Season 2 Pengganti Mommy
Pernikahan Vijendra dan Sirta sudah berusia lima tahun lamanya, namun mereka belum dikaruniai momongan. Bukan karena salah satunya ada yang mandul, itu semua karena Sirta belum siap untuk hamil. Sirta ingin bebas dari anak, karena tidak mau tubuhnya rusak ketika ia hamil dan melahirkan.
Vi bertemu Ardini saat kekalutan melanda rumah tangganya. Ardini OB di kantor Vi. Kejadian panas itu bermula saat Vi meminum kopi yang Ardini buatkan hingga akhirnya Vi merenggut kesucian Ardini, dan Ardini hamil anak Vi.
Vi bertanggung jawab dengan menikahi Ardini, namun saat kandungan Ardini besar, Ardini pergi karena sebab tertentu. Lima tahun lamanya, mereka berpisah, dan akhirnya mereka dipertemukan kembali.
“Di mana anakku!”
“Tuan, maaf jangan mengganggu pekerjaanku!”
Akankah Vi bisa bertemu dengan anaknya? Dan, apakah Sirta yang menyebabkan Ardini menghilang tanpa pamit selama itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 7
Ardini masih terpaku melihat hasil dari alat tes kehamilan yang ia pegang. Sejak kejadian malam itu, Ardini mencoba baik-baik saja dan melupakan semuanya. Dia juga tidak pernah memikirkan dirinya hamil atau tidak, karena belum jadwal haidnya. Meskipun dia belum sampai jadwal haidnya, Ardini sangat khawatir dengan keadaan dirinya yang semakin aneh.
Dia semakin suka ngemil, suka makan buah, padahal dia sama sekali kurang suka makan buah-buahan. Setelah pulang kerja sore tadi, Ardini mampir membeli testpack, ia penasaran dengan keadaan dirinya setelah malam itu, apalagi Vi selalu bertanya dia hamil atau tidak.
“Gak, ini salah! Gak mungkin dua garis!” ucapnya frustrasi dengan memandangi benda pipih di tangannya.
“Minggu depan aku akan dilamar Yanuar, dan bulan depan aku akan menikah dengannya, mana mungkin aku menikah dengannya tapi aku hamil anak orang lain?” batinnya.
Keresahan menyelimuti Ardini malam ini. Dia tidak tahu harus berbuat apa, menggugurkan kandungannya pun tidak mungkin. Ibu mana yang tega membunuh calon anaknya, meskipun anak yang tidak diharapkannya.
Bilang dengan Vi pun tidak mungkin Ardini lakukan, karena Vi sudah memiliki Istri, paling juga Vi hanya bertanggung jawab, dan menikahinya dengan secara kontrak.
Di tempat lain, Vi masih duduk di kursi kebesarannya di kantor. Ia belum pulang, karena baru saja dia menyelesaikan pekerjaannya. Pikiran Vi tiba-tiba tertuju pada Ardini, tepat satu bulan dia melakukan kesalahan pada Ardini, sampai saat ini Vi masih belum tahu keadaan Ardini, apa yang terjadi pada gadis itu, karena Ardini selalu menghindar jika Vi ingin mengajaknya bicara.
Malam ini Vi memutuskan untuk tidak langsung pulang ke rumahnya, percuma saja pulang ke rumah pun yang akan menyambutnya pembantu di rumah, bukan istrinya. Apalagi Sirta tadi pamit mau pulang malam, Vi membiarkannya biar saja sampai mana Sirta bertindak seperti itu.
Vi ke rumah Mommy Maya, dia ingin menenangkan pikirannya di rumah Mommy nya. Karena hanya di sana tempat yang paling tenang untuk Vi. Vi mengemudikan mobilnya ke rumah Mommy Maya. Sampai di sana, Vi disambut Erga yang sedang berada di teras rumahnya sambil minum kopi.
“Tumben malam-malam ke sini, Vi?” tanya Erga.
“Di rumah mau apa sih, Dad? Pulang paling yang menyambut bibi?” jawab Vi sambil mendudukkan dirinya di kursi yang ada di sebelah Daddy nya.
“Istrimu ke mana? Kelayaban lagi?” tanya Erga.
“Daddy tahu sendiri lah Sirta bagaimana?” desah Vi.
“Sampai kapan begini? Tegas dong sama istri?” tutur Erga.
“Yang ada malah bertengkar, Dad,” jawab Vi.
“Mommy di mana?” tanya Vi.
“Sama Oma dan Opamu, ke supermarket depan, belanja bahan kue, pengin bikin kue atau apa tadi bilangnya,” jawab Erga.
“Ada Oma Nungki?” tanya Vi.
“Iya, menginap di sini Oma mu,” jawab Erga.
Ada Oma Nungki pasti akan membahas soal anak lagi, dan pastinya Oma Nungki juga akan bahas soal cari istri lagi. Biar saja, mungkin memang harus begitu, mungkin Vi juga akan mencoba saran Oma Nungki dengan menikahi Ardini, meskipun belum diketahui Ardini hamil atau tidak.
“Dad, bagi kopinya,” pinta Vi.
“Jangan minum kopi ini, kopi ini khusus, sana minta dibuatkan bibi saja,” perintah Erga.
“Udah tua, Dad, ngapain sih masih suka minum kopi begini? Apa tiap hari selalu seperti itu?”
“Harus dong, biar makin harmonis,” jawab Erga.
Pernikahan kedua orang tuanya, dan semua saudara Vi sangat harmonis dan baik-baik saja, paling masalahnya hanya salah paham sedikit, beda pendapat, itu adalah hal yang lumrah dan wajar yang terjadi di sebuah rumah rumah tangga. Berbeda dengan rumah tangga Vi yang rumit, bahkan berantakan karena sang istri yang seperti itu.
“Kenapa rumah tanggaku tidak seharmonis rumah tangga Daddy dan Mommy? Bahkan tidak seharmonis rumah tangga Akayla dan saudara Vi lainnya? Kenapa Vi seperti ini, Dad? Punya istri rasanya tidak punya istri. Meminta anak, dia menolak, dan bilang tidak akan pernah hamil, juga tidak mau adopsi anak. Salah gak Dad, kalau Oma Nungki dan Oma Laras menyuruh Vi menikah lagi?”
Erga membuang napasnya dengan kasar, dia tahu dan merasakan apa yang sedang Vi rasakan. Sudah pasti kalau dirinya punya istri seperti itu pun Mamanya pasti akan menyuruh dirinya menikah lagi, sama dengan dulu saat Erga menikah pertama kalinya.
“Menikah lagi menurut Daddy bukan solusi yang tepat, karena bagaimana pun perbuatan istri kita, kita tetap bisa menerima, karena kita mencintainya, tapi mencintai kan gak sebodoh itu? Karena cinta rela kita menanggung beban dan sakit? Gak juga, kan? Solusi dari Daddy, kamu bicara baik-baik, kalau dibaikin gak bisa tinggalkan dia! Jangan malah kamu menduakan dia,” tutur Erga.
“Aku sangat mencintai Sirta, Dad. Aku gak tega untuk menduakan dia, apalagi sampai meninggalkannya?”
“Ya sudah, kalau begitu kamu harus terima konsekuensinya, kamu akan begini terus selamanya? Jujur kalau Daddy jadi kamu, mungkin Daddy tidak akan sekuat kamu,” ucap Erga. “Kamu itu laki-laki, tegaslah pada istrimu! Jika dia salah tegur, gak mempan marahi dia, kasih hukuman dia! Tapi ingat, jangan sakiti fisiknya,” tutur Erga.
Vi hanya diam, mencerna ucapan Daddynya. Benar Vi selama ini kurang tegas pada istrinya, dia terlalu memanjakan istrinya hingga ngelunjak sampai sekarang. Vi tidak tahu harus dengan cara apa lagi supaya Sirta tidak seperti itu.
“Jalan satu-satunya aku nikahi Ardini, apalagi aku yang sudah merusak hidupnya, meski aku tidak tahu perasaanku pada Ardini, aku hanya tidak mau dicap laki-laki brengsek yang tidak bertanggung jawab. Di samping itu aku ingin anak, aku butuh penerusku untuk masa depanku dan masa depan perusahaan, aku yakin Ardini mau. Aku harus mengambil langkah ini, biar saja Sirta marah padaku, aku sudah buntu, mau diarahkan bagaimana tetap saja Sirta begitu,” batin Vi.
**
Akhirnya hari yang Ardini tunggu-tunggu datang juga. Hari di mana dia akan dilamar Yanuar, namun malam ini Ardini malah terlihat kebingungan, tidak ada raut bahagia sama sekali, padahal sudah lama sekali ia menanti momen bahagia ini, momen di mana dia akan dilamar oleh orang yang sangat ia cintai.
Di rumah sederhana tempat Ardini tinggal, sudah ramai para tetangga yang datang untuk menyaksikan acara lamaran Ardini malam ini. Yanuar termasuk dari keluarga berada, itu sebabnya acara lamaran pun cukup mewah di kalangan masyarakat sekitar. Ketua RT setempat juga menyaksikan acara tersebut, apalagi ketua RT nya masih saudara dengan Yanuar.
Keluarga Yanuar sudah datang di rumah Ardini. Mereka disambut hangat oleh para tetangga yang ditugaskan untuk menyambut tamu besan. Hantaran lamarannya pun sangat banyak, dan cukup mewah untuk kalangan mereka.
Acara lamaran berjalan dengan lancar. Setelah mereka bertukan cincin, mereka melakukan foto-foto bersama keluarganya.
Brugh!
“Ardini!” pekik Yanuar saat Ardini jatuh pingsan.
“Dini, bangun! Kamu kenapa, Din?” ucap Yanuar dengan menepuk-nepuk pipi Ardini supaya sadar.
“Bawa ke kamar saja!” perintah Nenek Sarni, Neneknya Ardini.
“Bu Bidan, bisa periksakan Mbak Dini?” pinta Asri, adik Ardini.
Di sana ada Bu Bidan yang rumahnya dekat dengan Ardini, dan Bu Bidan itu juga ikut menyaksikan acara tunangan Ardini. Dengan segera Bidan Sekar mengambil alat-alat medisnya untuk memeriksa Ardini. Rumahnya hanya berjarak dua rumah dari rumah Ardini.
Ardini sudah sadarkan diri, saat Bidan Sekar akan memeriksanya. Ardini ketakutan saat Bidan akan memriksanya.
“Jangan, aku gak apa-apa!” tolak Ardini.
“Periksa dulu, Din. Nenek khawatir,” ucap Nenek Sarni.
“Gak Nek!” tolak Ardini.
“Tenang ya, Sayang? Bu Bidan periksa calon istriku,” pinta Yanuar.
Ardini hanya bisa pasrah jika kehamilannya akan diketahu sekarang, dan di depan orang banyak. Ardini siap dengan apa yang akan terjadi nanti, dia sudah pasti akan ditinggalkan Yanuar, dan akan dicemooh oleh para tetangganya.