Aruna Azkiana Amabell perempuan berusia dua puluh lima tahun mengungkapkan perasaannya pada rekan kerjanya dan berakhir penolakan.
Arshaka Zaidan Pradipta berusian dua puluh enam tahun adalah rekan kerja yang menolak pernyataan cinta Aruna, tanpa di sangka Arshaka adalah calon penerus perusahaan yang menyamar menjadi karyawan divisi keuangan.
Naura Hanafi yang tak lain mama Arshaka jengah dengan putranya yang selalu membatalkan pertunangan. Naura melancarkan aksinya begitu tahu ada seorang perempuan bernama Aruna menyatakan cinta pada putra sulungnya. Tanpa Naura sangka Aruna adalah putri dari sahabat dekatnya yang sudah meninggal.
Bagaimana cara Naura membuat Arshaka bersedia menikah dengan Aruna?
Bagaimana pula Arshaka akan meredam amarah mamanya, saat tahu dia menurunkan menantu kesayangannya di jalan beberapa jam setelah akad & berakhir menghilang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Amplop coklat (pengajuan pembatalan)
Aruna menghela napas, dia harus kembali profesional. Saat ini mereka baru akan mulai meeting, dia menetralkan perasaannya.
Anres yang tadi menahan tawa, kini dia juga sudah menguasai dirinya. Dia membuka leptopnya, bersiap mulai meeting.
“Kia. Apa di leptopmu ada data yang akan kita pakai meeting?” tanya Arshaka.
Aruna menggeser sedikit kursinya mendekat pada Arshaka, dia mengambil alih leptopnya. Seperti biasa dengan lihai jari-jarinya bermain diatas papan ketik. “Semua materi untuk meeting anda dan pak Anres ada di sini,” Aruna menunjukkan pada Arshaka.
“Terimakasih,” ucapnya.
Mereka memulai meeting, Arshaka dan Anres saling berdiskusi untuk perkembangan Hanapra kedepan. Terlebih setelah Hanapra hampir saja bangkrut karena ulah beberapa orang tidak bertanggung jawab.
Tidak hanya mendengarkan, namun Aruna juga mencatat hal-hal penting yang di bicarakan dua CEO tersebut.
“Kamu harus melakukan kunjungan ke beberapa market place kita, Shaka. Agar kamu bisa melihat kondisi lapangan,” saran Anres.
“Baiklah. Aku akan mencari waktu yang tepat nanti,”
Mereka berdua melanjutkan membahas hal lainnya, ternyata banyak PR yang harus Arshaka selesaikan. Dia harus tahu untuk memulai dari mana lebih dulu, karena itu hari ini dia dan Anres berdiskusi.
Aruna membaca beberapa berkas yang di siapkan untuk Arshaka, sembari mendengarkan dua pria tersebut berdiskusi tentang market place offline dan online yang berada di bawah Hanapra.
“Kia! Mungkin kamu punya saran?” Anres biasanya melihat Kia mengutarakan beberapa idenya, namun kali ini dia lebih banyak diam mendengarkan dan sesekali mencatat.
Sebenarnya Aruna bukan tidak punya ide atau saran, tapi dia ingat siapa yang di sampingnya tersebut. Jadi dia tidak mau terlalu ikut campur, lagi pula dia hanya sebatas sekretaris.
“Tidak ada pak Anres,” jawabnya kemudian.
Anres tidak memaksa, dia bisa memahami Aruna. Gadis itu masih merasa canggung dengan Arshaka, melihatnya saja Anres sudah tahu.
“Apa semua yang terlibat penggelapan dana sudah di cut off?” Arshaka ingin tahu siapa saja yang masuk daftar hitam.
“Semuanya sudah di rumahkan. Hanya saja untuk meminta mereka mengembalikan itu sulit, karena banyak yang terlibat. Bukan sulit melacak, melainkan waktu mereka mendesak.”
Anres kemudian menceritakan, meskipun Aruna dan Eris sudah memperbaiki laporan keuangan perusahaan. Namun tetap saja tidak bisa melacak satu persatu berapa yang mereka gelapkan.
“Kenapa tidak benahi dulu bagian dalamnya? Memperkuat SDM dan SDA dari dalam,”Aruna membuka suara.
“Bagaimana caranya, Kia?” Arshaka menatap Aruna namun Aruna memalingkan wajahnya kearah Anres.
“Dengan pelatihan, seminar motivasi dan Ice breaking,”
Aruna kemudian menjelaskan, dia dan timnya sering melakukan ice breaking saat dia masih menjadi tim divisi keuangan Pradipta Company.
Mereka melakukan quality time bersama untuk menguatkan chemistry dan juga visi misi, dari ice breaking. Makan bersama, main atau nonton bioskop bersama. Dalam skala besar itu berarti outing atau outbond, kegiatan bertajuk liburan namun sebenarnya berisi utuk menguatkan tim.
“Itu bisa kita pikirkan lagi nanti,” ujar Anres dan Arshaka maupun Aruna mengangguk karena saat ini yang lebi penting adalah kembali membuat Hanapra lebih kuat dan berkembang.
Tidak terasa mereka ternyata sudah berdiskusi lebih dari dua jam, saat ini bahkan sudah menjelang waktunya makan siang.
Anres melihat arlojinya, sebentar lagi Alice pasti datang ke kantor. Namun kali ini tujuan Alice datang ke kantor sepertinya tidak hanya menemui Anres suaminya, melainkan bertemu Arshaka.
“Tidak terasa sudah hampir makan siang,” ucap Anres.
Aruna dan Arshaka sama-sama melihat arloji masing-masing, mereka sepakat menyudahi meeting hari itu.
“Kia ... Kia syalala oh Kia, kamu dimana? Ayo kita makan siang,” dari dalam ruangan sudah terdengar senandung suara cempreng Alice yang memanggil-manggil Aruna dari luar.
Alice masuk ke dalam ruangan Arshaka bersama Eris, mereka melenggang begitu saja menuju Aruna.
“Istri pak Anres memang luar biasa,” Aruna mengacungkan ke dua jempolnya pada Anres sambil terkekeh.
“Dia memang luar bisa, Kia. Luar biasa unik,” jawab Anres.
“Tapi pak Anres bucin juga,” ledek Aruna pada Anres.
Mereka berdua terkekeh, sementara Arshaka hanya dia mendengarkan mereka sambil memandangi wajah Aruna.
Alice langsung memeluk suaminya saat tahu Anres juga ada di sana, Eris memutar bola matanya jengah melihat kebucinan pasangan tersebut. “Ck ... tidak tahu apa di sini ada para jomblo,” ucapnya.
“Cuma kamu Eris yang jomblo,” jawab Alice.
“Siapa bilang? Tapi Kia lebih parah sih, jomblo tidak. Punya suami tapi dia di turunin di jalan,” Eris dan Alice menggoda Aruna.
Sedangkan yang di goda hanya bisa menghela napas, dia sudah biasa dengan dua sahabatnya tersebut. Saat ini justru dia penasaran, apa yang akan dilakukan eris atau Alice jika mereka tahu. Orang yang meninggalkannya di pinggir jalan hari itu adalah Arshaka.
“Terserah sekata-kata kalian. Asal kalian tidak membuatku pusing,” pasrah Aruna.
Tanpa dia sadari pria yang duduk di sampingnya sedang memperhatikan, setiap gerak geriknya di perhatikan Arshaka.
“Oh ya Kia, hampir lupa. Resepsionis tadi menitipkan sesuatu untukmu,” Eris membawa amplop coklat besar di tangannya.
“Apa memangnya?”
Eris menyerahkan amplop besar yang di bawanya pada Aruna. “Di situ tertulis berkas pengajuan pembatalan pernikahan. Kamu sudah mengajukan pembatalan?” ucap Eris.
Duarr
Seperti tersambar petir, Arshaka langsung membatu mendengar ucapan Eris. Dia menatap kearah Aruna, sementara yang di tatap memalingkan wajahnya kearah Eris.
“Sepertinya kak Ael sudah menghubungi pengacaranya,” jawab Aruna sambil menerima amplop coklat tersebut.
“Aku kira kamu mengajukan perceraian, Kia. Ternyata pembatalan,” ucap Eris.
Sementara itu Alice dan suaminya saling pandang, mereka berdua beralih tatap pada Arshaka yang sedang menatap Aruna. Dengan tatapan yang tidak bisa diartikan oleh pasangan suami istri tersebut.
Aruna juga tahu saat ini Arshaka sedang menatapnya, dia tidak mau menatap Arshaka. Karena Aruna tahu saat ini hatinya bimbang, bagaimanapun tidak mudah melupakan Arshaka.
Seharusnya memang Arshaka tidak perlu tahu, tapi mungkin memang sudah jadi jalannya Arshaka tahu tentang rencana awal Aruna yang hendak mengajukan gugatan.
Namun pengacara Ael menyarankan lebih baik mengajukan pembatalan pernikahan, dan ternyata Ael sudah lebih dulu menghubungi pengacaranya yang ada di Indonesia.
Tapi emmang ada baiknya Arshaka cepat tahu, lebih baik jika masalahnya cepat selesai. Entah apa yang akan ada di depan setelah ini. Baik Aruna dan Arshaka memang tidak bisa terus saling menghindari masalah mereka berdua.
“Kia ingin mengajukan pembatalan pernikahannya denganku? Apa yang harus aku lakukan sekarang?” batin Arshaka
“Sayang! Sepertinya aku harus turun tangan,” bisik Alice pada Anres.
Alice yang baru saja akan beranjak ke arah Aruna, tiba-tiba di cekal oleh Anres. “Ada apa sayang?” heran Alice.
Anres hanya memberikan kode, dia menunjuk dengan dagunya dan Alice melihat kearah yang di tunjuk.
Baik Aruna dan Eris sama-sama terkejut saat tiba-tiba Arshaka mendekati mereka, dia mengambil amplop coklat dari tangan Aruna. “Tidak akan pernah ada pengajuan perceraian maupun pembatalan pernikahan. Baik itu darimu ataupun aku, Kia!” ucap Arshaka dengan tegas dan tatapan mengintimidasi.
Gluk
Aruna menelan salivanya, aura dingin tiba-tiba menyeruak dalam ruangan tersebut. Alice dan Anres masih diam mengamati, sementara Eris bingung sambil mencerna ucapan Arshaka.
“Tu-tunggu. Pak Shaka tadi bilang apa? Apa aku salah dengar?” Eris masih mencerna semuanya.
"Kamu tidak salah dengar Eris. Pria yang menurunkan Kia di jalan itu adalah aku. Aku suami Kia,” ucapnya.
Aruna memejamkan matanya, dia menghela napas panjang. Tidak menyangka Arshaka sendiri yang mengatakan.
“Whats? Jadi dia si brengs*k itu, Kia?” pekik Eris saat tahu sambil menunjuk kearah Arshaka.
“Iya,” lirih Aruna.
Alice melepaskan cekalan tangan Anres, dia mendekat pada kakak sepupunya. “Akhirnya kamu mengaku juga kak. Aku tidak akan mengampunimu karena menyakiti Kia,”