Setelah divonis 20 tahun penjara, yaaa mau tidak mau, Sobarna 30 Tahun, harus rela berpisah dengan isteri tercintanya, Larsih 28 tahun yang baru saja melahirkan anak pertamanya. Sedikit beruntung, Sobarna divonis penjara setelah anak perempuannya lahir, dan baru usia 1 bulan. bahkan yang ngasih nama pada anak perempuannya itu Sobarna sendiri sebagai ayah kandungnya, yaa walaupun nama anaknya agak sedikit berbeda dengan nama-nama bayi di kampungnya itu.
Nama bayi perempuan yang malang itu, adalah Berkah Rahayu.
Siapapun pasti mengira, betapa berat dan sengsaranya seorang isteri yang ditinggal suaminya, bukan ditinggalkan untuk mencari nafkah, melainkan ditinggal demi menjalani hukuman.
Apalagi Larsih. wanita sebatang kara yang dinikahi Sobarna.
Dengan penuh keprihatinan. Terpaksa Larsih harus mampu berjuang membesarkan putri kesayangannya itu. Dan diuji kesetiaan sebagai seorang Isteri yang masih bersuami yang Sah.
Simak yah alur ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abah NasMuf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34. Sistem Kerjasama dengan Kang Dudung
Mendengar perkataan Gardi yang akan mengajarkan bagaimana tata cara mencopet, dan juga menodong, bagi Ki Gendut Ireng dan Si Codet merupakan suatu hal angin segar dan pengalaman baru. Apalagi sekarang keduanya berada di lokasi baru yang nota bene nya serba baru.
Kalau dalam hal mencuri di daerah pedesaan sih mungkin jagonya, tapi dalam hal yang dikatakan Gardi, keduanya masih sangat awam. Wajar saja, begitu Gardi menyodorkan sebuah tawarannya, bak gayung bersambut, Ki Gendut Ireng maupun Si Codet langsung menerimanya dengan senang hati. Raut muka yang tadinya penuh ketertekanan dan ketakutan, mendadak cerah ceria kembali seperti mentari di pagi hari yang sangat cerah.
"Ayo, Brow.. Kita mulai sekarang..!" Ajak Ki Gendut Ireng tak sabar. Membuat dahi Gardi mengernyit seketika.
"Mulai apa, Ndut.!?"
"Lho... kata Lu, mau mengajarkan tata cara cari duit di Kota. Biar langsung eksyen... Gue nggak sabar nih,!" Jawab Ki Gendut Ireng dengan mimik muka serius. Sontak saja membuat Gardi terkekeh melihat reaksi Ki Gendut Ireng.
"Ya udah, ntar habis makan, Kita belajar. Kalian tunggu di sini, Gue mau beli makanan dulu. Lu udah pada lapar kan,? O iya, Gue hampir lupa, Gue minta itu brewok Lu dikerik sekalian sama kumisnya. Dan Lu, Codet ubah penampilan Lu, pakai topi ini, dan jangan lupa, setiap keluar rumah, pakai masker.!" Kata Gardi sambil memberikan topi ke Si Codet dan juga gunting kecil serta alat pengerik kumis pada Ki Gendut Ireng. Setelah dirasa beres, Gardi beranjak dari tempat duduknya dan pergi untuk membelikan nasi buat makan siang.
Ki Gendut Ireng dan Si Codet hanya mengangguk, mengerti sekali apa yang diutarakan Gardi. Keduanya seraya tak sabar ingin segera bisa menguasai tata cara mencopet dan melakukan tindakan kejahatan lainnya, untuk mendapatkan penghasilan selama mereka di kota.
Kurang dari setengah jam kemudian, Gardi sudah kembali dengan menenteng kantong kresek putih yang berisi makanan nasi bungkus. Tak menunggu lama, ketiganya langsung makan sangat lahap sekali. Apalagi Ki Gendut Ireng yang memang perutnya sudah mulai keroncongan lagi. Beres makan, Gardi pun langsung mengajarkan apa yang telah dijanjikannya. Berhubung Ki Gendut Ireng dan Si Codet sangat berbakat sekali dalam hal tindak kejahatan, tak berlangsung berjam-jam, keduanya sudah Gardi anggap bisa, dan bahkan bisa langsung praktek di lapangan.
"Kalian memang berbakat, Ndut, dan Lu, Codet. Gue salut. Hehehe." Terdengar Gardi terkekeh, setelah ketiganya memperagakan bagaimana tata cara menodong yang baik dan benar. ( Wah, emang ada kegiatan menodong baik dan benar..? Ada ada saja. Hehehe. Red.😄).
"Intinya, Kita jangan ngasih kesempatan, sasaran Kita itu melawan. Baik dengan cara berteriak, atau memukul badan kita. Pastikan tempat sekitar harus benar-benar aman dan sangat steril sekali dari perhatian orang lain.!" Lanjut Gardi, bicaranya sambil menggerakkan kedua tanggannya, persis seperti seorang guru yang sedang mengajar murid-muridnya.
"Lu udah faham. Det, apa bisa dimengerti,!?" Tanya Gardi pada Si Codet.
"Siyaaaaap, siapa takut. Hehehe.!"
"Kalau Lu, gimana, Ndut,!?"
"Sangat siap sekali... bisa langsung praktek langsung..!" Jawab Ki Gendut Ireng antusias sekali.
"Hahahaha. Okey. nanti sebelum waktu Maghrib, Kita beraksi. Sasaran utama di angkot dulu. Biasanya jam sore, orang-orang baru pulang dari tempat kerjanya. Atau banyak karyawan pabrik yang baru pulang dan baru berangkat shift malam. Kebetulan sekali, tanggal segini sudah pada gajian. Ambil dompet dan HP nya, ketika berhasil, segera turun dari Angkot.!" lanjut Gardi, kelihatan bersemangat sekali. Begitupun Ki Gendut Ireng dan Si Codet yang langsung berkemas persiapan menjalankan kera baru nya itu.
******
Sepulang dari BRI link, Sobarna langsung mempersiapkan segalanya untuk menjalankan tugas rutin seperti hari-hari biasanya yaitu berjualan nasi goreng. Usaha yang berjalan hampir sudah satu tahunan itu, benar-benar Ia jalani dengan penuh semangat. Apalagi dirinya akan menjadi seorang Ayah dalam waktu sebentar lagi.
Walau hasilnya dibagi dengan Kang Dudung, yang mana, Dia pemilik Gerobak dan juga yang memodali awal jualan, bagi Sobarna tak berkecil hati dan tetap bersyukur ketika mendapat bagian yang sedikit karena jualannya sedang keadaan sepi.
Awal Sobarna berjualan nasi goreng di Kota Bandung, ialah diajak oleh Kang Dudung salah satu warga yang masih sekampung dengan Lastri, isteri Sobarna. Kang Dudung menyewa beberapa lapak atau tempat berjualan serta beberapa puluh gerobak yang nantinya dijalankan lagi oleh orang lain, termasuk salah satunya adalah Sobarna. Kemudian dari hasil penjualan setiap malam nya, dibagi hasil dengan Kang Dudung, sesuai kesepakatan. Karena yang memodali sepenuhnya adalah Kang Dudung. Sobarna dan juga yang lainnya, hanya tinggal menjalankan saja.
Ketika jualan mendapatkan hasil besar (laku banyak porsi atau bahkan jualannya sampai habis) sebagai pemilik lapak dan juga modal, Kang Dudung mendapatkan besar pula. Begitu pun sebaliknya. Ketika disaat jualan, mendapatkan hasilnya sedikit, mau tidak mau ya mendapatkan sedikit pula. Nama nya juga bagi hasil dan bagi rugi.
Bagi ruginya, ketika ada sisa. Misalkan ada sisa nasi yang tidak bisa di masak lagi atau ada bumbu-bumbu yang sifatnya cepat basi. Kerugiannya pun dibagi. Sesuai kesepakatan.
Namun sudah hampir tiga bulanan, Kang Dudung merubah sistem. Yang tadinya bagi hasil, sesuai pendapatan yang didapat, kini sistemnya berubah. Yaitu dengan sistem setor. Kang Dudung berhak mendapatkan Rp. 30 ribu setiap malamnya kecuali hari libur atau ketika ada halangan tidak berjualan. Sobarna dan juga yang lainnya, tidak perlu membayar yang Rp. 30 ribu tersebut. Dan Kang Dudung tidak menanggung beban kerugian ketika ada sisa nasi atau bumbu yang terbuang. Tahunya mendapatkan Rp. 30 ribu, dengan catatan modal Kang Dudung yang diberikan masih utuh. Misalnya, Kang Dudung memberikan modal awal sebesar Rp. 500 ribu, berarti uang tersebut harus utuh dan jangan sampai berkurang.
Hal ini dengan alasan, agar yang menjalankan usaha bisa mendapatkan keuntungan lebih dari hasil penjualan.
Beberapa hari kemudian, setelah ada perubahan sistem kerja sama, bagi Sobarna, sistem kerjasama yang telah dirubah tersebut, terasa menguntungkan. Karena jualan Sobarna setiap malamnya habis dan habis. Sehingga, Sobarna tak harus membagi hasil lagi, hanya memberikan hasil Rp. 30 Ribu setiap malamnya ketika sudah berjualan. Namun, keadaan seperti itu tak berlangsung lama. Namanya juga jualan, yang memang hasilnya tak pasti.
***
Sobarna sangat lincah dan gesit sekali mempersiapkan segalanya. Dari persiapan menyediakan nasi sampai menyediakan bumbu-bumbunya.
Walaupun sudah hampir sepuluh harian terakhir, omset penjualan nya mengalami penurunan drastis dan Sobarna harus merelakan nasi yang masih tersisa banyak harus dibuang, beruntung ada tetangga kontrakannya yang membeli nasi yang sudah tak layak jual itu untuk pakan ayam nya. Walau dengan harga yang sangat murah. Sobarna berpikir, dari pada dibuang sia-sia, mending dijual saja.
Sobarna berusaha untuk tetap tabah dan sabar menjalaninya. Walaupun terkadang secara hawa nafsu, keadaan nya sekarang dapat menimbulkan rasa putus asa karena bukan hasil pendapatan yang diraih melainkan rasa lelah dan letih yang Ia rasakan setiap malamnya. Belum lagi Ia harus memberikan uang Rp. 30 ribu pada Kang Duduk si pemilik modal. Bagi Sobarna, jangan sampai mengecewakan kang Dudung dengan terus memberikan Rp. 30 Ribu, sebagai pemilik modal yang tak tahu menahu rame dan tidaknya jualannya itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩ...
harta paling indah itu isteri sholehah
aku rindu komen sampeyan.
author baik... aku suka. hehehe