NovelToon NovelToon
MELUKIS SENJA

MELUKIS SENJA

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Cintamanis
Popularitas:15.1M
Nilai: 4.9
Nama Author: Me Nia

Story of Mizyan Abdillah. Sekuel dari EMPAT SEKAWAN LOVE STORY.

Keputusannya menjadi seorang mualaf tidak serta merta hidupnya dalam ketenangan. Godaan dari teman masa lalu, cinta yang mulai tumbuh di hati, namun ternyata tidak mudah untuk menaklukan wanita yang selalu hadir menguasai pikiran. Makin bertambah masalah yang menimpanya kala menyadari jika aset vitalnya tak lagi berfungsi.

Mampukah ia istiqomah menjadi muslim yang taat dengan segala masalah yang menghampirinya?

Bisakah ia mendapatkan hati dari wanita yang didambakannya?

Rahma. Dia belum siap menikah lagi. Namun bujukan sang ibu berpuluh kali membuat keteguhannya mulai goyah.

"Mizyan lelaki yang baik. Seorang mualaf yang bersungguh-sungguh belajar agama. Dia bisa menjadi imam untukmu dan Dika."

Benarkah sudah waktunya ia menerima cinta yang lain, disaat cinta dan kenangan bersama almarhum suaminya masih ia rawat dan pupuk di hatinya.

MELUKIS SENJA

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7. Ayah

Kajian ahad pagi di pesantren At Taubah menjadi pengajian yang dinanti oleh warga sekitar pesantren. Kajian terbuka untuk masyarakat umum itu menjadi berkah sebab ustad Ahmad memperbolehkan warga untuk berjualan di area luar pesantren, yang biasa disebut pasar kojengkang. Menjelang subuh warga sudah berlomba memberi tanda lapak sepanjang trotoar yamg membentang di kiri dan kanan pintu gerbang pesantren. Mereka mengais rejeki dari para jemaah yang setiap bubar pengajian biasanya suka berbelanja.

Di sebuah komplek perumahan, selepas shalat subuh, Rahma tengah bersiap untuk ikut kajian bersama Ayah dan Uma. Semalam ibunya mengingatkannya untuk membuka diri, memperluas pergaulan bersama kelompok pengajian agar hati lebih terhibur dengan mendengarkan tausyiah sekaligus berbaur dengan banyak orang.

"Nda...." Rengekan Dika sambil mengucek-ngucek mata, membuat Rahma yang tengah bercermin menoleh ke atas ranjang.

"Ulu-ulu anak Bunda tumben udah bangun." Rahma duduk di tepi ranjang sehingga sang anak berguling menghampiri dan nemplok di pangkuannya.

Dika menyusupkan wajah di dada sang ibu dengan kedua tangan melingkari punggung.

"Anak bunda pipis di celana nggak?"

Kepala Dika tampak menggeleng.

"Anak pinter." Rahma mengecup puncak kepala sang anak yang sebentar lagi berusia 2 tahun penuh sayang. Ia menyesap wangi harum apel bercampur keringat sambil mengusap-ngusap rambut kriwil anaknya itu.

Ia teringat Malik yang menyandarkan dagu di bahunya untuk memperhatikan aktifitas mengASIhi baby Dika.

"Dika mirip aku waktu kecil. Kriwil-kriwil gini."

"Masa sih. Rambut Abang lurus gini." Ia menolehkan wajah sehingga pipinya beradu dengan bibir Malik. Berhasil menimbulkan desiran halus dan rona merah di pipi sebab Malik malah mengecupinya.

"Ya kan pendek. Kalau digondrongin kriwilnya bakal keliatan."

"Bunda pengen aku berpenampilan gondrong, hmm." Bibir Malik bergerak menyusuri leher sampai daun telinga yang membuatnya menggelinjang serta merasakan sensasi yamg membuai.

"Jangan ah! Ayah udah ganteng seperti ini."

Srrr. Ia merasakan merinding bulu roma begitu bibir Malik bermain sangat lama di belakang telinganya. Suaminya sudah tahu titik kelemahannya sehingga berhasil meloloskan ******* dari bibirnya.

Rahma makin menenggelamkan kecupan di rambut Dika, dengan mata terpejam sambil mengeratkan dekapan.

"Allahummagfirlahu...." Hatinya melafalkan doa untuk almarhum dengan mata berkaca-kaca.

Aku rindu, Bang....sangat rindu.

.

.

.

Sepanjang jalan menuju pesantren, Dika yang mengenakan setelan koko warna putih tampak riang dan berceloteh dengan neneknya. Rahma yang duduk di depan bersama Ayah yang menyetir, sesekali menoleh ke belakang mengingatkan si kecil untuk duduk. Sebab beberapa kali terlihat berdiri di jok menghadap ke belakang melihat lalu lalang kendaraan.

"Kita duduk di mana, Uma?" Rahma yang baru pertama kali mengikuti kajian di pesantren itu tampak kagum melihat arsitektur masjid yang megah dan modern.

Uma mengajaknya naik ke lantai 2 dan mencari tempat duduk paling depan, agar mimbar tempat penceramah bisa terlihat dengan jelas.

"Masjid ini baru setahun di renovasi." Uma seperti bisa membaca raut kekaguman yang terpancar dari wajah Rahma yang tengah menyapukan pandangan ke seluruh penjuru.

"Arsiteknya seorang mualaf. Masih muda dan ganteng."

"Bukan hanya nyumbang gambar, tapi jadi donatur terbesar."

"Ish, Uma kok tau detail gitu dari mana?" Rahma mengerutkan keningnya. "Jangan-jangan gibahan emak-emak ya?"

Uma mencubit lengannya sampai Rahma mengaduh. "Uma kan suka ngaji ke sini. Dulu pas renovasi, di luar ada papan pengumuman daftar nama penyumbang."

"Kalau kebetulan, orangnya suka ikut kajian ahad kok. Namanya Mi...."

"Bentar, Uma." Rahma menempelkan telunjuk di bibir sebab ponselnya berdering. Seorang konsumen meneleponnya untuk memesan bika ambon 10 box yang akan diambil hari esok.

"Alhamdulillah, pulang dari sini belanja bahan dulu ya, Uma. Ada yang pesan bika." Rahma tersenyum lebar sebab pulang dari sini ia akan disibukkan dengan membuat kue pesanan. Meski tiap hari minggu toko tutup, ia bisa kerjakan di rumah. Kesibukkan membuatnya lupa sesaat akan kenangan manis bersama almarhum Malik. Lupa sesaat akan luapan rindu yang memenuhi dada.

Di lantai dasar, jemaah laki-laki mulai berdatangan memenuhi ruang yang luas dengan gelaran karpet empuk. Dika tampak berlari ke sana ke mari bersama dua anak kecil lainnya yang lebih tua darinya. Sementara sang kakek tengah melaksanakan shalat tahiyatul masjid.

Langkah bocah menggemaskan itu terhenti dan mendongak menatap pria dewasa yang tengah berjalan ke arah depan.

****

Bruk.

Mizyan yang bersiap melakukan shalat sunnah tahiyatul masjid, terkaget sebab seorang anak laki-laki menubruk dan memeluk kakinya.

"Ayah."

Ia mengernyit mendengar panggilan anak itu. Matanya beradu dengan bocah yang kini mendongak menatapnya. Mata yang bulat dan jernih dengan hidung mancung, membuat Mizyan teringat akan anak yang bersembumyi di belakang ibunya dan menatapnya malu-malu.

"Ayah."

Mizyan terenyuh mendengar panggilan anak itu.

Benar. Tak salah. Ini anak di toko kue itu.

"Hei, boy. Ke sini sama siapa?" Mizyan berjongkok untuk mensejajarkan tingginya. Ia tersenyum geli. Sebab pakaian yang dikenakannya sama-sama serba putih. Mungkin orang akan menyangka jika keduanya adalah ayah dan anak.

"Dika." Dengan tergopoh-gopoh Ayah Badru mendekati keduanya.

"Duh, maaf kalau cucu saya udah gangguin." Ayah Badru menatap Mizyan penuh perasaan bersalah sebab merasa lalai menjaga cucunya.

"Oh nggak, pak. Cucu bapak baik kok. Saya lagi ngajak bicara."

"Namanya Dika, ya?!" Mizyan tampak ingin meyakinkan apa yang didengarnya barusan.

Ayah Badru mengangguk. "Nama lengkapnya Mahardika Al Malik. Di rumah biasa dipanggil Dika."

Mizyan mengangguk-angguk dengan otak yang telah mencerna.

Nama belakangnya berarti nama ayahnya.

Dika, bocah berambut kriwil itu tidak mau berpindah duduk dari pangkuan Mizyan selama tausyiah berlangsung. Meski Ayah Badru yang duduk di sampingnya berkali-kali membujuk sebab tidak enak jika cucunya merepotkan orang lain.

"Biarin aja, pak. Dika anteng kok." Mizyan berkata pelan menunjuk Dika yang duduk manis di pangkuannya. Meski sebenarnya kakinya merasa kebas sebab tubuh Dika yang mon tok. Namun ia bisa akali dengan menggerakkan kaki sedikit dan perlahan. Ia merasa tidak tega mengganggu kenyamanan bocah itu.

Mizyan memilih keluar paling akhir begitu tausyiah yang berlangsung 1 jam lamanya selesai. Ia melambaikan tangan kepada Dika yang dituntun keluar oleh kakeknya. Pandangannya masih mengawasi Dika yang sesekali menolehkan wajah ke belakang menatapnya. Ia pun tersenyum sambil melambaikan tangan lagi yang lalu dibalas lambaian tangan mungil bocah menggemaskan itu.

"A Iyan, hayu kaluar." Dado menghampirinya yang tengah bersandar di tihang, melindungi tubuhnya dari tatapan centil sekelompok emak-emak di lantai 2.

"Nanti, Do. Nunggu emak-emak pulang." Ia biasanya keluar lebih dulu dari pintu samping begitu kajian usai untuk menghindari serangan sekelompok emak-emak yang ingin berfoto bersama. Namun karena tadi Dika ketiduran di pangkuannya, ia terpaksa berdiam dulu menunggu kakeknya anak itu selesai bersalaman dengan ustad Ahmad dan jamaah terdekat.

"Liat ke atas, Do. Udah pada bubar belum?"

Dado beringsut bangkit dari duduknya. namun lengannya ditahan oleh Mizyan.

"Mau ke mana?"

"Ke atas. Kan Aa nyuruh ke atas."

Mizyan menghembuskan nafas kasar. "Nggak harus naik ke atas. Maksudnya liat dari sini. Mendongak nih," jelasnya mempraktekkan sambil tetap duduk di balik tihang pilar penyangga masjid.

"Oohhh, bilang atuh dari tadi...." Dado menjawab tanpa rasa bersalah. Beda dengan Mizyan yang mengelus dada. Sabar.

"Hmm cuma ada 2 orang lagi yang kelihatan mah."

Good. Mizyan bernafas lega.

Tapi prediksinya meleset. Sekelompok emak-emak centil berbaju seragam ungu telah menyambutnya di ujung tangga dengan wajah-wajah penuh binar ceria.

"Tah geuning si kasep aya....(ini dia si ganteng ada)."

Ia hanya bisa tersenyum meringis, tak bisa lagi menghindar dari serangan emak-emak yang mengajak foto bersama, berdua berkali-kali, bertiga, terakhir bertujuh. Dan selama berfoto, emak-emak itu sangat berisik dan heboh.

"Sabar nya aa ganteng...."

"Kita sangat hepi bisa berfoto sama aa bule. Berkah mengaji hihihi..."

"Enya. Aa kasep meni mirip salakina (mirip suaminya) Titi Kamal. Saha geuning lah ngaranna, poho deui...(siapa namanya, lupa)."

"Ih, tapi leuwih kasepan ieu atuh (Gantengan ini dong." sangkal si emak paling ujung.

"Ember (emang)" Koor emak-emak berenam, sambil berpose gaya bebas di sesi foto terakhir.

Mizyan baru bisa bernafas normal kala emak-emak itu berlalu dalam kehebohan sebab berjalan sambil memandangi hasil jepretan.

Bruk.

Langkahnya menuju paviliun terhenti begitu seorang anak laki-laki menubruk dan memeluk kakinya.

"Ayah, ayo pulang!"

1
Han Lifa
Luar biasa
Yuli Devi
Buruk
Reni Setia
makasih author untuk novelmu yg bagus, aku suka 🥰
Tika Sartika12
Luar biasa
Ria
bacanya udah berkali kali tapi tetp aja nyesek baca part ini/Cry/
Defi Andriani
Lumayan
Defi Andriani
Kecewa
muth yasin
like father like son
𝕯𝖍𝖎𝖓𝖆
ini ku ulang entah untk ke brp x ya, sesuka itu aku sma cerita ini, novel teh Mia, melukis senja, salah satu novel The best, 2024 nov
Ita Mariyanti
hiiii gumush aq ma ki bocil 🥰🥰🤗🤗😘😘
Ita Mariyanti
HIV ki...kuapok....
Ita Mariyanti
😂😂😀😀😀 bkn gumush ki Dika 🥰🥰🤗🤗🤗
Ita Mariyanti
kirain payung hitam kui kesusahan trnyata papih lg mayungi calis....calon istri 😍😍
Ita Mariyanti
kek nya misi jilid 1a e Rangga ki krn yg misi jilid 1 nya "motor trail" 😁😁 smngt Ngga 💪💪💪
Ita Mariyanti
hancur sehancurnya ki nasib indah... mantab Thor karma mu 😁😁😁
Ita Mariyanti
😍😍😍😍😍 jodoh mu kui Rangga....say thank 2 othor jgn lp 😂😂🤗
Ita Mariyanti
jls hamidun iki wong trs2 d gempur smpk gempor kang Mizyan 😍😍😘😘😘
Ita Mariyanti
😁😁😁 sabar Rangga emang gt itu bawaan org folin lov tar psti km ngrasain pas d ksh jodoh othor
Ita Mariyanti
tinggal hilal jodoh Rangga ini Thor
Ita Mariyanti
waduh 💔 ki kang Rangga... strong kang 💪💪💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!