Arunika Nrityabhumi adalah gadis cantik berusia dua puluh tujuh tahun. Ia berprofesi sebagai dokter di salah satu rumah sakit besar yang ada di kotanya.
Gadis cantik itu sedang di paksa menikah oleh papanya melalu perjodohan yang di buat oleh sang papa. Akhirnya, ia pun memilih untuk melakukan tugas pengabdian di sebuah desa terpencil untuk menghindari perjodohan itu.
Abimanyu Rakasiwi adalah seorang pria tampan berusia dua puluh delapan tahun yang digadang - gadang menjadi penerus kepala desa yang masih menganut sistem trah atau keturunan. Ia sendiri adalah pria yang cerdas, santun dan ramah. Abi, sempat bekerja di kota sebelum diminta pulang oleh keluarganya guna meneruskan jabatan bapaknya sebagai Kepala Desa.
Bagaimana interaksi antara Abi dan Runi?
Akankah keduanya menjalin hubungan spesial?
Bisakah Runi menghindari perjodohan dan mampukah Abi mengemban tugas turun temurun yang di wariskan padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. keseleo
"Runi..."
"Iya, Pak.."
"Jangan matikan panggilannya, sebentar lagi saya sampai." Pinta Abi yang khawatir.
"Pulsa saya nanti habis, Pak." jawab Runi dengan suara bergetar karena tangisan.
"Duh ya Allah, bisa - bisanya. Nanti saya yang belikan pulsa kamu." Gemas Abi yang malah tersenyum di tengah kepanikannya karena kata - kata Runi.
"Pak, jangan kebut - kebut. Nanti kalau bapak kenapa - napa, saya di marahin pak Kades dan bu Kades." Ujar Runi yang langsung membuat Abi tergelak.
"Bapak kok malah ketawa? Padahal saya ketakutan di sini." Protes Runi yang kembali terisak.
"Ya gara - gara kamu, bikin saya jadi ketawa!. Bisa - bisanya masih mikirin pulsa, mikirin bapak dan ibu juga. Padahal dari tadi saya khawatir, di otak saya cuma mikirin gimana keadaan kamu." Jawab Abi.
"Bapak khawatirin saya?." Tanya Runi.
"Astaga, anak ini. Bener - bener, ya." Gerutu Abi yang merasa gemas.
"Ya gimana, pak. Ketakutan saya jadi campur aduk. Nanti jangan marahin saya, ya pak. Maaf, jadi ngerepotin pak Abi." pinta Runi seperti anak kecil.
"Iya. Sudah, saya sudah mau belok." ujar Abi.
Seketika Runi langsung berdiri saat melihat mobil milik Abi masuk ke halaman supermarket. Abi langsung turun dari mobil dan berlari menghampiri Runi yang sedang di temani oleh satpam.
"Pak Abi.." Lirih Runi yang kembali menangis.
Karena perasaan takut dan sedikit trauma, tanpa sadar Runi langsung menghambur dalam pelukan pria yang baru menghampirinya. Ia menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Abi. Hal itu tentu saja membuat Abi kaget, namun ia sedikit lega karena gadis yang sedang memeluknya ini tak terluka parah.
"Sudah, sudah, jangan menangis. Maaf ya, saya terlalu lama." Abi merasa bersalah, namun gadis yang masih memeluknya itu terbuai dalam isak tangisnya.
"Ada yang sakit, atau terluka?" Tanya Abi, tangannya sedikit ragu kala hendak mengusap bahu Runi untuk menenangkan.
"Pak Abi, Maaf, saya gak sengaja peluk bapak. Maaf juga karena gak dengerin pesen pak Abi." Ujar Runi saat tersadar sudah lancang memeluk Abi tanpa izin. Ia segera mundur beberapa langkah.
"Gak apa. Jangan takut, saya di sini. Ada yang sakit? Atau terluka?" Tanya Abi yang merunduk untuk mensejajarkan tubuhnya dengan gadis mungil di depannya.
"Kaki saya sepertinya keseleo." Jawab Runi.
"Nanti kita ke tukang urut saja, ya. Atau mau ke rumah sakit?" Tawar Abi.
"Enggak, pak. Saya mau pulang." jawab Runi.
"Apa saja yang hilang? Kamu mau kemana? Kok bisa di jambret?" Tanya Abi.
"hanya uang cash, kartu debit dan kartu kredit. Saya mau beli Es di sebrang itu, pak. Waktu mau bayar, tiba - tiba saja di jambret." Jawab Runi.
"Kartu identitas dan dokumen penting lain?" Tanya Abi.
"Ada di dalam mobil bapak, di tas saya. Tadi kan saya cuma bawa dompet dan hape aja." jawab Runi.
"Pak, saya sudah pesan Es, tapi belum bayar." Imbuh Runi.
Abi tersenyum kala melihat mata bulat dan besar Runi memandangnya penuh arti.
"Yasudah, tunggu di mobil aja, ya. Nanti saya yang ambil pesanan kamu." kata Abi yang di jawab anggukan oleh Runi.
Abi membantu Runi masuk ke dalam mobil, setelah itu dia kembali untuk mengambil belanjaan milik Runi, tak lupa mengucapkan terima kasih pada satpam yang membatu Runi.
"Tunggu ya, saya ambil es pesanan kamu dulu." Kata Abi sebelum kembali meninggalkan Runi di dalam mobil.
Tak lama, Abi sudah kembali dengan membawa es yang di pesan Runi. Ia duduk di belakang kemudi, lalu memberikan es yang ia bawa pada Runi.
"Nanti saya ganti uangnya ya, pak." kata Runi.
"Kalau lima puluh kali lipat gantinya, saya mau." jawab Abi.
"Pak Abi emang sematre ini?" gurau Runi yang sebenarnya mengerti maksud Abi.
"Hidup harus realistis, Run." jawab Abi.
"Padahal saya beli buat bapak juga loh." imbuh Runi sembari memberikan cup es yang sudah ia pasang sedotan pada Abi.
"Iya, terima kasih." Jawab Abi sembari meraih cup es.
"Mau sekalian mengurus pemblokiran kartu debit dan kartu kredit di bank?" Tanya Abi.
"Enggak usah, pak. Saya gak bawa buku rekening. Buku rekeningnya ada di rumah saya." jawab Runi.
"Tolong antar saya ke ATM aja ya, pak. Saya mau tarik tunai lewat M-banking saja." pinta Runi yang di jawab anggukan oleh Abi.
***
"Ya Allah gusti, kok bisa gini to, nang? Kamu tinggal kemana genduknya?" omel bu Lastri -bu Kades- pada Abi saat melihat kaki Runi yang terkilir membengkak.
" Ngapunten, bu. Kulo numbasne penjaluke ibu, to. Karep kulo ben enggal mantun wau niku. (Aku membelikan pesanan ibu, to. Maksudku biar cepat selesai.)" jawab Abi.
"Sisuk neh, ojo di tinggal ngono, nang. Melas genduk e to yo. Agi sedino wes koyo ngene. (besok lagi, jangan di tinggal gitu, nak. Kasihan genduknya to. Baru sehari sudah seperti ini.)" pesan pak Karto -pak Kades-.
"Bukan salah pak Abi, kok pak, bu. Jangan di marahi pak Abinya. Saya aja yang gak denger pesan pak Abi buat nunggu beliau di supermarket." jawab Runi yang tidak enak pada Abi karena menjadi sasaran omelan dari kedua orang tuanya.
"Abi itu kan laki - laki dan laki - laki itu pasti akan menjadi pemimpin. harusnya dia bertanggung jawab sama keselamatan kamu, karna dia yang bawa kamu pergi, nduk." jelas bu Lastri yang selalu menanamkan rasa tanggung jawab pada anak - anaknya.
Mendengar itu, Runi hanya bisa menunduk pasrah. Sesampainya di rumah tadi, Abi langsung membopong Runi menuju ke ruang tengah rumahnya karena kaki Runi yang bengkak, membuatnya tak bisa berjalan.
"Ini gimana kok bisa bengkak semua kakinya?" tanya pak Karto.
"Tadi saya coba pertahanin dompetnya, pak. Tapi malah keseret dan jatuh." jawab Runi.
"Yowes gek ndang adus, nang. Gek di terne urut genduke. (Yasudah, cepat mandi, nak. Lalu di antar urut genduknya.)" titah pak Karto.
"njih, pak." jawab Abi yang kemudian berlalu pergi ke rumahnya.
"Genduk ganti baju saja, nanti mandi setelah di antar urut Mas Abi. Itu kakinya bengkak kanan kiri, pasti susah buat jalan." ujar bu Lastri.
Tak lama, Abi sudah kembali lagi ke rumah yang di tempati Runi. Di sana masih ada pak Karto, bu Lastri, di tambah Agil dan Ica yang baru datang.
"Sakit ya, mbak. Mas Abi sih, mbak Runi kok di tinggal - tinggal." ujar Agil mengompori.
"Mas Agil, Ojo golek perkoro. Di Untal Mas Abi kapok! (Mas Agil, jangan cari masalah. Di makan Mas Abi kapok!)" Ica memperingatkan.
"Mas Abi nek salah ora wani macem - macem kok. (Mas Abi kalau salah, gak berani macam - macam kok.)" jawab Agil PeDe.
"Jare sopo? kene kowe, tak tendang bokongmu! (kata siapa? Sini kamu, tak tendang pantatmu!)" jawab Abi.
"Hee.. Uwes to! Kok malah do geger. Iku gek di terne genduk e, ben ora kewengen. (Hee, sudah to! Kok malah pada ribut. itu cepat di antar genduknya biar tidak kemalaman.)" titah pak Karto.
"Njih, pak." jawab Abi.
Ia segera membopong tubuh Runi menuju ke atas motor honda ADV miliknya. Setelah memastikan Runi nyaman duduk di jok belakang, barulah Abi naik ke atas motornya.
"Ngasta Mase, nduk. (Pegangan Masnya, nduk.)" Pinta bu Lastri.
"Pak, ibu bilang apa?" Tanya Runi lirih.
"Kamu di suruh ibu pegangan saya." jawab Abi.
"Iya, bu." jawab Runi yang kemudian memegang pinggang Abi.
"Kami berangkat dulu, Assalamualaikum." pamit Abi sembari melajukan motornya.
"Waalaikumsalam." jawab keempat orang yang masih berada di teras rumah yang di tempati Runi.
"Pegangan yang kenceng mbak Runi. Mas Abinya di peluk dari belakang juga gak apa!" seru Agil yang menggoda Runi dan Abi.
"Aaaaa aduh buuu. Ampun buuu sakit!!! Pak tolong pak!" seru Agil kemudian.
"Ben kapok! Bocah kok senenge njaraki mamase! (Biar kapok. Anak kok senang menggoda kakaknya!)" Ujar pak Karto sembari berlalu menuju ke rumahnya.
"Lhaa ! Kapokmu kapan jal? Mengko nak mamasmu wes ngamuk, baru kowe girap - girap. (Lha! kapan kamu kapok coba? Nanti kalau mamasmu sudah ngamuk, baru kamu ketakutan.)" timpal bu Lastri.
"Hahaha kapok kamu, Mas. Terus yang kuat bude jewernya! Mas Agil memang tukang ngece kok!" Ica tampak bersemangat mengompori bude nya.