Pagi itu memiliki embun yang menetes tanpa harus diminta. Kebahagiaan itu memiliki arti ketulusan tanpa di rencanakan. Sama halnya hati yang memiliki cinta tanpa harus diminta meskipun terkadang menyakitkan.
Menerima perjodohan dari keluarganya untuk menikah dengan gus Hilal, yang memang laki-laki pertama dalam hidupnya, membuat Khalifa merasa bahagia.
Walaupun gus Hilal seorang duda, akan tetapi bagi Khalifa yang memang mencintai karena Allah, ia bersedia dan yakin akan sanggup menerima semua konsekuensi nya.
Namun pada malam pernikahan mereka, suaminya mengatakan dia hanya menganggapnya sebagai adik perempuan...
Khalifa mengerti bahwa Hilal masih belum melupakan mantan istrinya yang telah meninggal, mencoba untuk paham, akan tetapi masalah selalu datang silih berganti.
Bagaimana Khalifa melewati pernikahannya dengan ditemani seorang suami yang masih belum bisa melepaskan masa lalunya?
Sanggupkah Khalifa dengan tekat awalnya untuk tetap bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy_Ar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
...~Happy Reading~...
“Assalamualaikum Umi, assalamu'alaikum Nasha ... “ Saat Khalifa hendak berangkat ke sekolah, tanpa sengaja gadis itu melihat baby Nasha yang tengah berjemur di pagi hari bersama dengan Umi Nila. Tentu saja Khalifa langsung menghampiri nya dan menyapa nya sekedar berbasa basi sejenak.
“Walaikumsalam Tante... “ jawab umi Nila tersenyum menjawab salam dari Khalifa, “Tante nya mau ke sekolah ya?”
“Iya ... Nasha cepat besar ya, biar kita bisa sekolah bareng,” kata Khalifa yang langsung terkekeh sendiri mendengar perkataan nya, tentu saja umi Nila pun juga ikut terkekeh kala Khalifa hendak mengajak cucu nya untuk bersekolah bersama.
“Kamu ini Fa, kalau Arumi bareng kamu ke sekolah nya kejauhan atuh,” ujar umi Nila.
“Ya kan gapapa Umi, siapa tahu nanti Khalifa yang jadi guru. Jadi tetep bisa ke sekolah bareng, hihihi,”
“Amin .... memang nya kamu ingin menjadi guru?”
“Ya gak juga sih umi. Khalifa gak tahu kelak mau jadi apa, tapi yang jelas, Khalifa gak mau jadi Dokter kaya kemauan Abi,” kata gadis itu sedikit menghela napas nya berat, mengingat ketika mana sang ayah pernah meminta nya untuk mengambil jurusan kedokteran.
Meskipun sang ayah tidak memaksa, tapi tetap saja secara tidak langsung memang sang ayah menginginkan hal seperti itu, batin Khalifa.
“Kenapa Fa? Jadi dokter itu pekerjaan yang mulia. Kamu bisa menyembuhkan orang yang sakit.”
“Bagaimana Khalifa mau menyembuhkan luka orang sakit Umi, jika luka Khalifa sendiri sampai sekarang masih belum bisa Khalifa obati,” gadis itu bergumam pelan namun masih mampu terdengar oleh wanita di depan nya dan juga laki laki yang berdiri tak jauh dari nya.
“Baiklah baby Nasha, tante akan berangkat sekolah dulu untuk mencari ilmu. Nanti, kalau Nasha belajar dan ada yang merasa kesulitan, Nasha bisa calling tante oke!” imbuh Khalifa segera berpamitan saat menyadari adanya sosok laki laki yang sejak tadi terus menatap ke arah nya dari ambang pintu sambil membawa sebuah botol susu.
Khalifa tahu, susu itu pasti akan di berikan untuk Nasha. Akan tetapi, karena ada dirinya, jadilah laki laki itu terdiam dan menghentikan langkah nya seolah menunggu kepergian nya. Khalifa yang cukup sadar diri dan mengingat pertemuan terakhir mereka yang kurang menyenangkan, akhirnya memilih untuk segera pamit kepada umi Nila dan pergi.
Dan benar saja, saat Khalifa mengayuh sepeda nya, saat itu juga laki laki itu segera melangkahkan kaki nya untuk mendekati sang ibu dan juga putri nya.
“Hilal, kamu gak jadi mau ke Pabrik?” tanya umi Nila saat melihat kedatangan anak nya, wanita paruh baya itu segera mengambil susu botol yang ada di tangan anak nya dan segera memberikan nya kepada sang cucu yang sejak tadi sudah sedikit merengek lantaran kehausan.
“Iya Umi, sebentar lagi. Hilal hanya ingin memastikan Arumi dulu,” jawab laki laki itu pelan, kini ia berjongkok di depan sang ibu dan menggenggam jemari tangan mungil yang ada di depan nya.
Wajah polos nya terus menatap ke arah dirinya, sambil mulut nya dengan begitu asik dan rakus menyedot botol susu seolah menandakan betapa haus nya ia setelah beberapa menit berjemur. Hilal tersenyum tipis, namun hanya beberapa detik, senyuman itu kembali hilang dari wajah nya.
Mengapa rasanya sangat sulit untuk menerima kenyataan bahwa kini sang istri sudah tidak ada, batin nya. Bayangan demi bayangan dimana ia melihat istrinya menangis. Sorot mata yang menandakan betapa terluka nya Kirana kala itu, kini seolah selalu terbayang dan terbesit di kepala nya.
Selain bayangan tangisan dan air mata Kirana, di sana juga selalu terdapat bayangan seorang gadis yang selama beberapa hari ini selalu mengusik pikiran nya. Sangat berbanding terbalik dengan mendiang istrinya.
Jika di dalam bayangan nya KIrana selalu terlihat sedih dengan sorot mata yang begitu sayu. Berbeda dengan gadis kecil yang terlihat begitu ceria, yang mana selalu bermain dan bercanda dengan putri nya.
‘Astagfirullah al azim.’ Hilal bergumam dalam hati sambil mengusap wajah nya dengan cukup kasar.
...~To be continue .......