💕 Apa yang kamu lakukan jika di berikan kesempatan kedua untuk hidup? 💕
Tasya dan Alexander di berikan kesempatan kedua untuk kembali ke masa dimana mereka harus memperbaiki masa muda mereka dan segala kesalahan yang mereka lakukan.
Dapatkan mereka memperbaiki kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan? Haruskan mereka mengorbankan seseorang yang mereka sayangi?
DISCLAIMER: Cerita ini murni karangan Pena dua jempol. Segala bentuk foto ilustrasi baik tokoh maupun property bukan milik pena dua jempol namun sudah mendapatkan izin untuk menggunakannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon choirunnisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Homeless
Tasya bingung apa yang harus ia lakukan? Ia putri tunggal keluarga Sanjaya. Yang mana harus segera mengambil keputusan, untuk membayar hutang Ayahnya.
Ia mondar mandir di dalam kamarnya. Sambil sesekali merapikan pakaian dan barang mereka. Karena lusa, rumah sudah harus di kosongkan.
Pihak Bank masih berbaik hati memberikan keringanan, untuk tetap tinggal di rumah itu sampai 6 bulan. Sebelum Tasya dan Lukas mendapatkan tempat tinggal baru.
Tasya mengumpulkan buku tabungannya dan memeriksa sisa uangnya. Ia sangat terkejut, karena sisa uang di tabungannya hanya tinggal 80 juta.
Bagaimana bisa ia mencari rumah dengan uang yang hanya tersisa segitu.
Berkali-kali Tasya menghubungi Lukas untuk pulang dan membicarakan masalah ini dengan suaminya. Namun tak kunjung diangkat.
Tasya yakin, keluarga Lukas bersedia membantu anak dan menantunya. Bukankah selama ini, keluarga Sanjaya juga sering membantu keluarga suaminya itu?! Begitulah pikir Tasya.
"Ayo dong Luke ... aku mohon angkat telponnya ...."
Tidak ada respon dari sang suami. Tasya bergegas menemui kepala asisten rumah tangganya untuk meminta solusi terbaik dari masalahnya.
"Bik Parti ... Tasya bingung harus apa? Lukas nggak bisa di ajak komunikasi perihal ini. Alasannya perusahaan Immanuel juga sedang goyang."
Bik Parti mengelus kepala anak majikannya itu dengan lembut. Biarpun Tasya sudah memiliki anak dua. Tapi inner child Tasya, masih melekat pada wanita cantik itu.
"Bik Parti akan kembali ke Kabupaten. Non Tasya mau ikut Bik Parti tinggal di sana?"
"Jauh nggak dari sini, Bik?"
Bik Parti menggeleng. "Cuma dua jam dari sini, Non. Kalau naik motor. Kalau naik mobil bisa lebih cepat, Non. Paling satu jam setengah."
Tasya mengerutkan keningnya. "Berarti masih dekat-dekat sini dong Bik?"
"Iya Non. Anak Bibik baru ambil rumah di kampung. Perumahan Non, subsidi tapi."
"Subsidi itu apa? Hemmm ... maksud Tasya rumah subsidi bentuknya seperti apa, Bik?" tanya Tasya bingung.
"Rumah subsidi itu biaya pembelian rumah atau kredit rumahnya, mendapat bantuan dari pemerintah. Biasanya rumahnya ukuran 21 m² sampai 30 m² dan untuk luas tanahnya 60 m², Non. Untuk fasilitas di dalam komplek nya biasanya sudah ramai, Non.”
Tasya cukup tercengang. Ukuran rumah segitu sama dengan ukuran kamarnya plus kamar mandinya.
Bahkan jika di gabungkan dengan wardrobe dan balkon kamar, sepertinya lebih besar kamarnya.
Tapi, Tasya tidak memiliki pilihan lain. Mereka harus pindah. Lukas juga menyerahkan semua masalah ini padanya.
Tasya harus berfikir cepat dan mengambil keputusan dengan bijak.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Alexander belum bisa menerima kenyataan. Bahwa sebentar lagi ia harus meninggalkan rumahnya.
Ia menghabisi waktu merenungnya di Club yang biasa ia kunjungi bersama teman-temannya.
Ibrahim, Matthew dan Lukas tampak asik menikmati musik yang berdetak kencang.
Hanya Alexander yang memejamkan matanya namun bukan sedang tertidur. Ia sedang di bawah pengaruh alkohol dan barang-barang haram.
"Jangan inject di sini lah, Lex. Kalo lagi sidak, kita juga yang kena. Sana pindah ke room!" bentak Lukas sambil menyenggol lengan Alexander.
Bagai kerbau yang di cucuk hidungnya. Alexander mengikuti saran Lukas untuk memasuki salah satu room sambil membawa barang-barang haram itu.
"Tumben lo gak ikutan?" tanya Ibrahim sambil merangkul salah satu wanita yang ia pilih untuk menemaninya malam ini.
"Gue balik cepet. Bini gue telpon mulu. Lagi rese dia."
"Jangan gitu, dia tuh lagi stress after collapse, Luke. Harusnya lo ada di samping dia saat ini. Lo terlalu kejam Luke," timpal Matthew.
"Berisik ah ... kayak lo pada nemenin bini lo aja." Lukas menatap remeh ke arah Ibrahim yang sedang ia sindir.
Lukas berjalan keluar Club. Setelah itu ia memasuki mobilnya dan mulai menghubungi seseorang.
"Hallo ... iya betul Pak ... ada di room no 6."
Lukas mematikan handphonenya sambil menatap bangunan yang sebentar lagi akan ramai dan mencekam disaat bersamaan.
Ia segera melajukan mobilnya dengan cepat untuk pulang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Lukas memasuki rumah yang tampak gelap gulita. Ia heran mengapa rumah ini gelap seperti sudah tidak ada penghuninya.
Berkali-kali ia memanggil sang istri namun tidak ada jawaban.
Lukas menyalakan flash di handphone nya lalu berjalan cepat menuju kamarnya.
Disana ada kedua anaknya dan sang istri tidur dalam satu kasur bersamaan.
Lukas membangunkan Tasya dengan kasar. Membuat Tasya terlonjak kaget dengan apa yang Lukas lakukan terhadapnya.
"Apa-apaan ini, Tas. Kenapa rumah bisa gelap begini?" bentaknya kesal.
Tasya yang otomatis berdiri karena di tarik paksa oleh Lukas menatap Lukas dengan tatapan kesal.
"Kamu tanya kenapa, Luke? Dari tadi aku hubungin kamu untuk kasih tau kamu, kalau mulai malam ini, listrik di rumah ini di putus."
"Kenapa bisa di putus?"
"Karena bulan kemarin kita belum bayar. Tagihan listrik bulan kemarin 3 juta lebih, Lukas!" geram Tasya.
Namun dengan suara yang ia tahan karena takut membangunkan putra dan putrinya.
Lukas terdiam mencerna ucapan Tasya.
"Mulai besok kita gak bisa tinggal di sini lagi, Luke. Aku juga sudah urus kepindahan anak-anak di sekolah mereka."
"Arrgghhh sial!" Lukas mengumpat kesal.
"Sekarang kamu pilih, kita pulang ke orang tua kamu atau kredit rumah di Kabupaten deket rumah Bik Parti?"
"Tunggu! Pulang ke rumah orang tua aku? Numpang maksud kamu."
Ah ... Tasya lupa. Orang tua Lukas masih menganggapnya orang lain. Bukan menantu mereka.
"Iya numpang di orang tua kamu."
Tasya menekankan kata numpang di dalam kalimatnya untuk menyindir Lukas.
"Gak bisa ... orang tua aku repot. Mereka gak suka suara anak kecil. Berisik."
Tasya tertawa geli mendengar alasan Lukas. Lukas selalu seperti ini.
Ia tidak pernah membela Tasya, baik di belakang orang tua lelaki itu apalagi di depan orang tuanya.
"Gak suka suara anak kecil? Emang kamu lahir dari rahim siapa, Luke? Emang kamu lahir langsung gede begini? Aneh-aneh aja alasan kamu. Berarti kita pilih opsi kedua ya, Luke. Kita akan ambil rumah di Kabupaten."
Lukas tidak menjawab. Ia memilih keluar kamar. Bahkan ia keluar dari rumah itu menuju kediaman keluarganya untuk mengadukan semuanya kepada orang tuanya perihal masalahnya hari ini.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kediaman Immanuel
...Seorang Pengusaha muda yang baru-baru ini mengalami collapse, malam tadi tertangkap. Di duga AM menggunakan barang-barang psikotropika dan mengedarkannya kepada para rekan dan koleganya. Hingga saat ini......
Lukas mematikan televisi dan tersenyum senang di dalam kamarnya.
Setelah menyingkirkan Antonius Sanjaya. Dirinya berhasil menyingkirkan sahabat baiknya, Alexander.
Sudah lama Lukas ingin menyingkirkan Alexander. Apalagi sekarang dirinya sudah memiliki Bianca seutuhnya.
"Tinggal Tasya ... tapi bagaimana aku menyingkirkan perempuan bodoh itu. Aku tidak mungkin membawa anak-anak itu untuk hidup bersama Bianca."
Lukas kembali memutar otaknya. Hingga tanpa sadar ia tertidur dan melupakan rencana buruknya untuk menyingkirkan istri dan anak-anaknya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kediaman Bik Parti
"Non ... kebetulan anak ibu marketing rumah subsidi di daerah sini. Non Tasya bisa tanya, mau rumah yang seperti apa, nanti anak Bibik bawain brosurnya."
Tasya yang saat ini duduk di ruang tamu rumah Bik Parti, nampak sungkan.
Rumah Subsidi pemerintah ini memiliki ruangan yang benar-benar di luar dugaan Tasya.
Tak lama anak Bik Parti datang sambil membawa beberapa brosur dan price list. Ia pun tak lupa untuk bersalaman dengan Tasya.
Tasya tidak menyangka anak Bik Parti yang dulu sering bermain masak-masakan dengannya sekarang sudah besar.
"Non Tasya ... bagaimana kabarnya? Ini pasti Prince ya? Hallo Prince masih inget aku gak?"
Prince menatap Maminya -- Tasya. Lalu kembali menatap perempuan yang duduk di depan mami nya.
"Mbak Nana?" tanya Prince.
"Ia betul!" jawab Nana senang.
Tasya tersenyum lembut dan menjawab pertanyaan Nana.
"Aku baik, Na. Meskipun ya ... sudah tidak seperti dulu lagi, Na."
"Yang kuat dan ikhlas ya, Non Tasya. Oh iya, kata Ibu, Non Tasya lagi cari rumah ya?"
"Iya Na."
"Mau cari yang baru atau take over, Mba?"
...༎ຶ‿༎ຶ To be continued ༎ຶ‿༎ຶ...