NovelToon NovelToon
Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Teen School/College / Gangster
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Caca adalah seorang gadis pemalu dan penakut. Sehari-hari, ia hidup dalam ketakutan yang tak beralasan, seakan-akan bayang-bayang gelap selalu mengintai di sudut-sudut pikirannya. Di balik sikapnya yang lemah lembut dan tersenyum sopan, Caca menyembunyikan rahasia kelam yang bahkan tak berani ia akui pada dirinya sendiri. Ia sering kali merangkai skenario pembunuhan di dalam otaknya, seperti sebuah film horor yang diputar terus-menerus. Namun, tak ada yang menyangka bahwa skenario-skenario ini tidak hanya sekadar bayangan menakutkan di dalam pikirannya.

Marica adalah sisi gelap Caca. Ia bukan hanya sekadar alter ego, tetapi sebuah entitas yang terbangun dari kegelapan terdalam jiwa Caca. Marica muncul begitu saja, mengambil alih tubuh Caca tanpa peringatan, seakan-akan jiwa asli Caca hanya boneka tak berdaya yang ditarik ke pinggir panggung. Saat Marica muncul, kepribadian Caca yang pemalu dan penakut lenyap, digantikan oleh seseorang yang sama sekali berbeda: seorang pembunuh tanpa p

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 7

Dalam detik-detik setelah insiden yang menegangkan itu, ruangan masih dipenuhi dengan atmosfer yang tegang. Marica, dengan tatapan yang masih menyala, menatap mata Reno dengan senyum miring yang menambahkan sentuhan misterius pada dirinya.

"Masih sayang mata kan?" tanya Marica.

Tangannya yang sibuk memutar-mutar pena menciptakan aura misterius di sekelilingnya, seolah-olah dia adalah tokoh dari sebuah cerita gelap yang belum terungkap.

Reno, awalnya hanya diam, terpaku oleh kejadian yang baru saja terjadi. Dia merasa terperangkap dalam momen itu, terkejut oleh tindakan mendadak Marica yang menyeramkan.

Namun, begitu menyadari bahwa dia berada dalam posisi yang cukup berbahaya, insting bertahan hidupnya langsung menyala. Tanpa ragu, dia berusaha untuk melarikan diri, meninggalkan Marica yang masih duduk di lantai.

Setelah Reno pergi, Marica memalingkan pandangannya ke arah Tian dengan ekspresi yang tercampur antara ketakutan yang berpura-pura dan kesenangan yang sebenarnya. Dia menunjukkan wajah yang seolah-olah ingin mempermainkan situasi, meskipun sebenarnya dia menikmati segalanya dengan penuh kesenangan di dalam hatinya.

"Kak, temanmu serem banget," ucap Marica, dengan nada yang berusaha mempermainkan suasana, namun ekspresinya mengungkapkan ketakutan yang dalam.

Tian, yang memperhatikan Marica dengan penuh perhatian, mendekatinya dan membantunya berdiri. Dia tahu bahwa Marica hanya berpura-pura berani di depan Reno, dan melihat ekspresi campur aduk di wajah gadis itu membuatnya merasa prihatin.

Meskipun dia tidak mengerti sepenuhnya mengapa Marica melakukan apa yang dilakukannya, dia merasa bahwa ada sesuatu yang lebih dalam di balik tindakan tersebut.

\~\~\~

Yura, Ririn, dan Zerea bersiap-siap pergi ke sekolah, duduk dalam mobil yang sama dengan Ririn yang duduk di kursi pengemudi. Suasana di dalam mobil terasa tenang namun tegang, seperti sebelum awal suatu pertunjukan penting.

"Inget, Yura, lo harus main halus. Jangan kelihatan kalau lo iri atau enggak suka sama Caca," Zerea mengingatkan dengan suara yang penuh perhatian.

Yura mengangguk singkat, menjawab dengan suara yang tenang, "Iya, gue tahu. Enggak perlu diajarin."

Jalanan menuju sekolah terbilang ramai namun lancar. Lampu-lampu lalu lintas berubah, memberikan izin untuk melanjutkan perjalanan mereka. Ririn memandang ke depan dengan konsentrasi, memastikan bahwa dia mematuhi aturan lalu lintas dan mengemudi dengan hati-hati.

\~\~\~

Rendra dan Devano melangkah bersama menuju ke kelas, namun Rendra mulai menyadari ada yang tidak beres dengan langkah Devano.

"Lo kenapa, kayak sakit gitu kakinya?" tanya Rendra dengan rasa penasaran yang jelas terpancar dari suaranya.

Devano menjawab dengan santainya, "Jatuh dari motor." Jawabannya singkat namun cukup untuk menjelaskan keadaan kakinya.

Keduanya melanjutkan langkah mereka melalui koridor yang mulai ramai dengan siswa-siswa yang bergerak ke arah kelas masing-masing.

Namun, Rendra masih penasaran dan mencoba menggoda Devano dengan candaannya, "Kepala aman kan? Enggak kebentur?"

Devano tersenyum dan menjawab dengan santai, "Aman."

Jawabannya terdengar cukup meyakinkan, tapi Rendra tetap merasa bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh temannya itu.

\~\~\~

Suasana di sekolah itu begitu hidup dan penuh dengan kegiatan belajar mengajar. Di kelas 2A, murid-murid tengah fokus mendengarkan penjelasan guru kimia. Dengan penuh antusiasme, guru tersebut menjelaskan konsep-konsep penting sambil mengambar diagram dan reaksi kimia yang rumit di papan tulis. Suara gesekan sepidol dengan papan tulis menjadi latar belakang dari suasana belajar yang serius di kelas tersebut.

\~\~\~

Sementara itu, di kelas 2B, aroma kimia dan biologi bercampur aduk di udara. Murid-murid tengah sibuk dengan praktikum biologi di laboratorium. Mereka dengan cermat mengamati dan mencatat hasil percobaan mereka, sambil mendengarkan penjelasan dari guru biologi yang membimbing mereka dengan penuh kesabaran.

\~\~\~

Kelas 2C, deretan angka dan rumus matematika bertebaran di papan tulis. Siswa-siswa tengah duduk dengan konsentrasi tinggi, berusaha memahami konsep-konsep matematika yang kompleks. Guru matematika mereka dengan sabar menjelaskan setiap langkah dan rumus yang diperlukan, sambil memberikan contoh-contoh yang mudah dipahami oleh para siswa.

\~\~\~

Tak jauh dari situ, di kelas 2D, suara derap langkah dan pantulan bola basket mengisi ruangan. Murid-murid tengah berlatih dengan semangat, berusaha meningkatkan keterampilan mereka dalam olahraga bola basket. Pelatih mereka dengan penuh semangat memberikan instruksi dan panduan kepada setiap siswa, membantu mereka mengasah kemampuan dan teknik dalam bermain olahraga.

\~\~\~

Di jam istirahat, para pelajar berbondong-bondong meninggalkan kelas mereka untuk mengisi waktu istirahat dengan berbagai aktivitas. Beberapa pergi ke kantin untuk membeli makanan atau minuman, yang lain menuju perpustakaan untuk membaca buku atau mengerjakan tugas, sementara yang lain memilih untuk tetap di kelas dan membahas soal-soal pelajaran.

"Yura, gue mau ke ruang TU dulu, ada urusan," ucap Marica, mengalihkan perhatian Yura dari pikirannya sendiri.

"Oh, oke," jawab Yura dengan senyumnya, meskipun ada keraguan yang tersembunyi di balik senyumnya. Setelah Marica pergi, senyumnya pun memudar.

Namun, Ririn, yang peka terhadap perubahan suasana hati temannya, segera menyadari keadaan tersebut. Dia memutuskan untuk mengalihkan perhatian Yura dengan mengajaknya ke kantin.

"Ayok, kantin aja," ajak Ririn sembari mengandeng tangan Yura dan Zerea.

Ketiganya berjalan menuju kantin, melewati lorong-lorong yang ramai dipenuhi dengan suara tawa dan percakapan antar teman sekelas. Ketika mereka tiba di kantin, suasana benar-benar ramai dengan pelajar yang antusias mencari makanan favorit mereka atau duduk bersama teman-teman sambil berbincang-bincang.

\~\~\~

Marica melangkah di koridor sekolah, menuju ruang TU, ketika tiba-tiba dia berpapasan dengan Devano dan Rendra.

Rendra menyapa dengan ramah, "Mau kemana, Ca?"

Marica tersenyum, "Mau ke TU."

Rendra, dengan sikap yang ramah, menanggapi, "Mau daftar beasiswa juga ya?"

Marica mengangguk, "Iya."

Rendra tersenyum, "Kalau gitu kita duluan," ucapnya sambil pamit.

Namun, perhatian Marica tertuju pada Devano yang berdiri di samping Rendra. Ada ketegangan yang terasa dalam tatapan dan ekspresi Devano. Dia hanya diam saja, tanpa sepatah kata pun, tapi keningnya mengerut, menandakan bahwa ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.

\~\~\~

Kelvin, yang biasanya akan menuju ke kantin pada jam istirahat, kali ini bergerak ke arah tempat Marica berada, dengan Emil yang mengikutinya dengan wajah yang cemberut.

"Lo mau ngapain lagi sih?" tanya Emil dengan nada geram.

Kelvin hanya tersenyum, namun senyumnya terlihat sangat mengerikan, memperlihatkan kilatan tajam di matanya.

"Lo lihat aja nanti," jawabnya dengan nada misterius.

Saat Kelvin berjalan, banyak anak lain di sekitarnya yang mulai memperhatikan, memberikan jalan kepada mereka seolah menghormati kedatangan Kelvin. Langkahnya yang mantap dan aura kekuatan yang terpancar membuat banyak orang merasa perlu untuk memberi jalan dan memberikan ruang untuknya.

\~\~\~

"Permisi bu," ucap Marica sopan saat ia mendapatkan formulir pendaftaran untuk beasiswa dari petugas di ruang TU.

Setelah selesai, ia meninggalkan ruangan itu dengan hati lega. Namun, tiba-tiba, kertas yang ada di tangannya direbut oleh seseorang.

Marica terkejut dan menoleh ke arah suara itu. Ternyata itu adalah Kelvin, yang dengan sikapnya yang selalu tajam, menyindirnya, "Wah, makin ambisius sekali."

Emil, yang berada di sebelah Kelvin, hanya diam saja, sembari bersandar pada tembok dengan ekspresi yang sulit ditebak. Pikirannya mungkin terisi dengan banyak pertanyaan dan perasaan yang rumit, tapi ia memilih untuk tetap diam dan tidak ikut campur dalam situasi tersebut.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!