Boy Alexander, pria berusia 28 tahun itu adalah seorang asisten yang sudah mendedikasikan hidupnya untuk mengabdi kepada keluarga Keano. Selain itu, dia juga adalah pemimpin tim keamanan dari semua pengawal di keluarga Keano.
Sebelum diadopsi, dia tinggal di panti asuhan, sehingga dia tidak tahu siapa orang tuanya dan dia tidak tahu tentang jati diri dia yang sebenarnya.
Sebuah kesalahpahaman membuat dia harus menikah dengan sang nona muda, membuat Boy dipandang rendah oleh mertuanya, mengingat status Boy hanyalah seorang asisten.
Siapa sangka ternyata Boy adalah seorang pewaris yang berasal dari keluarga terpandang. Ketika Boy baru saja dilahirkan, ayahnya sudah tiada. Boy telah dibuang oleh kakeknya ke panti asuhan karena tidak ingin memiliki cucu yang berasal dari darah orang miskin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DF_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Setelah acara makan malam selesai, di ruangan kerja, terlihat Tuan Alam yang sedang berbicara serius dengan Wilson. Mungkin karena Tuan Alam sangat kaget ketika mendengar bahwa Wilson ingin segera pensiun sebagai pemimpin di perusahaan Alexander, mengingat usia Wilson sudah tidak muda lagi.
"Kenapa kamu ingin segera pensiun, Wilson?" tanya Tuan Alam. Dari raut wajahnya terlihat sekali kalau pria berusia 70 tahun itu sangat tidak setuju jika Wilson harus segera pensiun sebagai pemimpin perusahaan.
Wilson pun segera menjawab pertanyaan dari ayah mertuanya, "Usiaku sudah menginjak 55 tahun. Sudah saatnya aku pensiun. Biar Erick saja yang menggantikan posisi aku."
Tuan Alam menggelengkan kepalanya. "Tidak. Saya tidak setuju jika anak itu harus menjadi pemimpin perusahaan. Dia hanya anak adopsi. Tidak berhak mendapatkan satu persen pun warisan dari saya. Apalagi menjadi pemimpin di perusahaan Alexander."
Wilson sangat tidak suka jika Tuan Alam selalu menyebut Erick sebagai anak adopsi. Bagaimana pun juga Erick adalah anak kandungnya, walaupun tidak ada satu orang pun yang tahu tentang kebenaran itu. Pria itu pun mengepalkan tangannya sambil menatap tajam ke arah Tuan Alam.
"Seharusnya dulu saya tidak membuang Marshel. Dia yang seharusnya memimpin perusahaan Alexander." Tuan Alam berkata dengan penuh penyesalan.
Wilson hanya diam. Dia sangat kecewa sekali, mengapa pria tua itu harus selalu mengingat cucunya yang sudah dibuang itu.
"Jangan dulu pensiun! Saya akan berusaha keras untuk mencari keberadaan cucuku. Erick sama sekali tidak memiliki hubungan darah dengan kamu dan Jasmine. Tapi Marshel, dia adalah darah dagingnya Jasmine."
Kemudian Tuan Alam meneruskan perkataannya, "Walaupun saya tidak bisa menemukan Marshel. Tapi tetap saja Erick tidak layak menjadi pemimpin di perusahaan. Dia sering berhura-hura menghamburkan uang dan sering bermain perempuan. Saya tidak ingin perusahaan saya menjadi hancur dipimpin oleh orang seperti itu."
Setelah berkata seperti itu, Tuan Alam pun segera keluar dari ruangan tersebut.
Tuan Alam tidak sengaja berpapasan dengan Erick yang hendak masuk ke dalam ruang kerja.
"Kakek." Erick menyapa sang kakek.
Tuan Alam sama sekali tidak menggubris sapaan dari Erick. dia pergi begitu saja, naik ke dalam lift, untuk segera pergi ke kamar.
...****************...
Sementara itu, terlihat Jasmine yang sedang termenung di dalam kamar sambil memeluk baju bayi yang dulu pernah dia beli bersama dengan Adnan.
Masih terbayang dengan sangat jelas betapa bahagianya Jasmine dan Adnan kala itu, ketika sedang membeli semua perlengkapan bayi. Walaupun Jasmine saat itu menjalani kehidupan yang sederhana dan makan seadanya, dia sangat bahagia hidup bersama suami pertamanya itu.
Wanita itu pun menitikkan air matanya. Setelah Adnan meninggal, dia sangat merasa terpuruk. Tapi karena kehadiran bayi di dalam kandungannya. Wanita itu masih memiliki penyemangat untuk menjalani hidup ini. Tapi setelah dia kehilangan putranya, bahkan dia belum sempat melihat wajah Marshel sebentar saja. Dia merasa dunianya benar-benar hancur.
Dia sama sekali tidak merasa bahagia dengan pernikahannya bersama dengan Wilson. Walaupun dia selalu berusaha untuk menjadi ibu yang baik untuk Erick, seorang anak yang sudah mereka adopsi. Tapi hatinya selalu saja teringat kepada Marshel. Apalagi Erick telah tumbuh dewasa menjaga anak yang susah diatur. Mungkin karena Wilson terlalu memanjakannya.
"Marshel, kenapa kamu harus pergi meninggalkan ibu, nak? Ibu ingin sekali melihat wajahmu dan memelukmu."
Jasmine menangis terisak-isak sambil terus memeluk baju bayi yang berada dalam genggamannya itu. Setelah kakinya mengalami kelumpuhan dan divonis tidak akan pernah bisa memiliki keturunan lagi, dia merasakan sudah tidak memiliki semangat untuk menjalani hidup.
Tapi entah mengapa Jasmine terkadang merasa bahwa putranya itu masih hidup. Padahal sudah jelas Tuan Alam telah menunjukkan makam Marshel kepadanya. Mungkin karena dulu dia tidak diberikan kesempatan untuk melihat jasad putranya.
semoga itu boy bukan si asisten Rozi 😬😬
Alexa cuma cocoknya sama Boy😘😁