NovelToon NovelToon
Admiral Of Bismarck: The Second War Rises In Another World

Admiral Of Bismarck: The Second War Rises In Another World

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Reinkarnasi / Kelahiran kembali menjadi kuat / Perperangan / Summon / Barat
Popularitas:274
Nilai: 5
Nama Author: Akihisa Arishima

Bismarck telah tenggelam. Pertempuran di Laut Atlantik berakhir dengan kehancuran. Kapal perang kebanggaan Kriegsmarine itu karam, membawa seluruh kru dan sang laksamana ke dasar lautan. Di tengah kegelapan, suara misterius menggema. "Bangunlah… Tebuslah dosamu yang telah merenggut ribuan nyawa. Ini adalah hukumanmu." Ketika kesadarannya kembali, sang laksamana terbangun di tempat asing. Pintu kamar terbuka, dan seorang gadis kecil berdiri terpaku. Barang yang dibawanya terjatuh, lalu ia berlari dan memeluknya erat. "Ana! Ibu kira kau tidak akan bangun lagi!" Saat melihat bayangan di cermin, napasnya tertahan. Yang ia lihat bukan lagi seorang pria gagah yang pernah memimpin armada, melainkan seorang gadis kecil. Saat itulah ia menyadari bahwa dirinya telah bereinkarnasi. Namun kali ini, bukan sebagai seorang laksamana, melainkan sebagai seorang anak kecil di dunia yang sepenuhnya asing.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Akihisa Arishima, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perjalanan Menuju Desa Fischerdorf (bag.2)

Saat siang berganti sore, perjalanan mereka mulai memasuki daerah hutan yang rimbun. Tak lama kemudian, suara gemuruh di kejauhan membuat suasana tegang.

“Monster,” Edward memperingatkan, mencabut pedangnya.

Seekor serigala hitam besar melompat dari semak-semak, disusul beberapa lainnya.

Mathilda dengan sigap menarik busurnya. “Pastikan mereka tidak mendekati kereta!”

Rosewitha menderapkan kudanya, pedangnya berkilat di bawah cahaya matahari. “Kau tidak perlu mengingatkanku!”

Heinrich melongok dari jendela kereta. “Apa semua baik-baik saja di luar?”

“Hanya gangguan kecil, Yang Mulia.” Ludwig menebas salah satu serigala dengan satu gerakan cepat.

Dalam waktu singkat, para monster berhasil dikalahkan. Para pengawal saling bertukar pandang dan menghela napas lega.

Saat malam tiba, mereka memutuskan untuk berkemah di tengah perjalanan. Cahaya api unggun menerangi wajah mereka yang lelah tetapi puas.

Malam semakin larut, dan udara dingin pegunungan mulai menyelimuti perkemahan mereka. Di sekitar api unggun, suasana terasa hangat dan akrab.

Hana menyodorkan semangkuk sup hangat kepada August. "Tuan Muda, makanlah sebelum tidur. Perjalanan besok masih panjang."

August menerima mangkuk itu dengan senyum. Ia meniup isinya sebelum mencicipi sesendok. "Hmm... Masakanmu selalu enak, Hana. Aku jadi ingin makan lebih banyak."

Anastasia tertawa kecil melihat adiknya yang begitu lahap. "Kau selalu memikirkan makanan."

Setelah makan malam selesai, mereka berkumpul di sekitar api unggun, berbagi cerita dan mengenang masa-masa sebagai petualang dulu.

Anastasia merebahkan kepalanya di pangkuan Seraphina, sementara August melakukan hal yang sama di pangkuan Liliana. Kedua wanita itu mengusap kepala mereka dengan lembut, seperti seorang ibu menenangkan anaknya.

Seraphina menatap langit yang dipenuhi bintang, suaranya dipenuhi nostalgia. "Dulu, kami sering melakukan perjalanan seperti ini..."

Liliana tersenyum hangat. "Ya, tapi kali ini, kita tidak perlu bertarung sendiri."

Heinrich, yang duduk bersandar di batang pohon, tertawa kecil. "Yah... para kesatriaku memang terlalu kuat sepertinya. Hahaha!"

Para kesatria dari kediaman Heinrich yang berada di dekat mereka tersipu bangga mendengar pujian itu. Rosewitha menyikut Ludwig sambil berbisik, "Dengar itu? Kita luar biasa."

Ludwig terkekeh. "Tentu saja! Aku selalu tahu itu."

Malam berlalu dengan tawa dan percakapan hangat. Ketika api unggun mulai meredup, mereka pun masuk ke dalam tenda masing-masing untuk beristirahat, sementara para penjaga tetap siaga, berjaga sepanjang malam demi melindungi keluarga Heinrich.

Pagi datang lebih cepat dari yang mereka kira. Begitu matahari mulai muncul di ufuk timur, mereka mulai membereskan kemah dan bersiap untuk melanjutkan perjalanan. Namun, rute yang mereka tempuh kali ini harus memutar karena pegunungan terlalu sulit dilewati langsung.

Saat senja menjelang, mereka akhirnya tiba di Kalmar, sebuah kota yang lebih kecil dibandingkan wilayah Heinrich. Kota itu memiliki dinding batu kokoh yang mengelilinginya, dengan gerbang besi besar yang dijaga oleh beberapa prajurit bersenjata tombak.

Begitu mereka mendekat, salah satu penjaga gerbang menyadari siapa yang datang dan segera membungkuk hormat. "Selamat datang, Tuan Heinrich dan rombongan. Pemimpin wilayah sudah menunggu."

Di dalam kota, mereka disambut oleh Gertrud von Schildwächter, seorang wanita dengan postur tegap dan aura kepemimpinan yang kuat. Meski wajahnya tegas, ada kehangatan dalam senyumannya saat ia menatap Heinrich.

"Heinrich! Lama tak berjumpa."

Heinrich tersenyum lebar dan mengulurkan tangan. "Gertrud! Aku senang melihatmu lagi."

Gertrud menerima jabatan tangannya dengan erat. "Seharusnya kau berkunjung lebih sering, dasar sibuk."

"EHEM..."

Suara batuk Seraphina dan Liliana terdengar hampir bersamaan, penuh nada cemburu.

Gertrud tertawa kecil, lalu mengangkat tangan seolah menyerah. "Astaga... Apa ini, Seraphina dan Liliana? Hahaha! Maaf, aku lupa kalau Heinrich adalah suami kalian."

Di sampingnya berdiri seorang gadis muda berambut merah panjang, matanya biru seperti langit pagi. Ia menatap August dan Anastasia dengan rasa ingin tahu.

"Ini putriku, Sicilia von Schildwächter," kata Gertrud sambil menepuk bahu gadis itu. "Dia seumuran dengan August, satu tahun lebih muda dari Anastasia."

Sicilia tersenyum sopan. "Senang bertemu dengan kalian."

August dan Anastasia membalas senyumannya. "Senang bertemu denganmu juga, Sicilia."

Hari itu, mereka diundang untuk menginap di kediaman Schildwächter. Anak-anak menghabiskan waktu bermain, sementara orang tua berbincang mengenai bisnis, pemerintahan, dan hal-hal penting lainnya. Para penjaga kota tetap berjaga, menikmati suasana malam yang tenang.

Saat makan malam, obrolan mulai mengarah pada masa depan anak-anak mereka.

"Aku berpikir untuk memasukkan Sicilia ke akademi Eisenwacht," kata Gertrud sambil menyeruput anggurnya. "Bagaimana dengan kalian?"

Heinrich mengangguk. "Itu rencana kami juga. August dan Anastasia akan masuk saat mereka berusia 15 dan 16 tahun."

Seraphina tersenyum lembut. "Anak-anak kita akan belajar dan tumbuh bersama. Itu pasti pengalaman yang luar biasa."

Gertrud menghela napas pelan. "Kalau August mungkin tidak masalah karena dia manusia, tetapi bagaimana dengan Anastasia? Aku takut dia akan dikucilkan karena dia satu ras denganmu, Seraphina. Ras Nekomata. Dulu kau juga sering dibully, bukan?"

Seraphina mendengus, lalu tersenyum bangga. "Anastasia itu kuat, jangan anggap remeh dia. Dia kan anakku."

Gertrud terkekeh. "Iya... masalahnya, dulu kau sering menerbangkan para pembully dengan kekuatanmu. Malah, mereka sampai mengira kau lah pelaku perundungan yang sebenarnya."

Seraphina mengangkat bahu santai. "Yah... itu karena mereka sering membuatku kesal sih... tehe~" ucapnya dengan nada bercanda, diiringi senyum jahil.

Liliana yang sejak tadi mendengarkan hanya bisa menggelengkan kepala sambil tertawa kecil. "Jadi... kalau begitu, kemana anakmu akan mengambil jurusan? Kelas kesatria atau kelas penyihir?"

Gertrud menyilangkan tangan dan tersenyum bangga. "Sicilia lebih condong ke kekuatan fisik daripada sihir, jadi kemungkinan besar dia akan bersama Anastasia di kelas kesatria."

"Yah... walaupun August memiliki mana yang besar, siapa tahu dia justru memilih kelas kesatria? Kau tahu? Dia selalu mengagumi kakaknya, Anastasia," ucap Liliana dengan senyum lembut.

Mereka semua berbicara dengan antusias, merencanakan masa depan yang cerah bagi anak-anak mereka.

Malam pun berlalu, dan pagi tiba dengan cepat. Sebelum berangkat, Gertrud meminta maaf kepada Heinrich.

"Maaf, kami hanya bisa menyediakan satu kamar dengan dua kasur untuk kalian tadi malam."

Heinrich tertawa. "Tidak masalah. Kami sudah terbiasa dengan perjalanan seperti ini."

Setelah sarapan bersama, saatnya berpamitan.

Di depan kediaman Schildwächter, Gertrud dan Heinrich berjabat tangan sekali lagi. "Kita sudah sepakat," kata Gertrud. "Saat mereka berusia 15 tahun, anak-anak kita akan masuk akademi Eisenwacht bersama-sama."

Heinrich mengangguk. "Ya. Mereka akan menulis kisah mereka sendiri di sana."

Sicilia menatap August dan Anastasia dengan penuh semangat. "Aku tidak sabar menunggu hari itu."

August tersenyum. "Aku juga. Aku yakin akan banyak petualangan di sana."

Anastasia menatap kota Kalmar yang perlahan tertinggal di belakang mereka saat kereta mulai bergerak.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!