Setelah bangun dari kematian, dan menyaksikan keluarganya di bunuh satu persatu untuk yang terakhir kalinya, kini Naninna hidup kembali dan bereankarnasi menjadi dirinya lagi. Memperhatikan dirinya sendiri di depan cermin. memastikan bahwa apa yang telah di alaminya saat ini hanyalah ilusi, namun ia merasakan sakit saat jari lentiknya mencubit pelan wajah mulusnya. Seketika ia tersadar bahwa hal ini bukanlah ilusi, melainkan kenyataan yang harus ia terima. Tidak mengerti mengapa Tuhan masih baik dan mau memberinya satu kesempatan, Ninna menyadari bahwa ia tidak akan menyia-nyiakannya lagi.
Sembari memantapkan diri dan tekad, Naninna berusaha untuk bangkit kembali dan memulainya dari awal. Dimana musuh bebuyutannya terus saja berulah hingga membuat seluruh keluarganya terbunuh di masa lalu.
Naninna... tidak akan pernah melupakannya.
Kekejaman yang telah mereka lakukan pada keluarga dan orang-orang terdekatnya, ia akan membalasnya satu-persatu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DeeSecret, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Arti Dari Sebuah Kepercayaan
Sekarang sudah ada 4 kandidat calon pelayan.
Masing-masing dua seorang wanita dan pria. Karena Naninna salah satu putri keluarga yang terpandang, apalagi begitu banyak musuh yang selalu mengganggu keluarganya, butuh beberapa pelayan yang harus bisa ia andalkan. Bukan hanya di bidang tentang memenuhi kebutuhan keseharian ataupun mengorek beberapa informasi bagaimana musuhnya bertindak, tapi juga harus bisa melakukan di berbagai bidang manapun.
Misalnya.... menguasai bela diri.
Kepala Perusahaan telah merekomendasikan 4 kandidat yang memenuhi kriteria wanita yang sangat di hormati oleh Bosnya. Lavina adalah Kepala Perusahaan tersebut. Berusia 45 tahun dengan gaya rambut bob andalannya. Wanita itu tersenyum ramah namun tidak berani menatap pemilik retina emas di depannya. Terlalu berani jika sampai dia menyadari tindakannya tersebut.
Raken menganggukkan kepalanya, setuju dengan pendapat Lavina. Karena dia yang selama ini sangat ia percayai, di tambah 10 tahun wanita itu bekerja di Perusahaan milik keluarganya, Raken membenarkan perkataan Lavina.
Lavina tersenyum puas penuh bangga.
Namun, kerutan di kening sahabatnya, membuat Raken sedikit bingung. Lavina juga di landa kekhawatiran.
"Ada apa, Ninna? Apa kau tidak menyukai pilihan Lavina? Jika kau tidak menyukainya, kau bisa memilihnya sendiri sesuai keinginanmu. Aku tidak akan melarangnya."
Namun Naninna hanya menggeleng pelan.
Seolah membantah semua perkataan sahabatnya. Wanita berpakaian jas itu sedikit bernafas lega. Tapi tidak ada yang menyadari jika 4 kandidat itu kini tengah bertarung satu sama lain agar bisa terpilih oleh seseorang yang sangat berpengaruh dalam kalangan keluarga bangsawan. Naninna berdiri setelah sekian lama duduk di atas sofa putih nan empuk itu.
Jemarinya menyentuh dagu, berfikir keras.
Tatapan nyalangnya kian menajam dengan retina emas bak kucing berwarna hitam. Salah satu pelayan wanita tersebut seketika di buat terpesona akan kecantikkan Nona di depannya. Entahlah... padahal belum tentu dirinya akan di pilih, tapi sudah berani memikirkan bahwa ia akan memanggil wanita itu dengan sebutan Nona jika benar ia terpilih. Namun hal itu masih khayalannya saja, karena dirinya juga masih baru setengah tahun menjadi trainee di Perusahaan tempat ia bekerja. Sedangkan kandidat lainnya yang saat ini berdiri di samping kanan dan kirinya, adalah trainee yang telah lama sejak 2 tahun yang lalu.
Calon kandidat itu merasa kecil.
Rasa percaya dirinya kian menipis tatkala melihat salah satu kandidat lainnya yang tampak mulus tanpa cela.
"Kau... siapa namamu?"
Dirinya tidak tahu siapa yang sedang di ajak bicara oleh wanita di depannya ini. Karena dirinya terlalu sibuk dengan dunianya sendiri, sehingga lupa diri dan tidak fokus saat Naninna menatap lurus ke arahnya. Tidak ada respon dari calon kandidat tersebut, lantas Lavina berdehem keras lalu melotot ke arahnya.
"Nona sedang bertanya padamu." Lavina melotot geram. " Bersikap tidak sopan bahkan sebelum di pilih untuk menjadi pelayan, adalah bentuk rasa tidak manusiawi bagi keluarga terpandang seperti Giovanno."
Menyadari jika Naninna memang bertanya padanya, lantas membuatnya langsung bersujud dengan wajah panik.
Habislah aku....
Ia merutuk dalam hati. Jika dirinya di tolak secara mentah-mentah, makan akan susah baginya untuk mendapatkan kesempatan emas itu.
"Bangunlah," Naninna berujar pelan namun tegas. Matanya menelisik penuh teliti terhadap dirinya. "Kau tidak perlu bersujud di depanku."
"Y-ya, ma-maaf Nona! Saya minta maaf! Saya tidak bermaksud bersikap lancang pada Nona. Saya benar-benar minta maaf."
Naninna mengangguk. "Aku bertanya sekali lagi, siapa namamu? Dan darimana kau berasal?"
"Nama saya, Yumiella Nona, saya berasal dari Eropa, tapi sekarang saya telah menetap di Amerika."
Sekali lagi Naninna mengangguk. Ia masih bersikap biasa-biasa saja. Tapi pada pertanyaan selanjutnya berhasil membuat tubuhnya menegang.
"Tapi wajahmu seperti bukan dari warga asli Eropa, kau... seorang blasteran?"
Naninna bertanya hati-hati. Takut jika dirinya membuat wanita muda itu tersinggung dengan ucapannya. Namun bukanlah wajah tersinggung yang ia lihat, sebuah senyuman tipis penuh ketulusan terukir di bibir tipisnya.
"Ibu saya asli dari warga Jepang, sedangkan Ayah saya Eropa, tidak bisa di pungkiri jika saya memiliki wajah khas warga Jepang."
Naninna menelisik sekali lagi ke arah dirinya. Yumiella sudah mempersiapkan diri jika ia benar-benar di tolak saat ini juga. Karena dirinya juga membutuhkan pekerjaan ini, dan kebutuhan perekonomian keluarganya yang sangat sulit ia dapatkan, membuatnya terpaksa banting tulang dan bekerja sebagai pelayan untuk keluarga kaya.
"Menurutmu... apa yang di sebut dengan kepercayaan itu?"
Pertanyaan macam apa ini?
Lavina di buat bingung. Raken yang mengetahui bagaimana dan alasan mengapa sahabatnya menanyakan dengan sebuah pertanyaan menjebak itu, hanya bisa tersenyum tipis tanpa mengalihkan pandangannya dari Naninna. Sedangkan Yumiella yang di berikan pertanyaan tersebut sedikit di buat bungkam.
Namun dirinya langsung mengetahui arti dari pertanyaan tersebut.
Ini adalah pertanyaan jebakan namun terkesan seperti meminta solusi atau pendapat tentang pertanyaan tersebut.
Yumiella dan Naninna saling beradu pandang. Keduanya seolah tenggelam bersama-sama di kedalaman lautan tanpa adanya penerangan dan seseorang pun disana. Hingga Yumiella membuat lengkungan tipis di bibirnya yang berakhir dimana Naninna merasa takjub akan jawaban Yumiella tersebut.
"Jika kalimat itu yang menjadi sebuah pertanyaan Nona terhadap diriku, maka aku akan menjawab sesuai dengan kehidupan yang telah diriku lalui selama ini."
Naninna menunggu. Seolah siap dengan apa yang di katakan oleh wanita di depannya ini.
"Karena saya berasal dari keluarga yang di katakanlah, kurang mampu, perekonomian saya juga sulit. Bukannya ingin curhat ataupun menceritakan bagaiman kehidupan saya dimasa lalu, tapi karena saya mampu melihat seseorang dimana mereka bisa memegang kepercayaan tersebut tanpa harus menyakiti kita. Dalam hidup saya, kekasih bukanlah sesuatu yang harus di prioritaskan. Karena keluarga kami berasal dari kalangan rendah, tidak pantas bagi saya untuk memikirkan mencari pasangan dalam hidup saya."
"Dengan adanya keluarga di dekat saya, hal itu membuat saya bersyukur karena Tuhan masih bersikap baik bahkan di saat saya kekurangan. Maka dari itu, semuanya akan menjadi hal yang utama bagi saya kecuali satu... yaitu hubungan asmara. Jika Nona bertanya apa arti dari kepercayaan itu, saya akan mengatakan bahwa Keluargalah jawabannya. Bukan karena mereka lah yang saya punya, tapi karena rasa peduli mereka dan juga penerimaan mereka terhadap upaya saya mencari nafkah, maka dari itu saya selalu menganggap bahwa keluarga saya adalah sebuah kepercayaan yang sangat berharga."
"Kepercayaan itu sendiri tidak harus di lakukan oleh sepasang kekasih ataupun suami istri, tapi itu semua akan terasa bahagia dan berarti jika yang melakukannya adalah sosok Ayah dan Ibu yang selalu mendukung penuh keputusan dan kerja keras anak-anaknya. Saya mengatakan demikian karena yakin jika Nona mungkin telah mengalaminya selama ini. Maka dari itu saya berani menjawab dan mengatakan hal yang demikian."
"Yumiella! Kau telah mengatakan hal yang tidak sopan! Lancang sekali kau berkata demikian?!"
Naninna mengangkat tangannya. Mengisyaratkan Lavina untuk diam.
"Aku memang sedang mengalami hal itu saat ini. Aku menerima dengan tulus jawabanmu itu."
Yumiella lantas mengangkat kepalanya, terkejut.
Tidak percaya dengan perkataan Naninna baru saja.
"Kau tidak mengerti? Aku memilihnya. Aku memilih Yumiella sebagai pelayan pribadiku. Kau bisa bela diri kan? Apa saja yang telah kau kuasai?"
Lavina lantas mengangguk dan mengurus keperluan yang akan di bawa oleh Yumiella. Sedangkan wanita itu masih diam dengan apa yang ia dengar. Jadi... Dirinya terpilih untuk bekerja di rumah keluarga Giovanno kan? Apakah dirinya bermimpi atau sedang dalam keadaan mati suri? Sedetika kemudian Yumiella meringis sakit saat ia pelan-pelan mencubit pipi kanannya.
Ternyata bukan mimpi...
Yumiella merasa senang.
Sebelumnya, ia merasa di hadapkan oleh sebuah peperangan di hati dan juga fikiran karena pertanyaan dari Naninna, namun setelah itu semuanya sirna seolah beban yang ada di pundaknya tercabut oleh sebuah kalimat aku memilihnya, terdengar biasa saja namun terkesan sangat emosional.
Yumiella menghargainya.
Sangat-sangat menghargainya.
"Saya pernah memenangkan beberapa kejuaraan tingkat Negara dalam sebuah pertandingan bela diri. Taekwondo, kungfu, dan yang paling utama adalah Karate. Saya percaya pada diri saya sendiri bahwa saya bisa melindungi Nona dengan kemampuan saya yang saat ini. Meskipun hanya beberapa bulan menjalani trainee, tapi sebelumnya saya pernah berlatih di Negara saya selama 6 tahun. Mengasah kemampuan saya agar bisa mencapai puncak."
Yumiella mengatakannya dengan tegas dan penuh percaya diri.
Naninna diam sejenak. Kedua matanya menelisik wajah campuran itu dengan pemikiran penuh. Raken yang mendengar jawaban Yumiella, merasa ada sesuatu yang berbeda saat Naninna berjalan ke arah pelayan itu dengan jarak hanya 1 meter.
Naninna membisikkan sesuatu.
Jika kau bisa melakukannya... maka kupercayakan saja padamu. Ku serahkan semua pekerjaan ini padamu dan kau tidak bisa menolaknya.
Pundaknya menegang sesaat. Merasakan sentuhan lembut namun terkesan menekan itu. Namun ada yang aneh dari tatapan Naninna. Yumiella menyadarinya, seolah ada sesuatu yang pernah membuat wanita itu hancur hingga mampu menusuk relung hatinya.
####
"Kenapa kau memilihnya?"
Naninna menoleh di iringi senyuman tipis di bibir kecilnya. Menyadari pertanyaan sang sahabat di sebelahnya, Naninna yakin pasti pria itu akan bertanya apa alasannya?
Naninna diam sejenak. Merasakan hembusan angin malam di pekarangan milik Perusahaan Raken.
Mereka masih belum pergi dari tempat itu.
Naninna sempat meminta untuk istirahat sebentar saat retinanya menangkap sebuah taman yang di hiasi dengan berbagai macam bunga. Warnanya juga warna-warni, membuat siapapun yang memandang enggan untuk berpaling darinya sedetik pun. Raken yang di buat mabuk cinta oleh sahabat kecilnya, pun tidak bisa menolak, hanya mengiyakan saja permintaan itu.
Lagipula... Raken menikmatinya.
Moment dimana ia dan juga Naninna jarang sekali bertemu dan berbincang seperti ini setelah wanita itu menikah dengan pria yang di cintainya.
Raken merasakan sakit di hatinya.
Setiap mengingat dimana wanita yang di cintainya menikah dan tersenyum tulus dengan pria yang dia anggap sebagai salah satu hidupnya saat itu. Tapi Raken tidak akan egois, mencintai juga tidak harus memiliki. Melihat sahabat kecilnya bahagia, bohong jika dirinya tidak merasakannya, meskipun hal itu bukanlah penyebabnya. Dua tahun menjalani kehidupan rumah tangga, Raken melihat sahabatnya itu selalu di hiasi oleh senyuman yang tidak pernah luntur dari bibir dan wajahnya sedikit pun.
Namun ada sesuatu hal yang membuatnya bingung. Meskipun kebahagiaan selalu bersama Naninna, wanita itu entah kenapa sejak kedatangan Amalia di didalam rumahnya, Naninna selalu saja marah, murung dan menyalahkan dirinya atas sesuatu hal menimpa. Raken sempat di buat bingung, hingga dimana ia menemukan sebuah keyakinan di balik marahnya sikap Naninna.
Menurut Michaell, hal yang membuat Naninna marah adalah kedatangan Amalia di dalam hidupnya. Setahun berlalu. semua pelayan hampir berani menyalahkan atas kekacauan di dalam rumah itu. Tapi tidak ada yang bisa Naninna lakukan karena Matthew sebagai suaminya malah ikut menyalahkan atas keteledorannya. Maka dari itu Naninna kesal, ada kekecewaan di dalam hatinya.
Saat mendengar sahabatnya mengalami koma akibat jatuh dari tangga, Raken tidak bisa berfikir positif. Karena dirinya di sibukkan oleh pekerjaan di Negara lain saat itu, dan tepat pada hari yang sama Michaell mengabarkan bahwa Naninna kecelakaan dan koma selama tiga hari.
Raken memarahi Michaell.
Karena tidak becus memberikan informasi sehingga ia telat untuk menjenguk sahabatnya. Namun Raken tidak bisa terus-terusan bersikap tidak masuk akal seperti itu. Ia memutuskan untuk pulang dan ingin melihat keadaannya. Namun saat sampai di rumah itu, tangannya hendak menyentuh handle pintu, suara pertengkaran menghentikan pergerakannya. Tapi ada satu suara yang sempat membuatnya terdiam.
Naninna marah.
Suara itu milik sahabatnya yang katanya koma, namun ternyata wanita itu tengah emosi dan melontarkan kalimat menyinggung terhadal Amalia. Penasaran dengan keadaannya, Raken membuka pintu besar itu dengan kasar, dan melihat wanita dengan baju terusan berwarna putih tengah berdiri dengan wajah marah, namun ada sedikit kerutan sakit di wajah mulusnya.
Untungnya... wanita itu masih hidup.
Entah apa yang akan terjadi jika terjadi sesuatu pada Naninna saat itu juga.
"Alasannya... Karena aku percaya padanya."
Langsung to the point.
Raken menikmati wajah damai itu. Wajah tanpa adanya riasan apapun, menampilkan kulit yang sangat putih bersih tanpa adanya ukiran ataupun kerutan disana.
"Mungkin kau tidak akan bisa memahami jawabanku ini, Ken. Tapi percayalah, jika seseorang pernah di hadapi oleh kematian ataupun kehancuran, prioritas yang paling utama baginya adalah sebuah kepercayaan. Di dunia ini, tidak semua manusia bisa memahami bagaimana hati satu sama lain, namun ada juga yang bisa hanya dengan satu kali tatapan dengan sekali bertemu, itupun seseorang bisa menguasai ilmu psikologi. Aku tidak mempunyai bakat itu."
Raken mendengarkan.
Naninna menghela nafas berat. "Tapi diriku mungkin pernah mengalami kehancuran ataupun kematian tanpa sepengetahuan mereka, maka dari itu aku memilih Yumiella sebagai pelayan pribadiku. Dia bukan hanya sekedar pelayan, tapi juga teman saat aku merasakan sendirian di rumah itu. Aku tidak bisa mempercayai siapapun termasuk suamiku. Dia bahkan sesekali menyakitiku atas celakanya Amalia di rumah itu. Aku statusnya sebagai istri, tapi di hatinya, aku hanyalah sebuah mainan yang selalu di jadikan alasan atas apa yang terjadi pada Amalia."