"Anda memang istriku,tapi ingat....hanya di atas kertas, jadi jaga batasan Anda"
" baik.... begitu pun dengan anda, tolong jangan campuri urusan saya juga, apapun yang saya lakukan asal tidak merusak nama baik keluarga anda, tolong jangan hentikan saya"
bismillahirrahmanirrahim...
hadir lagi... si wanita lemah lembut, baik hatinya , baik adabnya , baik ucapnya....tapi ingat, Hanya untuk orang-orang yang baik padanya, apalagi pada keluarga nya...
Rukayyah... gadis bercadar yang menutupi seluruh tubuhnya dengan kain kebesaran serta berwarna hitam, bahkan hanya kedua matanya saja yang terlihat.... terpaksa harus menerima perjodohan, karena wasiat kakeknya dulu, dan memang di lingkungan pesantren semua saudaranya menikah karena di jodohkan...hanya kakak laki-lakinya yang paling lembut hatinya mencari sendiri jodoh nya, siapa lagi kalau bukan Yusuf dan Zora....
nantikan kisah selanjutnya, semoga sukaaaa...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Marina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tiba di rumah Hilman.
Mobil supercar hitam Hilman melambat dan memasuki sebuah gerbang tinggi yang terbuka secara otomatis. Mobil itu berhenti di halaman depan sebuah rumah yang sangat besar, bahkan mungkin seukuran masjid di Pesantren. Kemewahan arsitekturnya yang modern dan megah adalah pemandangan yang memukau.
Hilman mematikan mesin. Ia menunggu reaksi terkejut atau takjub dari Rukayyah, seperti yang biasa ia lihat dari orang-orang yang baru pertama kali mengunjungi rumahnya.
Namun, lagi-lagi Rukayyah tidak terkejut.
Rukayyah hanya memandang sekilas, menilai rumah itu secara arsitektural dan mengidentifikasi potensi titik keamanannya, bukan karena kemegahannya. Kehidupannya di Kairo dan pengetahuannya tentang dunia elit , telah membuatnya kebal terhadap pesona harta benda.
Hilman Berbicara dengan suara dingin, tanpa menawarkan bantuan "Kita sudah sampai. Kau bisa turun."
Rukayyah Mengangguk singkat "Terima kasih."
Rukayyah membuka pintu mobilnya sendiri, mengambil koper kecilnya dari kursi belakang. Ucapannya terima kasih,terdengar formal dan datar, seolah ia baru saja turun dari taksi, bukan dari mobil suaminya di rumah barunya.
Hilman semakin merasa frustrasi. Ia menyimpulkan bahwa Rukayyah adalah wanita yang dingin dan aneh. Ia tidak tahu bahwa Rukayyah telah melihat jauh lebih banyak kemewahan di dunia virtualnya sebagai seorang hacker, dan bahwa di matanya, harta benda hanyalah data yang tidak memiliki emosi.
Hilman berjalan cepat melewati ruang tamu mewah, diikuti oleh Rukayyah yang membawa koper kecilnya dengan langkah tenang. Hilman tidak membawa Rukayyah ke kamar utama, melainkan ke kamar lain di lantai dua.
Hilman Berdiri di depan sebuah pintu "Kau bisa menempati kamar ini."
Ia membuka pintu kamar yang cukup luas, namun jelas merupakan kamar tamu. Hilman tidak ingin berbagi kamar dengan Rukayyah, terutama karena ia ingin bebas melanjutkan hubungannya dengan Rubby tanpa gangguan.
" Papa akan segera berangkat ke luar negeri nanti malam. Setelah itu, aku akan punya kebebasan penuh. Tidak mungkin aku tidur sekamar dengannya." gumamnya dalam hati, melihat Rukayyah yang masih berdiri di depan pintu.
Hilman Menatap Rukayyah dengan pandangan tajam "Ingat, ini rumahku. Ingat jaga batasanmu. Jangan pernah coba-coba masuk ke area pribadiku."
Rukayyah Mengangguk tanpa ekspresi "Iya, terima kasih."
Rukayyah segera melangkah masuk ke kamar tamu. Ia hanya membawa satu koper kecil yang berisi kebutuhan pribadinya. Ia memang membawa koper yang lebih besar, tetapi koper itu masih berada di dalam mobil mertuanya , yang belum sampai.
Rukaayyah langsung melempar tubuhnya pada kasur empuk " lumayan lah, dia masih memikirkan kenyamanku, sehingga aku di tempat kan di kamar tamu" ucapnya pelan,lalu mengambil ponselnya.
Di Pesantren, Zora yang masih berurai air mata karena perpisahan baru saja ditenangkan oleh Ustadz Yusuf. Tiba-tiba, ponselnya berdering.
Zora Mengangkat telepon dengan cepat "Rukayyah? Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam, Kak. Aku sudah sampai dengan selamat." jawab Rukayyah tersenyum.
Suara Rukayyah terdengar tenang, seolah ia baru saja pulang dari warung, bukan baru saja menempuh perjalanan jauh dan menghadapi situasi yang rumit.
"Aku baru saja menelepon Abah dan Ibu. Mereka terkejut karena kami terlalu cepat sampai. Wajar, Hilman membawa mobilnya seperti jet tempur." ucapnya terkekeh.
"Oh ya, Kak. Rumahnya memang besar sekali. Tapi, anehnya, rumah Hilman ini tidak sejauh rumah Kakak yang di sini . Aku yakin rute yang dia ambil sangat efisien."
Zora menghela napas lega sekaligus khawatir. Ia tahu kecepatan Hilman tadi adalah bagian dari upayanya untuk mengintimidasi Rukayyah, yang ternyata gagal.
Zora berkata Sambil mengelus perutnya "Alhamdulillah, kamu selamat. Rumahnya besar, ya? Ingat, jangan pernah terkejut dengan kemewahan mereka. Itu semua hanyalah tipuan dunia."
Rukayyah kemudian menceritakan detail kamar tamu yang ditawarkan Hilman dan perjanjian dingin mereka.
"Dia memberiku kamar tamu, Kak. Jauh dari kamar utama. Dia juga menetapkan batasan yang ketat, dan aku menyetujuinya."
"Bagus! Itu sempurna, Rukayyah. Itu memberimu privasi penuh. Gunakan kebebasan itu untukmu, bukan untuk melayani mereka. Ingat, kamu ke sana bukan sebagai pelayan, tapi sebagai istri yang menunaikan wasiat." kata Zora mengingatkan.
Rukayyah: "Tentu, Kak. Sekarang, fokus utamaku adalah mengeluarkan koper besarku dari mobil Tuan Faisal. Aku yakin Ibu Tirinya sudah mulai membuat skenario jahat di dalam sana." ucapnya terkekeh, membuat Zora merasa lega.
Setelah berbicara singkat dengan Zora, Rukayyah meletakkan ponsel canggihnya dan segera memutuskan untuk membersihkan diri. Rasa lelah setelah perjalanan jauh dengan kecepatan tinggi yang dilakukan Hilman memang membuat badannya lumayan pegal.
Rukayyah segera masuk ke kamar mandi. Kamar mandi di kamar tamu itu luas dan mewah, tetapi Rukayyah tidak peduli pada marmernya, melainkan fokus pada menyegarkan diri.
Ia mandi dengan cepat, membersihkan dirinya dari debu perjalanan. Tindakan sederhana ini adalah cara Rukayyah untuk melepaskan ketegangan fisik dan mental, mempersiapkan dirinya untuk menghadapi drama keluarga yang akan datang.
Setelah mandi, Rukayyah segera mengambil air wudhu. Ia tidak menyia-nyiakan waktu. Prioritas utamanya, di tengah rumah mewah yang asing ini, adalah Sholat Ashar.
Ia menggelar sajadah kecilnya. Di antara kemewahan dan kesunyian kamar tamu yang dingin, Rukayyah berdiri tegak, membiarkan dirinya tenggelam dalam ibadah. Bagi Rukayyah, shalat adalah benteng pertahanan dan sumber kekuatannya. Di sinilah ia mendapatkan ketenangan sejati, jauh dari intrik duniawi dan rencana licik ibu tiri serta adik iparnya.
Setelah selesai beribadah, Rukayyah melipat sajadahnya. Ia memutuskan untuk turun ke bawah menuju ruang utama. Ia perlu tahu situasi rumah dan menunggu kedatangan mertuanya agar tidak terlihat seperti bersembunyi.
Rukayyah menuruni tangga utama dengan langkah tenang. Dalam pakaiannya yang serba hitam dan tertutup rapat, ia terlihat sangat kontras dengan perabotan mewah dan minim warna di rumah Hilman.
Begitu ia mencapai lantai dasar, ia segera mendapatkan tatapan sinis dari beberapa pelayan rumah tangga yang sedang sibuk merapikan dekorasi dan menyiapkan minuman. Para pelayan itu adalah orang-orang yang hanya patuh pada uang dan kekuasaan, dan mereka sudah terbiasa dengan lingkungan yang serba terbuka.
Rukayyah yang memiliki pendengaran tajam, dapat menangkap bisikan-bisikan mereka saat ia melewati dapur menuju ruang tamu.
Pelayan 1 ,Berbisik, melirik Rukayyah dari ujung kepala hingga kaki "Apakah dia pelayan baru yang Nyonya Selena katakan? Yang akan mengurus keperluan pribadi Nyonya Patricia?"
Kata Pelayan 2, "Sepertinya begitu. Tapi kenapa dia tidak pakai seragam? Dan, kenapa dia turun dari lantai atas? Bukankah semua pekerja tinggal di paviliun di belakang?"
Timpal Pelayan 3 "Mungkin dia disuruh tinggal di kamar atas untuk sementara, agar bisa melayani lebih cepat. Wajahnya tidak terlihat, tapi penampilannya terlalu sederhana untuk menjadi tamu Nyonya Selena."
Para pelayan itu menyimpulkan bahwa Rukayyah adalah pekerja baru yang direkrut oleh Selena, mungkin untuk dijadikan babu pribadi. Kesalahpahaman ini tidak lain adalah buah dari prasangka mereka terhadap penampilan Rukayyah dan statusnya sebagai menantu dari Pesantren. Apalagi pernikahan yang di sembunyikan.