Jangan pernah sesumbar apapun jika akhirnya akan menelan ludah sendiri. Dia yang kau benci mati-matian akhirnya harus kau perjuangkan hingga darah penghabisan.
Dan jangan pernah meremehkan seseorang jika akhirnya dia yang akan mengisi harimu di setiap waktu.
Seperti Langit.. dia pasti akan memberikan warna mengikuti Masa dan seperti Nada.. dia akan berdenting mengikuti kata hati.
.
.
Mengandung KONFLIK, di mohon SKIP jika tidak sanggup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Mengalah.
Pak Navec duduk mengembuskan napas berat di hadapan putrinya yang sedang berebut kacang bawang yang di letakkan di dalam toples tepat di antara mereka berdua.
'Kelakuan mereka seperti ini dan mereka di taksir dua perwira muda. Mereka tidak pernah jaga image dalam hal apapun, norak dan banyak tingkah.'
"Ayah mau bicara apa?" Tanya Nada.
"Iya nih, dari tadi hanya melihatku dan Mbak Nada saja. Ayah pengen kacangnya??? Masih banyak nih."
"Nggak. Kalau kebanyakan makan kacang, Ayah bisa asam urat." Jawab Pak Navec. Beliau terus memperhatikan paras wajah kedua putrinya dengan hati tak karuan.
Teringat masa lalu kelahiran Nada dan juga saat dulu dirinya mengantarkan Nada pertama kali pergi menuju PAUD dan kini sudah ada pria yang menaruh hati pada putrinya.
Begitu pula pada kelahiran Dinar, semua seakan hukuman berat baginya. Saat kelahirannya.. semua adalah proses yang nyaris merenggut nyawanya sang istri juga Dinar. Mungkin jika saat itu nyawa keduanya tidak tertolong, mungkin ia pun akan mengakhiri hidupnya sendiri. Hingga kini, Dinar gadis kesayangannya tidak sesehat kenyataannya.
"Kalian sudah sama-sama besar, bisa di katakan dewasa. Bang Ranca dan Bang Langkit sering main kesini. Apa kalian tidak ada naksir dengan mereka??" Tanya Pak Navec tanpa ada yang di tutupi lagi.
Dinar yang lebih berani akhirnya tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran nya. "Memangnya boleh?? Kata Ayah, kami tidak boleh pacaran?"
"Memang tidak boleh. Kalau suka dengan putri Papa, ya berarti harus menikahi nya. Kalau tidak mau, ya sabar saja sampai nanti memang ada 'jodoh' terbaik. Pacaran itu dosa, nak. Menghilangkan harga diri jika terlupa, menyakitkan karena hanya bisa membayangkan tanpa bisa menyentuhnya, yang jelas banyak godaan yang tidak patut untuk di pikirkan apalagi di lakukan." Jawab Pak Navec. "Sekarang Ayah tanya, di antara mereka.. siapa yang kamu sukai?"
Nada dan Dinar menunduk. Mereka berhenti mengunyah, kacang bawang di rongga mulutnya seakan sulit untuk tertelan.
"Biar Mbak Nada dulu yang menjawab. Mbak Nada lebih tua dari Dinar dan Mbak Nada sudah bisa menikah jika sudah ada jodohnya." Kata Dinar tiba-tiba berubah menjadi dewasa.
Nada mendekap lengan adiknya dan mengusapnya pelan. "Kalau kamu mencintai dia, nggak apa-apa dek. Kamu bahagia, Mbak Nada pun bahagia. Kamu mau berbagi cinta Ayah untuk mbak Nada.. itu sudah lebih dari membuat Mbak Nada bahagia."
Pak Navec begitu tersentak, jantungnya seperti tertekan kuat. Beliau bersandar memejamkan mata di sofa ruang tamu nya.
"Ayaaaahh..!!!!!" Nada dan Dinar berlari menghampiri Ayahnya.
Mama Dindra yang mendengar suara jeritan kedua putrinya sampai berlari ke ruang tamu.
"Ayaaaahh.. ada apa ini, Yaaahh..!!!" Pekik panik Mama Dindra.
"Nggak apa-apa Ma. Mungkin ayah kecapean." Jawab Pak Navec dengan senyumnya. Senyum yang selalu bisa membuat Mama Dindra tenang.
"Kita ke kamar saja ya, Ayah..!! Nanti Mama buatkan jahe lemon hangat untuk Ayah." Kata Mama Dindra sambil mengusap dada suaminya.
Pak Navec mengangguk dan beranjak dengan bantuan Mama Dindra.
"Yah..!!" Nada merasa sedih melihat Ayahnya tapi Ayah memberi kode mata agar dirinya diam dan menyimpan semuanya.
~
"Sebenarnya Mbak Nada suka sama siapa?" Tanya Dinar yang akhirnya menjadi penasaran. Ia pun takut jika ternyata Nada menyukai pria yang di sukainya.
"Bang Langkit." Jawab Nada.
deeegg..
Seketika hancur lebur perasaan Dinar. Ternyata Nada mencintai pria yang selama ini ada di hatinya. Air matanya bercucuran tanpa bisa ia tahan. Ia pun sampai terisak-isak. Ia pun mulai menyadari setiap pertanyaan Bang Langkit untuknya selama ini hanya untuk menanyakan apapun tentang kakaknya. Hatinya pedih bagai tersayat sembilu.
"Maaf.. maaf dek, kalau kamu suka. Ambil Bang Langkit untukmu. Kalau kamu bahagia. Mbak Nada juga bahagia." Nada ikut menangis dan mengusap air mata adiknya yang semakin deras membasahi pipi.
Dinar tau selama ini Nada juga menjadi kakak yang teramat baik untuknya. Ia pun menarik Nada ke dalam pelukannya. Ia tau Ayahnya akan semakin sakit jika dirinya tidak mengalah dan Mbak Nada pun akan sedih jika tau ternyata di dalam hatinya hanya ada Bang Langkit. "Nggak Mbak, Mbak Nada salah. Selama ini... Dinar suka sama Om Ranca."
"Apaa?????? Kamu suka Bang Ranca??? Sejak kapan??"
Dinar menghapus air matanya. "Sejak Om Ranca menembak ku di lapangan."
"Ya Allah, terima kasih banyak berkahMu untuk apapun di hari ini." Nada kembali mengeratkan pelukannya. "Padahal Mbak Nada takut kamu suka sama Bang Langkit, karena selama ini sepertinya kamu sangat menyukainya. Ternyata Mbak Nada salah, kamu malah suka sama Bang Ranca."
Dinar mengangguk mantap. Ia seakan kehabisan kata untuk perasaannya. "Nanti cepat bilang sama Ayah. Biar Ayah juga tenang dan Bang Langkit bisa segera melamarmu Mbak."
Nada mengangguk, senyumnya tersungging manis menyiratkan rasa bahagia tak terkira.
'Mbak Nada, tidak hanya Ayahku yang menyayangimu tapi aku juga sayang padamu. Kita memang tidak satu ayah tapi kita terlahir dari ibu yang sama. Jangan merasa kurang atas rasa sayang itu, bahkan jika Mbak Nada inginkan nyawaku.. itupun akan kuberikan sebab aku adikmu.'
"Nanti Mbak Nada bilang sama Ayah..!!"
:
"Om Ran.. bisa kita bertemu malam ini?" Tanya Dinar saat menghubungi Bang Ranca.
"Oke.. dimana??"
"Dinar share lokasinya ya, Om..!!" Jawab Dinar.
"Di tunggu infonya, cantiiikk..!!"
...
"Jadi gitu, Om. Mbak Nada suka sama Om Langkit, Dinar nggak mau Mbak Nada sedih, nggak mau Ayah sakit. Tolong Dinar donk, Om. Om Ranca mau nggak pura-pura suka sama Dinar. Sebentar saja..!! Om Ranca nggak punya pacar, kan??? Nanti Dinar bayar deh." Pinta Dinar terisak-isak di hadapan Bang Ratanca.
Hati Bang Ratanca rasanya teriris pedih, ternyata gadis kecil lugu yang di cintainya sudah mencintai pria lain.
Dinar mengambil uang dari saku celananya. "Ini uang Dinar, buat bayar Om Ran pura-pura jadi pacar Dinar."
Bang Ratanca tersenyum tipis melihat uang dengan total seratus lima puluh ribu rupiah di hadapannya. Itu pun juga sudah bercampur uang koin.
"Simpan saja, anggap saja Om Ran sudah menerimanya." Kata Bang Ratanca. Ia pun mengeluarkan benda kecil dari saku jaketnya. Benda yang sudah ia siapkan sebelum dirinya bertemu dengan Dinar tadi. "Baiklah kalau begitu, karena Dinar pacarnya Om Ran.. biar Om Ran selipkan cincin ini di jari manis mu..!!" Bang Ratanca meraih jemari Dinar lalu menyelipkan cincin yang begitu pas di jari manisnya. Bang Ratanca pun mencium jemari Dinar. "Jangan nangis lagi ya, dek. Tuhan pasti tau apa yang terbaik bagi umatNya." Satu kecupan mendarat di kening Dinar. "I love you, Dinar."
"Kita kan hanya pura-pura, Om." Protes Dinar.
"Harus belajar, donk. Bagaimana kalau kamu yang lupa pura-pura di hadapan Ayahmu."
"Oiya ya, I love you too Om Ran..!!" Jawab Dinar.
"Oowwhh.. manisnya." Bang Ratanca mencubit gemas hidung mancung Dinar.
.
.
.
.