Menantu Yang Tidak Diinginkan

“Iya maksudnya nanti kalau sudah lahir sayang”

“Iya mas”

“Kamu sudah makan, biar aku ambilkan makan ya”

“Belum mas, aku belum makan”

“Ya sudah aku ambil ke dapur dulu ya kamu tunggu di sini”

“Aku juga bisa mas”

“Tidak, kamu sedang lemas jadi biarkan aku yang mengambilkannya”

Surya pergi ke dapur untuk mengambilkan makanan untuk sang istri.

“Mau di bawa ke mana makanannya Sur? Bukannya kamu tadi sudah makan ya?” tanya Dara

“Ini untuk Nita bu” jawab Surya

“Nita? Manja sekali dia sampai harus diambilkan makanan” cibir Nita

“Nita lagi pusing dan lemas bu dia juga lagi hamil jadi biarkan dia istirahat aku sendiri yang mau mengambilkannya” sahut Surya

“Hamil?”

“Iya Nita hamil anak aku dan ibu sebentar lagi akan jadi nenek”

Surya melihat raut wajah Dara yang biasa saja tak ada aura kebahagiaan.

“Aku ke dalam dulu bu” Surya meninggalkan Dara

“Semoga ibu bisa menerima Nita setelah hadirnya anak kami nanti” gumam Surya

Surya tahu, ibunya masih belum bisa menerimanya tapi Surya akan terus berusaha agar ibunya bisa bersikap baik dan menyayangi Nita, apalagi sekarang Nita sedang hamil ia yakin ibunya bisa menerima kehadiran cucunya.

Surya kembali ke kamar dengan membawa makanan dan minuman untuk Nita.

“Sayang ayo makan, biar aku suapi ya”

Nita pun menurut ia mengunyah makanan di mulutnya.

“Kamu harus banyak makan biar bayi kita juga sehat” ucap Surya

“Iya mas”

Setelah selesai menyuapi Nita, Surya membawa piring ke dapur dan mencucinya.

Surya merupakan suami yang sangat menyayangi Nita, tapi ia masih belum bisa tegas pada ibunya ketika disuruh-suruh. Bahkan Surya tidak bisa membela sang istri jika ibunya sudah mengomelinya.

Nita juga tak bisa apa-apa karna melawan pun pasti akan menambah masalah, ia diam bukan karna ia takut tapi Nita masih menghargainya sebagai ibu dari suaminya itu.

Sikap Dara yang kadang tidak memikirkan Nita dan bersikap semaunya harus membuat Nita lebih ekstra sabar lagi. Nita berharap ibu mertuanya bisa menyayanginya, Nita ingin merasakan kasih sayang seorang ibu meski bukan ibu kandungnya, di panti hanya ibu pantilah yang menyayanginya dan setelah keluar dari panti Nita tak merasakan lagi.

Hari sudah gelap, Nita dan Surya sudah pulas tertidur.

Keesokan harinya, Nita sudah tidak merasakan pusing dan badannya sudah kembali segar. Ia pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan, Dara terlihat belum bangun.

Nita berkutik di dapur dengan bahan-bahan dan juga alat-alat masaknya.

“Sudah sembuh kamu katanya pusing atau cuma akal-akalan kamu saja” ucap Dara yang baru saja keluar dari kamarnya

“Ibu, aku tidak bohong bu mungkin ini efek dari aku hamil jadi aku merasa lemas dan pusing” jawab Nita

“Terserah kamu saja, kamu lanjutkan buat sarapannya ibu mau sapu teras dulu”

“Iya bu”

Nita melanjutkan masaknya yang hampir selesai.

Setelah menyelesaikan semuanya, Nita kembali ke kamar.

“Sayang kamu dari mana, aku bangun sudah tidak ada” ucap Surya

“Aku tadi habis masak mas” jawab Nita

“Kamu sudah sehat? Kalau belum biar ibu saja nanti aku bantu”

“Aku sudah sehat mas, kamu siap-siap yang mau berangkat ke kantor”

“Iya, kamu kalau masih sakit jangan masuk kerja ya”

“Aku sudah mendingan mas”

“Tapi kalo kamu merasa pusing nanti langsung pulang ya, aku tidak mau kejadian kemarin terulang lagi”

“Iya masku”

Setelah bersiap-siap dan sarapan Nita dan Surya berangkat ke kantornya.

Nita sudah berada di kantor, di sana Wiwik baru saja datang langsung menghampiri Nita.

“Kamu kemarin dari mana kok tidak ada? Terus tas kamu juga dibawa sama asisten Tino?” cerocos Nita

“Pelan-pelan dong tanyanya” omel Nita

“Iya iya, cepat jawab” Wiwik tak sabar menunggu jawaban Nita

“Kemarin aku pingsan di toilet”

“Hah! Kok bisa?”

“Duuh tu mulut kalo bicara tidak bisa pelan apa sakit telinga aku”

“Iya maaf-maaf, terus-terus bagaimana”

“Aku tidak tahu, tiba-tiba sudah ada di rumah sakit dan ternyata yang menolong aku itu pak Hengki”

“Apa!”

“Wiwik suara kamu itu cempreng jangan teriak-teriak gitu” omel Nita

“Hehehe reflek Nit, terus-terus”

“Teras terus teras terus mulu dari tadi”

“Iya terus kok bisa pak Hengki yang menolong kamu?”

“Mana aku tahu” Nita mengalihkan tatapannya pada laptop

“Ihh Nita jawab dong”

Nita menghela nafasnya melihat Wiwik yang sudah penasaran seperti ini.

“Aku tidak tahu kenapa pak Hengki bisa menolong aku, setelah aku sadar aku lihat ternyata pak Hengki yang ada di samping aku terus asisten Tino yang membawakan tas aku karna pak Hengki yang menyuruhnya”

“Kamu beruntung banget bisa digendong sama pak Hengki, coba saja aku yang digendongnya betapa senangnya hatiku” Wiwik membayangkan jika dirinya yang digendong oleh Hengki

“Sadar, jangan kebanyakan mengkhayal” Nita mengusap wajah Wiwik agar tersadar dari lamunannya

“Ya elah Nit cuma membayangkan saja, dari pada kamu sudah punya suami jangan coba-coba dekati pak Hengki ya”

“Siapa yang mau mendekati dia, aku juga ingat kalo punya suami. Aku tidak akan berpaling”

“Tapi pak Hengki memang baik wajar kalau jadi idaman semua wanita”

“Sudahlah aku mau kerja kamu sana ke meja kamu ngapain di sini kalo cuma mau ngobrol aku tidak mau nanti ketahuan”

“Iya iya aku balik”

Wiwik kembali ke meja dan Nita melanjutkan pekerjaannya.

Sedangkan Hengki yang berada di ruangannya sedang menatap layar yang ada di depannya, namun ada yang masuk ke dalam ruangannya.

“Permisi bos, ini berkas-berkas yang harus ditanda tangani” Tino menaruh berkas-berkas itu di meja Hengki

“Hari ini ada jadwal meeting Tin?” tanya Hengki

“Bos kalo manggil nama saya jangan Tin dikira Tina” omel Tino

“Siapa suruh nama kamu Tino kalau seandainya nama kamu Toni kan aku panggil kamu Ton bukan Tin”

Tino dan Hengki sudah lama kenal, karna mereka sempat satu sekolah waktu masih SMA dan kuliah dan mereka sudah menjadi teman jadi tidak ada kecanggungan meski mereka adalah atasan dan bawahan.

“Astaga bos nama ini juga dikasih emak sama bapak mana mungkin ketika saya dikasih nama mau nolak kan saya masih kecil”

“Tidak nanya, pertanyaan saya belum kamu jawab”

“Tapi bos jangan panggil Tin lagi ya”

“Heem”

“Hari ini bos tidak ada meeting jadi bos bebas mau ke mana saja tapi setelah berkas-berkas itu ditanda tangani”

“Kamu boleh keluar”

“Kok malah diusir bos aku masih mau duduk dulu” Tino berjalan dan hendak duduk di sofa namun Hengki segera menyuruhnya keluar

“Keluar Tino!” teriak Hengki