Rina menemukan pesan mesra dari Siti di ponsel Adi, tapi yang lebih mengejutkan: pesan dari bank tentang utang besar yang Adi punya. Dia bertanya pada Adi, dan Adi mengakui bahwa dia meminjam uang untuk bisnis rekan kerjanya yang gagal—dan Siti adalah yang menolong dia bayar sebagian. "Dia hanyut dalam utang dan rasa bersalah pada Siti," pikir Rina.
Kini, masalah bukan cuma perselingkuhan, tapi juga keuangan yang terancam—rumah mereka bahkan berisiko disita jika utang tidak dibayar. Rina merasa lebih tertekan: dia harus bekerja tambahan di les setelah mengajar, sambil mengurus Lila dan menyembunyikan masalah dari keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Zuliyana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Peran Orang Tua
Ayu menangis dan mengakui kesalahannya: "Aku tidak benci kamu, kak. Aku cuma ingin orang tua juga bangga padaku seperti bangga pada kamu." Rina dan Adi terkejut. Mereka tidak menyadari bahwa Ayu merasa terpinggirkan. Mereka memutuskan untuk mendukung hobi Ayu juga—dia suka menari, jadi mereka mendaftarkan dia ke les tari. Beberapa bulan kemudian, Ayu memenangkan lomba menari kota, dan Lila yang sudah memaafkannya datang menyaksikannya, membawa bunga. Mereka memeluk satu sama lain, dan semua persaingan hilang.
Sementara itu, Adi menghadapi krisis pekerjaan—perusahaan tempat dia bekerja mengalami pemecatan, dan dia kehilangan pekerjaan. Dia merasa sedih dan tidak berguna: "Aku tidak bisa memberi nafkah keluarga lagi. Apa yang akan kita lakukan?" Rina menenangkannya: "Kita telah melalui hal-hal lebih buruk. Kita akan bekerja sama."
Rina yang sekarang sudah sukses sebagai penulis menawarkan untuk menjadi sumber pendapatan utama sementara Adi mencari pekerjaan baru.
Dia juga mendorong Adi untuk mengembangkan bisnis sampingan menjual barang online yang dulu dia mulai—kali ini dengan skala lebih besar. Lila, Ayu, dan Arif juga membantu: mereka membuat desain produk dari lukisan dan tari mereka, yang membuat bisnis semakin laris.
Ini menjadi masa yang sulit, tapi juga memperkuat hubungan Rina dan Adi. Mereka saling mendukung, berbagi tugas, dan tidak lagi membiarkan masalah pekerjaan memecahkannya. Adi akhirnya menemukan pekerjaan baru yang lebih baik dan memberi dia waktu lebih banyak untuk keluarga.
Lila sudah berusia 17 tahun dan akan lulus SMA. Dia diterima di universitas seni terkenal di Jakarta—jarak jauh dari rumah. Rina dan Adi senang, tapi juga sedih: mereka tidak ingin Lila pergi jauh. Lila juga ragu: "Aku mau mengejar cita-citaku, tapi aku takut meninggalkan kalian dan Adik Ayu serta Arif."
Rafi juga diterima di universitas yang sama, dan dia mengajak Lila untuk tinggal bersama teman-teman di kos. Rina dan Adi memutuskan untuk mendukungnya.
Mereka berkata: "Kita akan selalu ada untukmu, meskipun kamu jauh. Jendela rumah ini akan selalu terbuka untukmu." Sebelum Lila pergi, dia membuat lukisan besar untuk rumah—gambar keluarga mereka yang bahagia dengan jendela terbuka, melihat matahari terbit. Dia menempelkannya di dinding ruang tamu, sebagai tanda bahwa dia akan selalu ingat keluarga.
Di Jakarta, Lila menghadapi tantangan baru—kuliah yang sulit, kehidupan mandiri, dan tekanan untuk sukses. Tapi dia selalu menghubungi keluarga setiap hari, dan Rina sering mengirimkan makanan dan pesan semangat. Rio yang sekarang sudah menikah dan punya anak juga sering mengunjunginya, memberi saran tentang dunia seni.
Setelah dua tahun di Jakarta, Lila menyelesaikan semester pertamanya dengan nilai bagus. Dia bahkan mendapatkan beasiswa untuk mengikuti lokakarya melukis di luar negeri. Pada hari dia pulang ke rumah untuk liburan, semua keluarga sudah menunggunya: Rina, Adi, Ayu, Arif, Siti yang sekarang sudah lebih tenang dan menerima keluarga, Rio dan istrinya beserta anaknya.
Malam itu, mereka berkumpul di teras, dan Rina lagi-lagi lupa menutup jendela kamar tidur. Lila melihat jendela itu dan berkata: "Ibu, jendela ini selalu terbuka ya? Dari dulu sampai sekarang." Rina memeluknya dan berkata: "Ya, sayang. Jendela ini tidak cuma untuk angin atau cahaya—tapi untuk cinta, harapan, saudara, teman, dan semua yang kita cintai. Dia selalu terbuka, karena keluarga kita selalu terbuka untuk semua hal indah di dunia."
Adi memegang tangan Rina, Ayu dan Arif memeluk kakak mereka, Rio dan keluarganya tersenyum—semua orang merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Di langit malam, bintang-bintang bersinar terang, dan angin segar masuk melalui jendela yang terbuka—membawa harapan untuk masa depan yang lebih cerah bagi semua mereka.
Cerita berakhir dengan jendela yang selalu terbuka, menjadi simbol dari keluarga yang kuat, cinta yang abadi, dan harapan yang tidak pernah padam.