Ibrahim anak ketiga dari pasang Rendi dan Erisa memilih kabur dari rumah ketika keluarga besar memaksanya mengambil kuliah jurusan DOKTER yang bukan di bidangnya, karena sang kakek sudah sakit-sakitan Ibrahim di paksa untuk menjadi direktur serta dokter kompeten di rumah sakit milik sang kakek.
Karena hanya membawa uang tak begitu banyak, Ibrahim berusaha mencari cara agar uang yang ada di tangannya tak langsung habis melainkan bisa bertambah banyak. Hingga akhirnya Ibrahim memutuskan memilih satu kavling tanah yang subur untuk di tanami sayur dan buah-buahan, karena kebetulan di daerah tempat Ibrahim melarikan diri mayoritas berkebun.
Sampai akhirnya Ibrahim bertemu tambatan hatinya di sana dan menikah tanpa di dampingi keluarga besarnya, karena Ibrahim ingin sukses dengan kaki sendiri tanpa nama keluarga besarnya. Namun ternyata hidup Ibrahim terus dapat bual-bualan dari keluarga istrinya, syukurnya istrinya selalu pasang badan jika Ibrahim di hina.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafizoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
"Lagi pergi, Bu. Ada urusan"
Arumi tak mungkin memberitahu pada ibunya bahwa suaminya pergi untuk menyelidiki kasus hilangnya sapi dan kambing milik ibunya, takut ibunya menceritakan hal tersebut pada saudara-saudaranya Arumi.
"Ibu minta minum, haus" pinta Ibunya Arumi
Arumi pun langsung menuju dapur untuk mengambilkan air minum beserta kue yang di belinya buat ibunya, ibunya langsung meminum air yang di beri Arumi hingga tandas tampak sekali ibunya Arumi kehausan.
"Ibu kesini sama siapa?" tanya Arumi
"Sendiri, ibu tadi naik ojek"
"Terus, ibu ada perlu apa sama Arumi?"
"Sebenarnya ibu mau menanyakan soal sertifikat tanah, kamu ingatkan di surat wasiat dari bapak bahwa kamu dapat bagian lebih banyak dari yang lain" ujar Ibunya Arumi
"Iya Arumi ingat" sahut Arumi
Kini Arumi paham maksud tujuan ibunya datang menemuinya, Arumi mengangguk membenarkan apa kata ibunya bahwa almarhum bapaknya membagi warisan untuknya lebih banyak dari yang lain.
Arumi tak tau apa alasan almarhum bapaknya memberinya lebih banyak, karena pengacara keluarga mereka mengatakan itu mutlak memang hak Arumi. Jadi ibunya dan saudara-saudaranya yang lain tak berhak untuk protes, karena mereka juga dapat bagian masing-masing.
"Jadi, bisa tidak ibu pinjam" kata Ibunya Arumi dengan tersenyum manis
"Tidak bisa, Bu. Sertifikat itu tidak ada pada Arumi" jawab Arumi, karena sertifikat tanah sudah di simpannya di bank.
Itu atas saran suaminya sewaktu mereka awal menikah, kini Arumi paham mengapa suaminya menyuruhnya menyimpan sertifikat tanah di bank. Ini lah hal yang paling tak di inginkan suaminya, ibunya atau saudara-saudaranya akan meminjam sertifikat itu.
"Loh kemana, apa sudah kamu gadai?"
"Tidak, tapi Arumi simpan di bank. Kalau mau di ambil sekarang tidak bisa, karena perjanjiannya lima tahun baru bisa di ambil" jelas Arumi berbohong
Tak bisa mendapatkan apa yang di inginkannya, terlihat raut wajah kecewa dari ibunya. Arumi bertanya buat apa ibunya sertifikat itu, dan mengapa tak meminta sertifikat milik Arka atau milik Arham.
"Jatah Arka sudah di jualnya karena ingin membeli rumah mewah, sementara jatah Arham sudah di gadai buat tambahan mahar kemarin"
Arumi menutup mulutnya, jika jatah Arham di gadai. Itu artinya ibunya harus siap keluar dari rumah, karena jatah Arham tanah beserta rumah yang di tempati ibunya saat ini. Arumi sampai menggeleng berapa kali, mengapa harus mengadaikan sertifikat rumah ibunya.
"Memangnya jika tidak memberi tambahan mahar kemarin, istrinya Arham bakal membatalkan pernikahan mereka?" tanya Arumi memastikan
"Iya, Mona mengancam akan membatalkan pernikahannya dengan Arham. Tentu saja ibu tidak setuju, apalagi semuanya sudah siap" jawab Ibunya Arumi, Arumi hanya bisa memijit keningnya kenapa bisa Arham bertemu wanita seperti Mona.
"Terus, ibu minta sertifikat tanah itu buat apa?"
"Istrinya Arham minta buatkan rumah, sementara Arham sudah tak punya tabungan lagi. Jadi Mona ngambek, sekarang malahan pulang ke rumah orang tuanya" jelas Ibunya Arumi, Arumi melongo saja mendengar penjelasan ibunya.
"Arumi angkat tangan, Bu. Maaf Arumi gak bisa bantu, kalau Arumi jadi Arham. Mending tidak usah terlalu di turuti kemauannya, bikin sakit kepala saja"
"Ya sudahlah, ibu mau pulang saja. Disini gak dapat apa-apa, mending ibu tidur siang tadi di rumah"
Ibunya langsung pergi begitu saja, Arumi melihat memang ada tukang ojek di depan pagar rumahnya yang mungkin sengaja menunggu ibunya.
Ibrahim baru sampai rumah ketika sudah menjelang sore, dan tempat juragan Samsul memang sangat jauh dari daerah mereka. Sepertinya Laras sengaja menjual ke tempat yang jauh, mungkin pikirnya biar polisi tak bisa melacak.
Namun sepintar apapun membunyikan bangkai tentu akan terendus, Ibrahim menceritakan pada istrinya kalau juragan Samsul juga tidak tau kalau ternyata sapi sama kambing itu yang di jual Laras dan komplotannya ternyata hasil dari mencuri.
Juragan Samsul bersedia akan jadi saksi jika kasus ini akan di bawa ke pengadilan, dan syukurnya lagi sapi sama kambing itu belum terjual. Arumi juga menceritakan kedatang ibunya tadi, suaminya hanya menyarankan untuk tidak meyerahkan sertifikat tanah itu.
Tapi ada yang aneh mengapa bapaknya memberi Arumi warisan paling banyak, entah mengapa Arumi berpikir bahwa ibunya bukanlah ibu kandungnya dan Arka bulan saudara kandungnya, kalau Arham Arumi agak ragu karena wajahnya mirip dengan bapaknya.
.
.
.
Satu minggu kemudian, perkembangan kasus hilangnya sapi dan kambing belum di proses sebab Laras sedang keluar kota untuk bertemu rekan bisnisnya soal butik dan selama itu juga Arumi menunggu kabar Laras, Arumi tak sabar melihat Laras menangis.
Namun Arumi juga memikirkan kesehatan ibunya, bagaimana keadaan ibunya jika tau menantu kesayangannya dan di bangga-banggakannya ternyata ular berbisa yang akan mematuk siapa saja.
"Mas, bagaimana kalau sekarang kita ke rumah ibu? Pasti Mbak Laras sudah pulang dari luar kota"
"Nanti saja, kita tunggu kabar dari pihak kepolisian" ujar Ibrahim
"Baik, Mas"
Arumi pun menurut, karena tak ada lagi yang sayang padanya selain suaminya dan keluarga suaminya yang ada di ibu kota. Suaminya pun pamit hendak ke kebun, Arumi langsung mencium punggung tangan suaminya dengan takzim.
Sebelum pergi suaminya berpesan untuk Arumi baik-baik di rumah dan jika ingin kemana atau butuh apapun hubunginya saja, Arumi sebagai istri yang patuh hanya mengangguk. Setelah kepergian suaminya, Arumi memilih menyiram tanaman bunganya.
"Kenapa aku jadi semakin yakin, ya. Kalau ibu bukan ibu kandungku dan Mas Arka bukan saudara kandungku" gumam Arumi dalam hati
"Pagi, Arumi. Rajin sekali pagi-pagi sudah menyiram tanaman" sapa Wanita paruh baya yang lewat depan rumah Arumi
"Pagi juga, Bik Ira. Iya donk Arumi tidak boleh kalah sama ayam" canda Arumi
"Akh, Rum bisa aja"
"Bibik mau kemana pagi-pagi sudah rapi?"
"Loh memangnya kamu gak tau, kalau ibumu mau bagi oleh-oleh dari Laras yang baru pulang dari luar kota"
"Hah" Arumi bengong mendengar jawaban dari Bik Ira, Bik Ira yang melihat Arumi diam saja jadi menatap Arumi dengan wajah keheranan.
"Jadi kamu tidak tau?"
Arumi langsung menggeleng tapi Arumi juga tak peduli karena bukan urusannya, kemudian Arumi kembali fokus menatap bunga yang sedang di siramnya.
"Loh kok aneh, kamu kan saudaranya" kata Bik Ira
Arumi hanya mengangkat kedua bahunya dan tetap memang wajah tak peduli, Bik Ira pun pergi dari hadapan Arumi. Arumi hanya melihat kepergian Bik Ira sembari menghela napas panjang, biarkan saja Laras saat ini berbahagia sebelum polisi menjemputnya. Arumi jadi tak sabar menanti waktu disaat Laras bersedih dan memohon.
happy ending juga....
cerita yg bagus