"Aku hanya mengganggap dirimu baby sitter. Setelah dia terbangun, saat itu juga kau angkat kaki dari rumah ini!!!" Filio Ar Januar.
"Pernikahanku terjadi dengan keterpaksaan, namun aku berharap akan berakhir bahagia. Aku mohon lihat aku sekali saja," Asilla Candrawinata.
Diharapkan membaca TERPAKSA MENIKAH season 3
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vanzhuella annoy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 07. Merasa Hancur
Setelah kepergian Zeze dan Fredella. Asilla runtuh seketika. Tubuhnya terkulai lemas. Kini posisinya mendekap kedua lututnya terduduk di lantai menyandarkan tubuh lemas itu disisi sofa.
Hiks hiks hiks
"Sekuat apapun aku menahannya tidak akan mampu. Selama ini aku sangat bersabar dan tidak pernah menyerah, bahkan tidak menyesali kehadiranku ke dunia ini. Tetapi saat ini semua yang selama ini aku pertahankan runtuh seketika. Jujur aku tidak sanggup menanggung aib ini, terutama kepada kedua orang tuaku. Aku harus bagaimana? hiks hiks....," tangis Asilla sangat mengharukan bagi siapapun yang mendengarnya.
Sesaat Asilla menatap sendu benda kecil yang berada di atas meja. Asilla meraih benda itu dan menatapnya dengan berurai air mata kesedihan. Jika saja ia sudah memiliki seorang suami tentu saja ini menjadi kabar bahagia untuk dirinya dan suami serta keluarga. Tetapi ini bukan kabar bahagia tetapi sebaliknya, ia menanggung aib ini tanpa tau siapa pria yang telah menidurinya waktu itu.
"Sayang Mama tidak pernah menyesali kehadiranmu didalam sini, walaupun awalnya Mama sangat terkejut dan tidak pernah menyangka. Demi apapun Mama akan berjuang untuk menjagamu didalam sini sampai tibanya kamu lahir di dunia ini," gumam Asilla sembari mengelus perut yang masih rata. "Apapun yang akan terjadi Mama akan melindungi kamu," imbuhnya kembali.
Hiks hiks hiks
Inilah saatnya Asilla menumpahkan semua rasa sesak di dadanya karena ketika di rumah ia tidak ingin terlihat sedih bahkan menangis didepan siapapun. Asilla mendekap benda yang membuktikan ada janin didalam rahimnya.
Hem... Hem... Hem...
Tiba-tiba deheman seseorang mengagetkan Asilla sehingga benda yang ia genggam tadi terlempar tepat terjatuh dekat kaki seseorang itu.
"Tuan," gumam Asilla dengan mulut menganga. Entah sejak kapan pria itu berdiri di sana. "Maaf Tuan Oma dan Della sudah pulang," kata Asilla sembari mengusap kedua matanya dan berusaha tetap tenang dan bahkan ia tersenyum.
Tidak dengan Filio sejak tadi sorot mata tajamnya berpusat di benda yang tergeletak didekat kakinya. Tentu saja Filio tau benda apa dan untuk apa fungsinya itu. Seketika ia membungkuk dengan tangan ingin meraih benda itu, tetapi cepat diurungkannya karena dengan cepat Asilla meraih benda itu.
Uwek
Tiba-tiba Filio merasa mual dan bahkan ingin muntah. Dengan cepat ia berlari menuju kamar mandi.
Uwek uwek uwek
Entah sudah berapa kali sisa makanan dalam perutnya yang ia muntahkan. Tanpa disadari ternyata Asilla sejak tadi membantu memijit tengkuk Filio.
"Apa Tuan masuk angin?" Asilla memberanikan diri untuk bertanya. Filio tidak menjawab, ia menghembuskan nafas lelahnya akibat muntah. "Atau Tuan sa-----, "
"Jangan terus bertanya, ambilkan air hangat," ujar Filio dengan datar.
Di sofa Filio mendudukkan dirinya sembari memijit ujung keningnya. Rasa pusing sedikit menyerang kepalanya.
"Ini Tuan silahkan di minum," Asilla menyodorkan air hangat kuku dan langsung diraih Filio tanpa mengeluarkan suara.
"Kenapa mual sekali dan minuman ini terasa pahit," gumam Filio dengan ekspresi wajah menahan rasa pahit.
Uwek uwek
Filio kembali memuntahkan air yang baru saja di minumnya kembali keluar lagi, bahkan mengenai tangan Asilla karena kebetulan ia sedang mengambil gelas itu.
"Sepertinya Tuan masuk angin," kata Asilla sembari mengelapkan muntahan Filio yang sedikit mengenai tangannya.
Asilla meraih fresh care yang selalu disimpannya dalam tas, dan tadi juga ia mengoleskan fresh care itu ke ujung kening serta leher dan tengkuk.
Tanpa merasa canggung Asilla duduk di samping Filio, lalu mengoleskan ke titik-titik yang diperlukan. Tanpa membantah Filio pasrah saja karena jujur sekujur tubuhnya lemas, bahkan wajahnya memucat. Baru kali ini ia merasakan sakit seperti ini.
"Maaf jika aku lancang Tuan," kata Asilla mengoleskan fresh care di leher jangkung itu. Seketika tatapan keduanya bertemu dalam diam.
"Hmmm apa yang kalian lakukan?" tiba-tiba bentakan seseorang mengagetkan dan bahkan membuyar kesadaran dari keduanya.
Dengan cepat Asilla menarik tangannya dan langsung berpindah tempat duduk.
"Mau jadi pelakor?" sungguh tidak sopan," cibir Asinta dengan tatapan membunuh.
"Bukan begitu Kak, Tuan sepertinya sakit," jelas Asilla agar sang Kakak tidak salah paham.
"Honey apa benar kamu sakit?" tanya Asinta sembari menempelkan ujung tangannya di kening Filio. "Tidak panas tetapi sangat dingin," imbuhnya.
"Aku tidak apa-apa honey hanya sedikit lelah, hmmm kenapa kau menyusul kemari?" karena Filio tidak memberitahu Asinta jika ia ke ruko milik Asilla karena ingin menjemput Oma serta sang Adik.
"Apa tidak boleh? atau kedatanganku menganggu?" cibir Asinta dengan bibir mengerucut.
Filio tidak menjawab, sungguh ia malas untuk berbicara saat ini.
"Katanya Oma dan Fredella berada di ruko kumuh ini tetapi kayaknya hanya kalian berdua di sini," cicit Asinta dengan wajah marahnya.
"Oma dan Della sudah pulang Kak," kata Asilla.
"Huh membuang waktu saja," gerutu Asinta. "Ayo honey saatnya makan siang," ajak Asinta karena ia ingin sekali keluar dari dalam ruangan pengap itu.
Filio bangkit tanpa sepatah katapun tetapi ia sempat menoleh menatap Asilla yang wajahnya tertunduk.
"Panas sekali, bagaimana kau bisa bertahan berhari-hari di sini," ejek Asinta dengan sikap angkuhnya, lalu dengan cepat ia berlari kecil karena Filio sudah keluar dari ruko.
******
Di rumah
"Bagaimana perkembangan perusahaan Pa," tanya Mira kepada sang suami yang tak lain Farhan.
"Hancur Ma, entah dari mana kita mendapatkan dana dengan jumlah besar untuk mengembalikan perusahaan seperti semula," terang Farhan sembari mengusap hidungnya.
"Mama tidak ingin jadi gelandangan Pa. Hmmm bisa-bisa kita menghancurkan karir Sinta di bidang modeling jika para awak media mengetahui informasi kebangkrutan kita," ujar Mira seperti menuntut.
"Papa pusing Ma," jawab Farhan.
"Percuma punya anak perempuan tetapi tidak bisa diandalkan. Apa lagi si Sila baru membuka bisnis, kapan bisa dinikmati?" gerutu Mira ikut pusing.
"Malam Pa, Ma," sapa Asinta baru pulang dari pemotretan iklan di sebuah perusahaan.
"Malam sayang," jawab Mira. "Hmmm apa yang terjadi? kenapa wajahmu jadi murung?" tanya Mira.
"Ma, Pa. Si-sinta hamil," kata Asinta terbata serta bibir bergetar.
"Apa?" teriak Farhan serta Mira terkejut.
"Maafkan Sinta, Ma, Pa." Mohon Asinta dengan terisak.
"Kami sudah pusing Sinta, kamu lagi menambah masalah," hardik Farhan dengan amarah membara.
"Bagaimana bisa sayang? kenapa kamu ceroboh sekali? Mama sudah sering menasehati tentang gaya pacaran kamu," ungkap Mira sembari terisak. Jujur sebagai seorang Ibu ia sangat kecewa bahkan terluka mendengar pengakuan Asinta.
"Apa perlu Sinta melakukan aborsi? tidak mungkin Sinta mempertahankan kandungan ini selama 9 bulan, sedangkan karir Sinta lagi hits," kata Asinta meminta persetujuan.
"Jangan, jangan sampai kamu lakukan itu." Ujar Farhan seperti memikirkan sesuatu.
"Jadi Sinta bagaimana Pa?" tanya Asinta.
"Beri waktu Papa untuk berpikir," ujar Farhan.
Hening begitulah yang terjadi di ruang keluarga. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Selamat malam Pa, Ma, Kak Sinta," sapa Asilla dengan wajah cerianya, sedikitpun tidak ada kesedihan di raut wajah serta sorot mata.
"Sekalian jangan pulang," bukannya membalas sapaan Asilla, malah Mira mengamuk." cepat panaskan kembali semua makanan itu," titah Mira.
Di dapur Asilla memanaskan hidangan untuk makan malam.
Uwek uwek
Kembali lagi Asilla merasakan mual dan ingin muntah. Dengan cepat ia berlari ke kamar mandi.
"Ada apa dengan dia?" tanya Mira.
Asilla kembali ke dapur dan segera menduduki dirinya bergabung dengan kedua orang tua serta sang Kakak. Asilla meraih tas jinjingnya dan meraba-raba isi yang berada dalam tas itu. Tanpa memikirkan sesuatu Asilla menuangkan tas miliknya.
Deg
Seketika mata Asilla membulat dengan tubuh menegang melihat benda digenggaman tangan Mira.
"Jelaskan semua ini Sila!" ujar Mira dengan suara lantangnya.
"Sila minta maaf Ma, Pa. Sila ha-hamil," lirih Asilla.
Plak
Satu tamparan melayang di pipi sebelah kiri Asilla.
"Asilla, Asilla! Kau membawa aib keluarga," seru Mira.
"Dasar anak tidak tau diri,"
Plak
"Awww," ringis Asilla sembari memegang pipi bekas tamparan Farhan.
Sekali lagi tamparan melayang di pipi mulus sebelah kanan.
"Kau telah mencoreng nama besar Candrawinata, kau membawa aib keluarga. Papa sudah pusing ditambah kalian lagi," ujar Farhan.
Sungguh Asilla menyembunyikan wajah sedih dan terpukul serta lukanya. Mendapatkan perlakuan kasar dari kedua orang tuanya tidak membuatnya terlihat lemah. Asilla menerima dengan perlakuan kasar itu karena ia pikir setiap orang tua pasti merasa kecewa, terluka, sedih dan lain sebagainya.
"Hamil tanpa tau siapa pria yang menghamili, sangat kasian. Sedangkan aku jelas-jelas kekasihku," cibir Asinta.
Deg
Pengakuan Asinta membuat Asilla kaget, tanpa disangka ternyata mereka sama-sama hamil.
...******...