After Happy Ending

Beentang Hermawan, merupakan cucu pertama dari sang pendiri perusahaan terbesar di Indonesia.

Menjadi seorang anak yang kelak menjadi harapan terbesar keluarga, bukanlah hal yang mudah.

Beban berat yang harus ditanggung dan juga didikan keras dari kedua orang tua, membuat Beentang Hermawan juga pernah merasa tertekan.

Arwan bukanlah anak tunggal kaya raya yang di manja. Sebaliknya, ia kesepian di tengah beratnya hidup yang dijalaninya.

Sendirian dalam kemandirian, merupakan kehidupan sesungguhnya dari seorang Beentang Hermawan.

Sejak kecil, hidup Arwan memang dipenuhi dengan harta dan kemewahan, namun meski begitu, orang tuanya tidak serta merta memberinya keistimewaan. Ia dituntut untuk mandiri dan hidup dengan kerja keras.

Jika menginginkan sesuatu, maka Arwan harus menunjukkan prestasi dan kerja kerasnya terlebih dahulu, agar terlihat pantas mendapat hak istimewa dari orang tuanya.

Tidak mudah baginya untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Anggapan banyak orang tentang dirinya yang sangat dimanja itu adalah salah besar.

Tertawa, adalah salah satu hal yang tidak ada dalam kamus kehidupan seorang Arwan. Orang tuanya sangat ketat, sehingga tak ada waktu baginya untuk bermain-main.

Arwan juga dituntut untuk selalu pulang tepat waktu dan harus mendapatkan izin dalam segala hal. Ia diwajibkan oleh orang tuanya untuk melaporkan segala kegiatan yang ia kerjakan, bahkan hal kecil sekalipun. Begitulah, cara ia dididik sejak kecil.

Setelah berumah tangga, kedua orang tua Arwan pun tetap bayak ikut campur dalam kehidupan barunya. Dan ia berusaha untuk tetap patuh, meski ia sendiri juga merasa bersalah kepada istrinya karena tidak bisa berbuat banyak.

Diam-diam, Arwan telah bertekad. Ia harus membuat keluarga barunya bahagia. Dia ingin anak-anaknya mendapatkan sesuatu yang sejak dulu tak bisa ia dapatkan. Yaitu, kasih sayang orang tua.

Hal yang amat sangat ia dambakan sejak kecil. Ia tidak ingin menjadi seperti kedua orang tuanya yang keras dalam mendidik anak. Ia bekerja dengan sangat m keras agar keluarganya bisa merasakan kemewahan yang dulu tidak mudah ia dapatkan, meski ia sendiri merupakan bagian dari keluarga yang kaya raya.

Arwan merupakan seseorang yang memiliki karakter perencana. Ia selalu membuat rencana panjang demi masa depan cerah anak-anaknya.

Biaya sekolah, liburan, hadiah mewah untuk merayakan setiap ulang tahun dan sebagainya. Itu semua merupakan bukti dari tekadnya agar bisa membahagiakan keluarga. Yaitu, limpahan materi.

Bagi Arwan, istrinya juga harus selalu berada di sisi anak-anaknya. Maka dari itu, ia tidak mengizinkan Beta untuk bekerja. Ia berpikir bahwa meski dirinya sibuk bekerja, setidaknya seorang ibu harus selalu berada di dekat sang buah hati untuk mendidik dan memberikan kasih sayang secara penuh.

Telah dikaruniai tiga orang anak, merupakan kebahagiaan terbesar dalam hidup Arwan. Dengan begitu, anak-anaknya tidak akan merasa kesepian, seperti yang pernah dialaminya sejak dulu. 'Anak tunggal yang harus berdiri di atas kakinya sendiri'.

Suara tawa bahagia yang memenuhi kediaman Arwan, berhasil membuat pria itu senang. Kebahagiaan, bagi Arwan cukup sederhana, yaitu bisa melihat pemandangan indah dari istri dan anak-anaknya yang bisa tertawa lepas.

Hal sepele itu, benar-benar sangat berharga baginya. Dan ia bertekad untuk terus menjaga pemandangan indah itu dengan segala cara.

Sampai akhirnya, datanglah hari di mana kesulitan menyapa kehidupan seorang Beentang Hermawan untuk pertama kalinya.

Perusahaan Beentang yang sedang berada di bawah kendalinya, sedang diterpa isu sejak dua tahun terakhir.

Isu penggelapan dana saham, dan juga korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh para petinggi perusahaan.

Alhasil, para investor pun kehilangan kepercayaan terhadap perusahaan dan menyebabkan keuangan menjadi tidak stabil.

Arwan berusaha menutupi masalah itu dari keluarganya sendiri, terutama Beta, istrinya.

Diam-diam, Arwan telah menjual beberapa koleksi mobil mewah dan barang mewah lain miliknya, tanpa sepengetahuan sang istri, demi kestabilan perusahaan. Ia memilih diam, karena tak ingin membuat Beta khawatir. Ia yakin, kalau dirinya pasti mampu menyelesaikan masalah itu sendiri, meskipun harus menghadapi berbagai kesulitan. Ia tak boleh menunjukkan kepada istrinya kalau dirinya sedang bermasalah dalam hal keuangan.

Arwan rela lembur tanpa makan dan istirahat dengan baik. Ia juga tak pernah lagi, makan di restoran saat jam istirahat kantor, sebab ia harus berhemat. Mengirit biaya adalah suatu hal yang asing bagi seorang Beentang Hermawan. Untuk pertama kalinya, ia mengalami masalah finansial.

Selama ini, keuangan Arwan sudah terjamin berkat orang tuanya, meskipun dibatasi. Ia tak menyangka kalau kini ia harus mengalami masalah ekonomi yang membuatnya kesulitan. Dirinya merasa gagal sebagai kepala keluarga dan juga sebagai penerus generasi Beentang.

Perasaan panik dan frustasi melanda diri Arwan. Ia teringat pada putra sulungnya yang sudah hampir memasuki jenjang SMA. Di mana, ia harus memasukkannya ke sekolah yang bagus dan membiayai les belajar yang nantinya dipergunakan untuk persiapan ujian nasional. Ditambah, persiapan biaya liburan ke luar negeri, seperti yang dulu pernah ia rasakan semasa masih sekolah.

Selain itu, anak-anaknya yang masih kecil juga sudah harus ia persiapkan biaya sekolah mereka nantinya. Lalu, persiapan dana kuliah untuk Sian juga harus ada dari jauh-jauh hari. Sedangkan, keadaan perusahaannya malah sedang kacau balau.

Lelah. Arwan akhirnya merasa lelah.

Di dalam ruangan kantor yang gelap, Arwan menaruh kepalanya di atas meja sambil memejamkan mata. Selama bekerja, tidak pernah sekali pun ia meletakkan kepala di atas meja kerjanya. Entah mengapa, hari itu kepalanya terasa sangat berat. Pikiran dan tenaganya terkuras.

Di tengah rasa lelahnya itu, Arwan tiba-tiba teringat sesuatu yang selama ini terlupakan.

Bayangan seseorang muncul di benaknya, lalu membuat air matanya mengalir perlahan.

'Sudah waktunya aku bersandar.' Batin Arwan sambil mengangkat kepalanya dengan tegap.

Benar, pikiran Arwan memang tepat. Sudah saatnya ia bicara jujur kepada istrinya soal masalah yang sedang melanda perusahaan yang membuatnya frustrasi.

Beta pasti bisa menguatkan dirinya. Ia butuh seseorang yang kuat seperti Beta dalam kehidupannya, karena ia terlalu lemah. Benar, dan Arwan mengakui hal tersebut. Tidak ada salahnya ia curhat kepada sang pendamping hidup yang selama ini setia menemani dirinya, baik dalam suka maupun duka.

Namun, rencana yang telah dibuat terkadang tidak berjalan sesuai keinginan. niat Arwan untuk jujur kepada sang istri, kemudian memudar seketika.

Bersambung.....