Warning.!!! 21+
Anindirra seorang single parent. Terikat perjanjian dengan seorang pria yang membelinya. Anin harus melayaninya di tempat tidur sebagai imbalan uang yang telah di terimanya.
Dirgantara Damar Wijaya pria beristri. Pemilik perusahaan ternama. Pria kesepian yang membutuhkan wanita sebagai pelampiasannya menyalurkan hasratnya.
Hubungan yang di awali saling membutuhkan akankah berakhir dengan cinta??
Baca terus kisah Anindirra dan Dirgantara yaa 🤗🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon non esee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 26
‘’Kamu cantik An, kamu perempuan lembut. Sungguh bodoh Andre meninggalkan kamu. Biarpun aku tau Andre belum bisa melupakanmu." Adi membatin dalam hatinya.
‘’Degg!!"
Anin teringat kejadian ketika Dirga mengantarkannya pulang sehabis makan malam di salah satu restoran. Sesampai mereka di halaman rumah. Pria itu mengecek ponselnya. Selain mengganti nama kontak yang di simpan oleh Anin dari Pria pengikat menjadi My Love Ia juga mengotak atik ponselnya.
Anin segera memeriksa pengaturan nomor kontak yang terblokir. Ternyata benar saja, ada nomor tanpa nama yang terblokir yang mungkin milik Pria yang berada di sampingnya. Jempolnya segera membuka blokiran nomornya.
Ini pasti ulah mu mas.
"Ah, iya Kak. Maaf, ponsel Anin sempat di mainkan Alea, mungkin tidak sengaja terhapus. Karna selain nomor kontak, banyak aplikasi Anin yang juga hilang."
Anin hanya bisa tersenyum meringis memberi alasan.
"Baiklah Nona Anin... Sekarang simpan nomor Kakak ya." Adi menggoda wanita di sampingnya. pria itu menelfon kembali nomor kontak Anin. Ia tersenyum melihat Anin sekilas dan kembali fokus ke jalan raya.
Setelah melewati kemacetan yang lumayan panjang, di karenakan ada salah satu mobil mogok di bahu jalan. Mereka tiba di halaman rumah sederhana bersamaan suara azan maghrib berkumandang.
"Terimakasih Kak." sembari membuka sabuk pengaman.
"Maaf, tidak mengajak Kakak mampir masuk ke dalam rumah."
"Tidak apa-apa An, mungkin lain waktu Kakak akan memaksamu mengajak Kakak mampir dan menawarkan secangkir kopi." Pria itu tertawa menunjukkan deretan giginya yang putih.
"Mm.. Ya, Kak." Anin nampak gugup di buatnya. Entah kenapa sikap Adi terlihat berbeda dari waktu ia mengenalnya dulu. Anin segera menepis pikirannya.
"Sampaikan salam Kakak kepada Ibumu dan Anakmu. Kapan-kapan Kakak ingin berkenalan dengan Putrimu. Pasti ia cantik seperti Mamanya." Adi tersenyum penuh arti kepada Anin.
"Mm.. iya, Kak." Anin segera membuka pintu dan keluar dari dalam mobil.
Setelah mobil yang di kendarai Adi menjauh. Anin masuk ke dalam rumah dengan di sambut putri kecilnya dan bu Rahma yang baru selesai bicara di telfon.
"Maa... Ea mau ikut Nenek.." Alea bicara dengan nada merayu sambil tangan kanannya menarik ujung kemeja yang di kenakannya dan tangan kirinya yang mendekap bonekanya.
"Alea mau ikut Nenek kemana?"
Di angkatnya tubuh mungil itu seraya memangkunya duduk di sofa ruang tamu. Menciumi pipinya yang sudah mulai terlihat berisi semenjak kepulangannya dari rumah sakit. Dengan di ikuti Bu Rahma duduk di sampingnya.
"Barusan tetangga Budemu yang di kampung memberi kabar An, sudah seminggu ini kondisi kesehatan Budemu menurun."
"Ibu mau pulang?" Anin bertanya.
"Apa Ibu harus pulang An?"
"Pulanglah Bu, kasihan Bude. Dia pasti merindukan Ibu."
"Iya An, Ibu pun merindukannya." Bu Rahma berkata lirih.
"Ibu masih beruntung An, Ibu memiliki kamu dan Alea. Hingga Ibu tidak merasa kesepian. Tapi Budemu? Budemu sudah tidak memiliki siapapun selain Ibu. Begitupun sebaliknya. Hanya seorang pembantu yang di bayar untuk membantu merawatnya. Dan para tetangga yang masih mau memperhatikannya. Bude mu saudara Ibu satu-satunya yang tersisa An." Raut wajah Bu Rahma terlihat sedih.
Anin mengusap punggung telapak tangan Bu Rahma. "Ibu yang sabar ya, Anin akan pesankan tiket pesawat untuk Ibu."
"An, Alea akan Ibu bawa ya! Selain kamu kerja. Ibu gak mau jauh dari Cucu Ibu."
"Iya Bu... Asalkan makanan Alea di sana tetap di kontrol. Tidak boleh makan makanan yang di larang dokter. Besok waktunya Alea kontrol ke Rumah Sakit. Anin sudah ijin tidak masuk kerja. Dan besok Anin akan antarkan Ibu dan Alea ke Bandara."
"Apa tidak naik travel saja An? Harga tiket kan pasti mahal?" Bu Rahma memberikan saran.
"Anin ada Bu... Ibu gak perlu khawatir. Yang penting kenyamanan Ibu dan Alea selama di perjalanan. kalau naik travel akan memakan waktu yang cukup lama dalam perjalanan. Anin takut Alea rewel karna kelelahan."
"Ya sudah, An. Ibu ikut saja apa yang menurutmu baik."
Ia teringat hari dimana Alea menjalani operasi. Ada uang masuk ke dalam rekeningnya sebesar seratus juta yang belum ia gunakan sampai hari ini. Ia mengetahui siapa pengirimnya.
"An, Ibu boleh bertanya sesuatu?"
‘’Ya Bu, Ibu mau tanya apa?"
"Malam di mana kamu ijin keluar. Pulangnya kamu diantar oleh siapa?
Ibu perhatikan dari penampilannya, dia pasti bukan dari kalangan biasa? Jangan bilang dia bukan siapa-siapa mu. Maaf, Ibu melihat kalian dari balik jendela. Ibu lihat dia memelukmu."
Anin tertunduk. Ia bingung harus menjelaskan seperti apa? Tidak mungkin ia bercerita kalau laki-laki itu yang telah memberinya uang untuk biaya operasi dan perawatan Alea. Ia tidak mau menghancurkan hati ibunya. Ia tidak punya pilihan.
"Apa dia kekasih mu?" Bu Rahma bertanya lagi.
Anin masih terdiam dengan pikirannya. Ia sendiri belum bisa memastikan kalau pria itu kekasihnya ataw bukan. Beberapa kali mereka bertemu, belum pernah terucap dari mulut pria itu ungkapan rasa cinta. hanya kata rindu yang selalu ia ungkapkan dan perlakuan manis yang ia dapatkan.
"Pria itu pernah berkata kalau aku miliknya.Tapi aku menganggap karna ia telah *membeli*ku. Aku tidak berani berharap banyak ibu.Tidak di pungkiri aku merasa nyaman saat bersamanya. Dan saat ini aku merasa ada rindu di hatiku untuknya Bu ." Anin hanya mampu bicara dalam hatinya.
****
Bersambung❤️
karna saya sadar diri..
saya ga bisa nulis cerpen..
hee