Aluna, gadis berusia delapan belas tahun dengan trauma masa lalu. Dia bahkan dijual oleh pamannya sendiri ke sebuah klub malam.
Hingga suatu ketika tempat dimana Aluna tinggal, diserang oleh sekelompok mafia. Menyebabkan tempat itu hancur tak bersisa.
Aluna terpaksa meminta tolong agar diizinkan tinggal di mansion mewah milik pimpinan mafia tersebut yang tak lain adalah Noah Federick. Tentu saja tanpa sepengetahuan pria dingin dan anti wanita itu.
Bagaimana kehidupan Aluna selanjutnya setelah tinggal bersama Noah?
Langsung baca aja kak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 005
“Tuan... bawalah aku, kumohon...” lirih Aluna, mendongak dengan mata berkaca-kaca.
Gadis itu mengatupkan kedua tangan di depan dada dan menangis. Air matanya sudah tak terbendung lagi.
‘Argh, sial! Apa-apaan gadis menyebalkan ini?’ gumam Vincent dalam hati.
Untuk pertama kalinya, Vincent merasa iba dan kasihan pada seorang wanita. Apalagi saat melihat sorot mata sendu Aluna.
“Aku... aku berjanji tidak akan pernah merepotkan anda, Tuan. Percayalah.”
Aluna tidak mungkin berada di tempat yang sudah hancur berantakan ini. Kembali lagi bersama Hugo, itu juga tidak akan pernah Aluna lakukan.
Sama saja Aluna masuk kembali ke kandang singa. Yang siap kapan saja menjual dirinya pada lelaki hidung be—lang di luaran sana.
“Aku mohon, Tuan...” memasang raut wajah kasihan mungkin akan lebih baik. Pikir Aluna.
Vincent menatap datar gadis yang ada di bawah kakinya. Tangannya terkepal erat dengan rahang mengeras.
“Berhenti memohon! Tangisanmu membuat telingaku sakit, gadis lemah!” serunya.
Vincent mendorong kasar Aluna menggunakan kaki, lalu berjalan melewatinya begitu saja.
“Kenapa tidak dibawa saja? Kasihan dia,” sahut Jeremy—salah satu rekan Vincent.
Baru kali ini ada mafia kejam yang memiliki rasa belas kasihan begitu dalam seperti mereka hanya karena seorang gadis kecil.
“Mau aku taruh mana dia, hah! Apa kamu sengaja ingin membuatku mati sia-sia ditangan bos?!” geram Vincent.
Noah—bosnya paling tidak ada seorang gadis menginjakkan kaki di mansion miliknya. Jika ada, gadis itu akan langsung meregang nyawa sebelum dia sempat melewati pintu gerbang.
Dan sekarang, rekannya malah sengaja menjadikan Vincent mangsa pelampiasan kemarahan Noah.
“Jadikan dia pelayan. Sembunyikan jika bos kembali. Gampang kan?” usulnya lagi.
Vincent terdiam cukup lama. Hingga akhirnya, pria itu menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya.
Vincent mengerang kesal. Kenapa jauh di dalam lubuk hatinya yang paling dalam, terbesit rasa ingin menolongnya.
Lagi-lagi, langkah kakinya terhenti. Dia memutuskan untuk kembali menghampiri Aluna yang masih bersimpuh di lantai.
“Hei, bangunlah!”
“Tuan, anda kembali?” Aluna tersenyum sumringah dengan mata berbinar.
“Ingat, berjanjilah padaku. Jangan pernah bertindak seenaknya sendiri tanpa izin dariku, mengerti?!”
Gadis itu mengangguk mantap. Saking senangnya, dia reflek berdiri membuat tubuh bagian atasnya terekspos.
“Oh shit!” Vincent memalingkan wajah.
“Maaf, maafkan aku,” ucap Aluna menarik selimut itu kembali untuk membungkus tubuhnya.
“Bisa jalan?”
“Ya, Tuan,” jawab Aluna malu-malu.
“Benar-benar lambat!”
Vincent membopong tubuh Aluna, membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Sontak, Aluna terkejut dengan perlakuan Vincent yang tiba-tiba.
“Tuan, apa yang anda lakukan? Saya bisa jalan sendiri,” ucap Aluna dengan wajah tertunduk malu.
“Jangan banyak protes! Pegangan yang benar atau aku tidak akan segan mengantarmu ke neraka bersama pria tadi!” ancamnya.
Suara dingin dan menyeramkan Vincent, membuat Aluna menutup rapat bibirnya. Lalu, melingkarkan kedua tangannya ke bahu kokoh pria itu.
“Jika bos sampai tahu aku membawa perempuan ke mansion, dia pasti akan mengangkat sengaja ke arah kepalaku. Tapi jika kutinggalkan gadis ini, aku akan merasa bersalah seumur hidupku. Sama seperti saat aku meninggalkan Queen dulu.” Vincent bergumam dalam hati. “Ah, sudahlah. Aku akan memikirkan itu nanti. Aku tidak mau telingaku rusak gara-gara mendengar rengekan gadis menyebalkan ini.” Ia bergelut dengan batinnya.
Tak lama, mobil Royce hitam berhenti. Vincent bergegas masuk ke dalam bersama dengan Aluna.
Di dalam mobil, suasana terasa mencekam. Yang terdengar hanyalah suara deru nafas mereka masing-masing.
Vincent nampak fokus pada ponselnya, sementara Aluna memilih melihat keluar jendela. Menikmati udara kebebasan setelah satu minggu berada di tempat yang membuatnya tersiksa.
“Ya, Tuhan! Semoga saja, dia adalah orang baik kamu dikirim untuk menolongku. Dan jika tidak, aku pasrah. Aku akan mengikuti kemana takdir ini membawaku,” batin Aluna.