semua. Kak Renata juga mungkin terlibat lebih dari yang kita tahu.”
“Berarti ini bukan hanya tentang kasus di kampus. Ini bisa jadi menyangkut sesuatu yang lebih besar,” bisik Naya, pikirannya berpacu. Keduanya terdiam, menyadari bahwa mereka berada di jalur yang berbahaya. Benda kecil ini mungkin memegang kunci ke kebenaran, tetapi mereka belum tahu, apakah kebenaran itu akan membawa mereka pada jawaban atau malah mengungkap lebih banyak pertanyaan.
°°°°°
Andra dan Naya memutuskan untuk mencari petunjuk lebih lanjut tentang hubungan Vano dan Kak Renata. Mereka tahu, menyelidiki lebih dalam akan membahayakan diri mereka, namun rasa penasaran telah menggerakkan mereka jauh melampaui ketakutan akan ancaman.
Di kampus, desas-desus tentang kematian Vano masih berhembus, tetapi kali ini muncul tambahan kecurigaan mengenai hubungannya dengan Kak Renata. Kabar itu membuat suasana fakultas menjadi lebih tegang, dan Andra tahu, mereka harus bergerak dengan hati-hati.
Di sore yang mendung, Andra dan Naya menunggu di kafe kampus tempat mereka tahu Kak Renata sering datang. Saat Renata akhirnya muncul, mereka menghampirinya. Andra mencoba memulai percakapan tanpa menyinggung topik yang terlalu langsung.
“Kak Renata, boleh ngobrol sebentar? Aku mau tanya sesuatu tentang… Vano,” kata Andra dengan nada hati-hati. Renata tampak terkejut, namun ia duduk bersama mereka.
“Apa yang mau kalian bicarakan tentang Vano?” tanyanya, tatapannya lembut, namun penuh kehati-hatian.
Naya melihat ekspresi Renata yang tampak lelah. “Kak, kami menemukan sesuatu yang aneh… dan sepertinya ini berkaitan dengan kakak. Apakah kakak mengenal Vano lebih dari sekadar teman fakultas?”
Renata tampak gelisah, seolah sesuatu dalam pertanyaan itu mengusiknya. Namun, ia tersenyum samar, “Vano memang teman yang baik… tapi aku sudah punya pacar, jadi tidak mungkin ada sesuatu antara aku dan dia.”
Andra dan Naya saling berpandangan, melihat celah kecil dalam pengakuan Renata. Mereka tahu Kak Renata memiliki pacar, seorang alumnus bernama Rian yang sering datang ke kampus. Namun, sesuatu terasa ganjil dalam cara Renata menanggapi pertanyaan itu.
“Tapi kak, kenapa Vano menyimpan ini?” Andra mengambil langkah berani dengan mengeluarkan flashdisk dengan gantungan rosario salib rosegold itu. Renata menatapnya dengan kaget, matanya membulat, seolah melihat sesuatu yang sangat dikenalnya.
“Itu… rosario?” Renata berbisik dengan nada gemetar. “Dari mana kalian dapatkan itu?”
“Di loker Vano,” jawab Naya. “Kenapa dia punya rosario itu, Kak? Ini terlihat seperti simbol agama Katolik, sedangkan kalung kakak bukan yang seperti ini, kan?”
Renata tampak semakin gelisah. Ia menggigit bibir, matanya berlari ke setiap sudut ruangan, seolah takut ada yang mendengar percakapan mereka. Dengan nada suara yang hampir tidak terdengar, ia menjawab, “Vano menemukan sesuatu yang… seharusnya tidak ia temukan.”
Seketika suasana menjadi lebih tegang. Renata menatap mereka dengan ekspresi penuh kepanikan, lalu berbisik pelan, “Dengar, aku akan memberitahu kalian sesuatu… Tapi kalian harus janji tidak melibatkan Rian, pacarku. Jika dia tahu aku berbicara tentang ini…”
Naya dan Andra mengangguk setuju, mereka memahami ketakutan Renata. “Kami janji,” ujar Naya.
Renata menunduk, suaranya lirih. “Vano menemukan bukti penting di ruang sidang. Dia bilang dia tak sengaja melihat dokumen-dokumen kasus lama yang… melibatkan seseorang yang dekat denganku. Dia pikir itu hanya kasus biasa, tapi semakin ia menyelidiki, semakin ia sadar bahwa ini adalah hal besar.”
Andra menyimak dengan penuh perhatian. “Apakah ini ada hubungannya dengan flashdisk itu, Kak?”
Renata menatapnya dan mengangguk, wajahnya menegang. “Ya. Itu berisi bukti penting tentang… seseorang yang terlibat dalam kasus kriminal. Tapi aku tidak tahu siapa yang menyimpannya. Vano hanya memberitahuku tentang flashdisk itu, lalu mendadak ia ditemukan… dalam kondisi seperti itu.”
Naya bertanya dengan nada penuh rasa ingin tahu, “Apakah kakak tahu siapa yang bisa saja memiliki alasan untuk menyembunyikan bukti itu?”
Renata menggigit bibir, matanya berkaca-kaca. “Rian… dia pernah terlibat dalam penyelesaian kasus lama di fakultas hukum. Tapi aku tidak tahu sejauh mana keterlibatannya, dan aku tak bisa menuduh tanpa bukti.”
Andra merasa napasnya semakin berat. Apakah mungkin Rian, pacar Renata, tahu lebih banyak tentang kematian Vano daripada yang terlihat? Apa yang disembunyikan Rian?
Renata bangkit dari kursi, suaranya bergetar. “Ini sudah cukup. Aku tak bisa bicarakan lebih banyak. Aku harus pergi.”
Renata bergegas pergi, meninggalkan Andra dan Naya dengan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Mereka menyadari, jika benar Rian terlibat, maka mereka tidak hanya menghadapi ancaman dari luar, tetapi juga harus berhati-hati pada orang-orang di sekitar mereka yang mungkin menyembunyikan niat terselubung.