✰Rekomendasi Cerita "Introspeksi"✰
Nero, seorang pewaris perusahaan ternama, menikahi Aruna, gadis desa sederhana yang bekerja di perusahaannya. Cinta mereka diuji oleh keluarga Nero, terutama ibu tirinya, Regina, serta adik-adik tirinya, Amara dan Aron, yang memperlakukan Aruna seperti pembantu karena status sosialnya.
Meskipun Nero selalu membela Aruna dan menegaskan bahwa Aruna adalah istrinya, bukan pembantu, keluarganya tetap memandang rendah Aruna, terutama saat Nero tidak ada di rumah. Aruna yang penuh kesabaran dan Nero yang bertekad melindungi istrinya, bersama-sama berjuang menghadapi tekanan keluarga, membuktikan bahwa cinta mereka mampu bertahan di tengah rintangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Detia Fazrin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
She's My Wifeꨄ
...»»————> Perhatian<————««...
...Tokoh, tingkah laku, tempat, organisasi profesi, dan peristiwa dalam cerita ini adalah fiktif dan dibuat hanya untuk tujuan hiburan, tanpa maksud mengundang atau mempromosikan tindakan apa pun yang terjadi dalam cerita. Harap berhati-hati saat membaca....
...**✿❀ Selamat Membaca ❀✿**...
Sore itu, Aruna turun dari apartemennya dengan Biru di dalam tas kucing yang nyaman. Langkahnya terasa ringan, mungkin karena perasaan gugup yang bercampur dengan antusiasme. Dress biru muda yang ia kenakan hari itu tampak selaras dengan cuaca yang cerah. Rambutnya terurai lembut, bergerak mengikuti setiap langkahnya. Sesampainya di lobi, dia melihat Nero duduk di sofa, sibuk dengan ponselnya.
Begitu pandangan Nero bertemu dengan Aruna, mata pria itu seketika terangkat, terpesona oleh penampilan Aruna yang begitu cantik dan sederhana. Meski biasanya Aruna tak terlalu memperhatikan penampilannya, hari ini ada sesuatu yang berbeda. Mungkin karena ia akan menghabiskan waktu bersama Nero dan Biru, kucing kecil yang menghubungkan mereka sejak awal.
"Siap?" tanya Nero sambil tersenyum, berdiri dari sofa. Ia merasa jantungnya sedikit lebih cepat berdetak, tapi berusaha tetap tenang.
"Siap," jawab Aruna dengan senyuman kecil, berusaha menenangkan dirinya sendiri. Dia melirik Biru yang tampak nyaman dalam tasnya, mengintip keluar dengan rasa penasaran.
Mereka pun meninggalkan lobi apartemen, berjalan menuju mobil Nero yang terparkir di depan. Nero membuka pintu untuk Aruna, lalu memeriksa Biru sejenak, memastikan kucing itu merasa aman dan nyaman. Sesaat kemudian, mereka meluncur menuju tujuan jalan-jalan hari itu.
Setelah beberapa menit berkendara, mereka sampai di sebuah mall besar.
Aruna turun sambil menggendong Biru. Nero tak bisa mengalihkan pandangannya dari Aruna. Ada sesuatu tentang cara Aruna yang sederhana namun memikat yang membuatnya merasa lebih dekat. Sesekali ia melirik ke arah tas kucing, memastikan Biru baik-baik saja.
Ketika mereka melewati trotoar di depan mall, Aruna berhenti sejenak. Ada seorang pengemis tua yang duduk di sudut jalan, tampak lelah dan kelaparan. Aruna terdiam, menatap pengemis itu dengan mata penuh simpati.
"Nero, tunggu sebentar," ucap Aruna tiba-tiba.
Nero yang bingung mengikuti langkahnya, melihat Aruna membuka tas yang dia bawa. Ternyata, selain membawa camilan untuk Biru, Aruna juga telah membeli beberapa makanan dan camilan seperti roti, susu, kue-kue. "Ini untuk mereka," kata Aruna dengan lembut.
Pengemis itu tersenyum penuh syukur ketika Aruna memberikan makanan tersebut. Nero memandanginya dengan kagum. Dia berpikir, "Makanan itu untuk siapa? Ternyata untuk mereka." Aruna tidak hanya membeli makanan untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk orang lain yang membutuhkan. Hal ini membuat Nero terkesan.
"Aruna, kamu selalu seperti ini?" tanya Nero sambil tersenyum saat mereka melanjutkan perjalanan.
Aruna tersenyum malu, "Ya, kalau ada yang lebih, aku suka berbagi."
Nero mengangguk, semakin tertarik dengan sisi lain dari Aruna yang selama ini mungkin tak banyak orang tahu.
Mereka pun akhirnya memasuki mall, berjalan berdampingan dengan Biru kini berada dalam gendongan Nero. Kucing kecil itu tampak tenang, meski sesekali melirik dengan mata besarnya yang penuh rasa ingin tahu.
Saat mereka masuk ke sebuah toko khusus hewan peliharaan, Nero dan Aruna memilih camilan khusus untuk Biru. Namun, suasana ramai di dalam toko membuat Biru tampak sedikit gelisah. Kucing kecil itu menggeliat, mencoba bersembunyi di dalam pelukan Nero.
"Sepertinya dia takut," kata Aruna, sedikit khawatir.
Nero mengangguk sambil mengusap kepala Biru dengan lembut. "Biru, tenang. Kami di sini bersamamu," kata Nero dengan suara lembut yang mengejutkan Aruna.
Aruna tersenyum, melihat bagaimana Nero bisa begitu perhatian pada Biru. Dalam hatinya, ia tak bisa menyangkal bahwa perasaan hangat mulai tumbuh setiap kali ia melihat sisi lembut Nero ini. Namun, ia masih berusaha menjaga jarak. "Jangan jatuh cinta, Aruna," gumamnya dalam hati.
Setelah membeli camilan untuk Biru, mereka memutuskan untuk makan siang di salah satu restoran yang ada di mall. Nero memilih meja yang cukup nyaman di sudut restoran, sementara Aruna mengatur posisi Biru agar kucing itu bisa duduk dengan tenang di pangkuannya.
Selama makan siang, suasana terasa lebih santai.
Nero dan Aruna mulai berbincang-bincang lebih dekat. Sesekali mereka tertawa bersama, terutama ketika Biru mulai bertingkah lucu, mencoba meraih makanan dari meja. Tingkah Biru yang menggemaskan menarik perhatian beberapa pengunjung lain, tapi Nero dan Aruna justru semakin menikmati momen itu.
"Kamu pasti sering jalan-jalan dengan Biru, ya?" tanya Nero sambil tersenyum.
Aruna menggeleng. "Tidak juga, biasanya kami hanya di rumah. Ini pertama kalinya dia ke tempat ramai seperti ini."
Nero mengangguk sambil menatap Aruna lebih dalam. "Kamu kelihatan tenang sekali. Aku kira kamu akan merasa canggung atau khawatir membawa Biru ke tempat ramai seperti ini."
Aruna tertawa kecil. "Mungkin karena aku percaya Biru akan baik-baik saja. Lagipula, aku merasa... nyaman, berada di sini bersamamu."
Nero terdiam sejenak, menatap Aruna dengan senyum kecil yang tak bisa ia sembunyikan. Ada sesuatu dalam kata-kata Aruna yang membuatnya merasa hangat di dalam. "Aku juga merasa begitu," jawab Nero perlahan.
Setelah makan siang selesai, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan lagi. Saat melewati sebuah booth photo booth, Aruna tampak tertarik.
"Ayo foto di sini," ajak Aruna dengan antusias. "Kita bisa simpan sebagai kenang-kenangan."
Nero tersenyum lebar, mengangguk setuju. "Kenapa tidak?"
Mereka pun masuk ke dalam booth kecil itu, dan Biru diletakkan di tengah-tengah. Nero dan Aruna duduk di kedua sisinya, dengan kamera di depan mereka siap mengambil gambar. Saat foto diambil, Biru membuat pose lucu dengan telinganya yang terangkat, membuat keduanya tertawa lepas.
"Ini momen yang tidak akan pernah aku lupakan," ucap Aruna sambil melihat hasil fotonya.
Nero tersenyum sambil melihat hasil foto itu. "Aku juga. Aku rasa ini hari yang luar biasa."
Setelah sesi foto selesai, mereka memutuskan untuk pulang.
Nero mengantarkan Aruna dan Biru kembali ke apartemen. Ketika mereka sampai di lobi, Nero menghentikan langkahnya sejenak, memandang Aruna dengan senyum lembut.
"Aku sangat menikmati hari ini. Terima kasih sudah mengajakku jalan-jalan dengan Biru," kata Nero, suaranya terdengar tulus.
Aruna tersenyum lembut, "Aku juga. Terima kasih untuk hari ini, Nero."
Sebelum pergi, Nero mendekat ke tas kucing dan mencium Biru dengan gemas. "Sampai ketemu besok, Biru. Dan kamu juga, Aruna," ucap Nero sambil menatap Aruna dalam-dalam sebelum berpamitan.
Aruna hanya bisa tersenyum kecil saat melihat Nero pergi. Ada sesuatu yang ia rasakan, sesuatu yang mungkin sulit untuk dihindari. Tapi ia masih berusaha untuk tidak terlalu memikirkan perasaannya.
Ketika ia masuk ke apartemennya dan meletakkan Biru di tempat tidurnya, Aruna tersenyum lembut.
"Apa aku benar-benar bisa menjaga janji itu?" tanyanya pelan pada Biru, yang sekarang sudah tertidur pulas.
Perasaan hangat itu masih ada, dan Aruna tahu bahwa semakin sulit baginya untuk menjaga jarak. Tapi untuk sekarang, dia hanya ingin menikmati momen-momen sederhana seperti hari ini.
...**✿❀○❀✿**...
kamu harus coba seblak sama cilok
Bibi doakan Dara biar temu jodoh juga