Mengulik kehidupan selebriti di belakang layar. Novel ini menceritakan tentang, Kayla Aruna, selebriti kurang terkenal yang sudah lama berkecimpung di industri dunia hiburan itu harus menerima kritikan pedas dari netizen setelah dia tampil di salah satu program variety show bersama Thaniel Hanggono.
Namun di tengah kontroversi yang menimpa Kayla, tawaran untuk bermain film bersama Thaniel justru datang dari salah satu production house dengan bayaran yang cukup mahal. Kayla yang menerima tawaran itu karena tertarik dengan naskahnya pun semakin banyak menerima hate comment karena dianggap panjat sosial menggunakan nama Thaniel.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yourlukey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
apartemen
"Gue benci sama lo itu beneran, bukan salah paham." Kalimat itu berulang kali terlintas di pikiran Thaniel sepanjang malam hingga membuatnya tidak bisa tidur. Dia mendengus sebal entah sudah ke berapa kali.
"Dia benci sama gue? Kenapa? Karena video itu? Bukannya dia bilang kalau itu juga bukan salah gue? Terus kenapa dia benci sama gue? Karena dia dapat hate comment dari fans gue? Gue kan udah ngebela dia? Bukan salah gue kalau mereka nggak ngederin gue." Sepanjang malam itu Thaniel terus menanyakan pada dirinya sendiri alasan mengapa Kayla membencinya. Dia tidak terima, egonya terluka. "Tunggu, dia nggak jadi besar kepala gara-gara gue minta dia buat jadi guru akting, kan?" Thaniel menghela napas kasar karena tak kunjung mendapat jawaban pasti.
Hingga esok menjelang pun Thaniel masih belum bisa istirahat. Alih-alih memikirkan alasan mengapa Kayla membencinya, dia memilih menyibukkan diri dengan berolahraga di ruang gym private milik keluarganya. Setelah beberapa saat melakukan kegiatannya, Thaniel menyerobot ponselnya di atas meja. Menelepon Manajernya, Nando.
"Kok lo belum ke sini? Jadwal gue hari ini apaan?" Thaniel bertanya setelah menempelkan ponselnya di telinga.
"Hari ini kan Mas Thaniel nggak ada jadwal? Jadi saya nggak ke rumah Mas Thaniel." Kata Nando di seberang telepon.
"Gue nggak ada jadwal?"
"Iya. Dua minggu yang lalu, Mas Thaniel bilang pengen libur jadi saya nggak atur jadwal."
Thaniel hanya menganggukkan kepala. "Terus lo lagi ngapain?"
"Apa?"
Nando terdengar terkejut saat Thaniel tiba-tiba menanyakan apa yang dilakukan Manajernya.
"Saya lagi ngurusin pindahan rumah." Kata Nando.
Thaniel mengerutkan dahi. "Pindahan? Kok nggak bilang gue."
Nando tertawa di seberang telepon. "Kayaknya saya nggak perlu ngomong ke Mas Thaniel, deh, kalau saya lagi pindahan rumah."
Benar juga. Pikir Thaniel. Sejak kapan dia mengurusi urusan pribadi Manajernya? "Lagi ngurus sendiri?"
"Iya. Kenapa Mas Thaniel?"
Thaniel berdeham. "Mau gue bantuin, nggak? Gue malah bosen, nih, karena nggak ada jadwal."
"Apa? Nggak salah?"
"Nggak papa, sih, kalau nggak mau."
"Boleh deh, Mas Thaniel." Kata Nando, kemudian tertawa. "Hitung-hitung ngirit biaya pengiriman. Eh, nggak deh. Saya lagi butuh orang buat menerima barang pindahan saya ke rumah baru."
"Maksudnya?" Thaniel tidak mengerti.
"Bentar dulu. Ini Mas Thaniel beneran mau bantuin saya? Gaji saya bulan depan nggak dipotong, kan?"
"Mau apa nggak, nih? Emang gue sekejam itu apa?"
"Mau dong, Mas Thaniel. Jangan berubah pikiran." Kata Nando.
"Jadi saya ngapain? Nggak ngerti maksudnya."
"Mas Thaniel pergi aja ke rumah baru saya, terus cukup awasi barang saya yang lagi dipindahin sama jasa pengiriman. Mereka pasti nggak enak kalau tuan rumahnya nggak ada di rumah, soalnya saya masih di rumah lama saya." Jelas Nando.
Thaniel sekarang mengerti. "Begitu aja?"
"Iya, Mas. Begitu aja. Nanti saya kirim alamatnya."
Thaniel tidak sedang bercanda. Untuk benar-benar mengalihkan perhatiannya dari ucapan Kayla, dia pergi ke alamat yang telah Nando beritahu melalui pesan singkat. Tapi siapa yang menyangka kalau saat Thaniel akan bertemu dengan Kayla saat dia hendak naik lift?
Kayla dengan wajah dingin setiap bertemu dengan Thaniel itu langsung memalingkan wajah begitu mereka bertatap muka.
Thaniel yang melihat itu pun hanya mendengus sebal. Perasaan tidak enak yang beberapa hari lalu menyelimuti perasaannya itu seketika sirna melihat reaksi gadis itu. Seketika dia menyesal telah memikirkan perkataan gadis itu hingga membuatnya tidak bisa beristirahat. Dia menyayangkan mengapa dia membuang waktu dan pikirannya hanya untuk orang yang membencinya.
"Bisa biasa aja nggak reaksinya? Kalau ada orang yang ngelihat, mereka pasti ngehujat lo lagi."
Kayla melirik semakin tajam, mukanya masam. Dia ingin menimpali perkataan Thaniel tapi pintu lift lebih dulu terbuka.
Suasana lengang. Untung saja tidak ada siapapun selain mereka, jadi keduanya bisa mengekspresikan perasaan mereka lebih bebas.
Thaniel menekan tombol nomor 21, bertepatan dengan laki-laki itu, Kayla juga akan menekan tombol yang sama, tapi dia urungkan saat melihat Thaniel menekan tombol tersebut.
"Jadi begini sifat asli seorang Thaniel Hanggono? Pura-pura peduli padahal menikmati saat seseorang lagi dihujat?" Kayla berkata ketus.
Thaniel tidak terima. Dia pun dengan cepat menyanggah tudingan tersebut.
"Gue nggak pernah, ya, pura-pura menikmati tontonan orang yang lagi dihujat. Gue minta maaf dengan tulus. Jangan nyebarin gosip yang enggak-enggak."
"Ya, ya, ya, anggap aja begitu." Kata Kayla.
Pintu lift terbuka, mereka sudah sampai ke tempat tujuan.
"Di antara banyaknya orang yang ingin tinggal di unit itu, kenapa harus dia sih?" Kayla bergumam pada dirinya sendiri.
Tapi perkataan Kayla itu terdengar jelas di telinga Thaniel. Meski itu bukan apartemennya, dia tetap tidak terima. Thaniel ingin menimpali perkataan Kayla, tapi gadis itu buru-buru masuk ke apartemennya.
"Ngeselin banget dia." Kata Thaniel dengan raut masam.