Author Almighty

Kepala Gabrielle bergerak-gerak dengan gelisah di atas bantal kotak persegi panjang, tubuh mungilnya menegang di bawah selimut tipis.

Sosok itu terus-terusan menjauh setiap kali ia berusaha mendekatinya. Semakin cepat ia terbang ke arah sosok itu, semakin cepat altar lingkaran itu bergerak menjauhinya. Kedua tangan Gabrielle terulur ke arah sosok yang berlutut di atas altar itu dengan kepala terkulai ke depan, kedua tangannya terentang ke samping, terikat pada dua untai rantai gelap sebesar rantai kapal.

“Moran!” desis Gabrielle terengah-engah.

Kedua tangan Gabrielle mengais-ngais udara kosong di depannya. Sepasang tangan kuat melingkar di pinggangnya. Saat ia mencoba terbang ke depan, tubuhnya malah semakin mundur. Tangan itu terus-terusan menahannya!

“MORAN!”

Gabrielle terbangun penuh ketakutan dan bangkit dengan terhenyak seperti keluar dari air. Matanya yang masih kabur mengerjap terbuka, dadanya terasa berat saat tatapannya yang panik menyapu ruangan.

Pada saat itu ia baru menyadari bahwa ia tidak sedang berada di ruang angkasa dengan altar lingkaran yang mengambang di tengah lautan awan. Tapi sedang berada di kamar Bei Tang Moran.

Gabrielle memejamkan matanya, mengusap wajahnya dengan kasar dan mengembuskan napas berat. Mencoba sebisa mungkin menghalau kegelisahannya akibat mimpi tadi.

"Hanya mimpi!" katanya pada diri sendiri. Mimpi sialan yang sama seperti biasanya. Bahkan saat aku terbangun!

Dengan gemetar, gadis itu menyisir rambutnya yang kusut dengan jemarinya secara perlahan.

Hatinya berdenyut oleh perasaan perih saat membayangkan kembali penglihatan yang terus berulang itu. Bei Tang Moran bisa merasakannya di tempat lain, yang secara otomatis membuat Host-nya juga turut merasakan sensasi yang sama.

“Ugh!” Host Bei Tang Moran terpekik dan membungkuk menekuk perutnya dengan tangan meremas dada. Apa yang terjadi? pikirnya. Bukankah mereka sudah tidak bersama? Kenapa masih bisa berdenyut?

“Kami datang membawa Dekret Kaisar, mohon Dewa Agung tak mempersulit!”

Suara gaduh di pekarangan Kediaman Bei Tang Moran menyita perhatian Gabrielle. Dewa Agung? pikirnya. “Moran!” desisnya sambil melompat dari tempat tidur dan menghambur keluar kamar.

BRUAK!

Pintu kamar Bei Tang Moran terbentang membuka.

“Dewi Jian!” seru Jenderal Surgawi bersemangat. “Mohon ikut kami kembali ke alam langit!”

Gabrielle langsung membeku seakan mendadak jadi batu.

Dua tentara langit menghambur ke arah gadis itu. Tapi pria yang berdiri di pelataran segera menghadang mereka.

“Kalian berani?” geram pria itu sembari bersedekap.

Kedua tentara langit tadi berhenti satu langkah di depan pria itu, melirik Jenderal Surgawi dengan sorot memohon.

“Putri! Kembali ke kamar!” Pria yang bersedekap itu mengerling melewati bahunya.

Bukan Bei Tang Moran! Gabrielle menyadari.

Pria yang berdebat dengan Jenderal Surgawi itu adalah Dewa Perang Bahari, Li Asura.

Kenapa dia ada di sini? pikir Gabrielle. Dan kenapa dia juga memanggilku Putri?

“Sampaikan pada Tiānshén, mulai sekarang, urusan Dewi Jian akan menjadi urusan kami para dewa bahari!” Li Asura mengumumkan. “Bubar!” hardiknya.

Para utusan langit itu membungkuk dengan berat hati dan berbalik meninggalkan gerbang. Lalu terbang serentak ke awan-awan.

Li Asura berbalik dan membungkuk pada Gabrielle. Memberikan salam soja, “Salam, Putri Jìlǜ!”

Putri Jìlǜ? Gabrielle mengerutkan alisnya.

Layar status muncul bersama suara berderit mesin digital, memunculkan sederet informasi baru, “Karakter ditambahkan: Putri Jìlǜ, Dewi Pendisiplinan, keturunan terakhir suku petir dewa bahari. Putri tunggal Adipati Halilintar." Sistem Editor mengonfirmasi.

“Apakah ini juga salah satu efek samping yang ditambahkan?” tanya Gabrielle setengah menggerutu. Ia tak ingat pernah menulis karakter ini dalam ceritanya.

“Penambahan karakter termasuk ke dalam bagian bonus konflik dari adegan yang dirahasiakan!” Sistem Editor menerangkan. “Terutama identitas Anda, menentukan kedudukan Anda dalam cerita. Eksistensi Anda dalam cerita sudah mencapai 50% menuju peran utama. 500 poin B ditambahkan! Total poin B Anda sekarang 52. 100. Silakan berusaha lagi!”

Gabrielle tak jadi emosi. Mengetahui kedudukannya dalam cerita sudah hampir menjadi tokoh utama, ditambah bonus poin yang terhitung lumayan, rasa kesalnya berganti euforia gila.

Yes! Yes! Yes! Ia bersorak dalam hatinya. Zhu Jian Yuuuuu…. Wǒ láile!~Aku datang, serunya dalam hati.

“Putri, apakah masih ada yang terasa tidak nyaman?” Li Asura bertanya dengan cemas.

“Ah! Hahaha!” Gabrielle tertawa kikuk. “Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja!” tukasnya cepat-cepat. “Di mana Bei Tang Moran?”

Li Asura tertegun sesaat sebelum dapat menjawab, “Di Serambi Ketua!”

Gabrielle menatapnya dan memicingkan mata. Apa hanya perasaanku saja? pikirnya. Kenapa aku merasa pria ini seperti sedang mencoba menyembunyikan sesuatu.

“Moran yang memintaku datang untuk menjaga Anda.” Li Asura menambahkan.

“Menjagaku?” Gabrielle menaikkan sebelah alisnya.

“Kami baru tahu bahwa Anda keturunan terakhir suku petir dewa bahari,” tutur pria itu beralasan. “Mohon Tuan Putri memaklumi. Aku bodoh. Tak bisa menilai orang. Mohon maaf karena tidak mengenali Anda sebelumnya!” Pria itu membungkuk lagi.

“Haish! Sudahlah!” Gabrielle mengibaskan tangannya dengan malas. “Aku juga sebenarnya tidak berharap kalian tahu!”

Li Asura mengangkat wajahnya dan meluruskan tubuhnya. Menatap Gabrielle dengan alis tertaut. “Mungkinkah Tuan Putri memiliki misi rahasia yang tidak dapat Anda beritahukan pada kami?” tanyanya dengan hati-hati.

“Bisa dikatakan begitu! Tapi bukan hal besar,” jawab Gabrielle asal bunyi. Padahal dia sendiri tak tahu harus berkata apa, bagaimana menjelaskannya?

Anggap saja begitu! katanya dalam hati. “Omong-omong aku ingin berendam!* katanya pada Dewa Li.

Li Asura memanggil dua bidadari pelayan dan memerintahkan mereka untuk menyiapkan permandian.

“Aku akan mengatur pelayan untuk menyiapkan makan!” Li Asura berpamitan.

Gabrielle mendesah dan kembali ke kamar Bei Tang Moran.

Sebenarnya dia ke mana? Isi kepalanya kembali sibuk memikirkan Bei Tang Moran. Bahkan setelah ia berendam.

Sementara Itu, Di Menara Intropeksi…

SLAAAASSSH!

Host Bei Tang Moran mengayunkan satu tangannya, semburat cahaya emas membersit dari kibasan tangannya.

GRAAAKKK!

Rantai di kedua pergelangan tangan Bei Tang Moran seketika terlepas. Kedua tangan itu terkulai dan jatuh ke lantai.

WUUUSSSSHHH!

Host Bei Tang Moran melesat dan berpindah tempat dalam sekejap, menangkap tubuh Bei Tang Moran dan menahannya sambil berlutut.

Bei Tang Moran mengangkat wajahnya dengan berat, menatap wajah Host-nya dengan isyarat bertanya.

Host Bei Tang Moran mendudukkannya di lantai, kemudian duduk bersila di belakangnya, menyalurkan energi untuk memulihkan tubuhnya melalui telapak tangannya ke punggung Bei Tang Moran.

Beberapa saat kemudian, Bei Tang Moran sudah bugar kembali. Pakaiannya sudah lengkap lagi dan tatanan rambutnya tertata kembali.

Host Bei Tang Moran terbatuk di belakangnya.

Bei Tang Moran mengerling melewati bahunya dan terkesiap. “Kau—”

Host Bei Tang Moran terpuruk dengan perut tertekuk, tubuhnya gemetar dengan napas tersengal. Kedua bahunya terkuak seperti baru dibedah.

Bei Tang Moran berbalik dengan tersentak. Meraup kedua pangkal lengan pria itu dan menegakkan tubuhnya.

Pria itu baru saja mencongkel tulang cakranya dan memindahkannya ke tubuh spiritual. Itu sama saja dengan mencopot tulang bahunya!

“Kau gila!” Bei Tang Moran memarahinya. “Sebenarnya apa yang kau lakukan??”

“Jangan khawatir,” desis Host-nya dengan suara tertahan. “Aku tak bisa mati!”

“Bukan—tapi apa maksudnya?”

"...."

Bersamaan Dengan Itu Di Kamar Bei Tang Moran...

Gabrielle baru saja selesai mandi dan berganti pakaian ketika tiba-tiba bahunya tergores tanpa sentuhan tangan. Lukanya terkuak seakan baru dibedah.

Apa yang terjadi?