Hai..
Namaku Ziqiesa. kalian bisa memanggilku dengan sebutan,Zi. Aku seorang gadis cantik yang masih erat kasih sayang dari Ayah dan Ibuku. suatu hari aku tersesat ke dunia yang tidak aku ketahui. dan kasih-sayang itu masih sama adanya, tapi seakan terputus karena jarak kami yang tidak dapat di ketahui.
Aku,ingin mengajak kalian untuk ikut menemani perjalanan ini, sampai kembali pada pangkuan Ayah,dan Ibuku. bagaimana? kalian mau kan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Karlina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6.Penyerangan
Zi, mendorong pintu ruangan dengan Ken yang masih ikut berjalan di belakangnya. Saat masuk aroma bumbu kue yang wanginya semerbak langsung menyeruak masuk menerobos bulu hidung Zi. "Harum." Itu kalimat yang keluar dari mulut mungilnya, langkahnya kian berayun masuk,dan hampiri meja kerja Ken.
"Silahkan duduk,Nona Zi. Saya akan ambilkan berkas bulan ini." Ken langsung putar arah ke sebelah kiri dimana lemari tempat penyimpanan data dan berkas-berkas bulanan ada di sana.
"Kakak Ken? Siapa nama karyawan baru yang kita temui waktu di tangga tadi?" Zi, mengalihkan pandangannya pada Ken yang berjalan perlahan ke arahnya, dengan kertas-kertas yang berada dalam genggaman tangannya. "Lura,Nona Zi. Dia karyawan baru pengganti karyawan yang kemarin mengundurkan diri karena ingin menikah." Ken menyahut dengan suara tegas namun tidak terdengar keras.
"Ooo.. tapi Dia cantik, kakak Ken. Apa kakak Ken masih sendiri?" Zi, mengedipkan matanya genit, menggoda Ken yang baru saja duduk di hadapannya setelah menaruh berkas yang akan Zi periksa di atas meja. Ken, tersenyum tipis, wajahnya sedikit memerah karena godaan dari gadis kecil. Ken karyawan yang sudah bertahun-tahun ikut bekerja di toko kue Keluarga Zi, jadi mereka sudah seperti saudara saja, layaknya pada Naya,dan Lis.
"Siapa bilang Saya masih sendiri,Nona Zi? Saya sudah punya tambatan hati,tapi sayangnya belum dapat restu dari kedua orang tuanya." Ken mendadak sedih. Tidak! Lebih tepatnya merasa tidak pantas untuk calon kekasihnya, karena pekerjaannya hanyalah karyawan toko.
Zi, tertawa mendengar pengakuan,Ken. "Kalau begitu cari yang lain saja kakak Ken! Jangan berhenti pada satu orang, apalagi orang tuanya tidak memberikan restu. Itu, hubungan yang sangat rumit..lebih baik kakak Ken tanya-tanya karyawan baru yang namanya Luna itu." Zi, menggosip tidak tanggung-tanggung.
"Lura..Nona Zi."Ken membenarkan penyebutan nama karyawan baru yang salah baca oleh, Zi. "Yah,Lura, maksud Zi kakak Ken. cobalah untuk menjerat satu lagi, kakak Ken,mana tau umpannya di terkam!" Zi kembali menggoda Ken yang kini sudah memalingkan wajahnya karena malu.
"I-iya, Nona Zi. Nanti Saya coba,ya." Ken menjawab sekenanya saja, karena bagi Ken perempuan itu tidak gampang untuk di taksir, apalagi jika harus menaklukkannya.
Zi, tidak lagi berkomentar,ia, segera memeriksa berkas di temani oleh pria tinggi, langsing, hidung bangir,dan tai lalat di dekat matanya sebelah kiri, terlihat tampan,namun kulitnya yang sawo matang, menjadikan pria itu terlihat lebih manis.
"Nah.. akhirnya selesai juga. Kakak Ken? Setelah ini urusan kakak Ken yang akan menurunkan upah para karyawan,tugas Zi sudah selesai." Merentangkan tangannya, merilekskan otot yang kaku karena satu jam lamanya berkutat dengan berkas-berkas bulanan itu.
Ken, mengangguk,"baik Nona Zi, terima kasih atas kerjasamanya. Nanti akan Saya hitung uang upah para karyawan, sebelumnya uang penjualan kue bulan ini sudah saya rekap." Ulas Ken, mengambil kantong hitam berukuran sebesar telapak tangannya. "Semua uang di luar dari upah karyawan sudah Saya taruh di sini , Nona Zi." Ken mengangsurkan kantong itu pada Zi,dan Zi menerima dengan baik.
"Bagaimana dengan yang tadi kakak Ken?"
"Yang mana Nona Zi?"
"Karyawan baru.." Zi tertawa puas dapati Ken memalingkan wajahnya ke arah lain. Mereka kini sedang menuruni tangga untuk menuju lantai satu.
"I-itu, nanti Saya pikirkan lagi, Nona Zi." Jawab Ken menggaruk tengkuknya,dengan telinga merah merekah.
•••
Zi, melanjutkan perjalanan untuk kembali ke pinggiran kota,namun Ia butuh istirahat karena kakinya sudah ruam karena terlalu lama berada di pijakan saat menaiki kuda. Jalan kuda yang naik turun,membuat Zi secara refleks mengencangkan pijakan kakinya untuk menjaga keseimbangan tubuhnya agar tidak terjatuh.
"Sebaiknya aku mencari penginapan terdekat." Zi, menepikan kudanya dan berhenti di seberang sebuah penginapan yang tidak tergolong elit tetapi cukup terawat. Sebelum mengandangkan kuda, Zi memilih untuk mendatangi karyawan penjaga terlebih dahulu, untuk menanyakan apakah masih ada kamar yang kosong.
"Maaf Nona, untuk kamar hari ini sudah terisi penuh. Hari yang sudah sore, biasanya banyak pendatang yang mencari kamar." Karyawan bagian pembelian karcis masuk itu berucap dengan sopan,nada suaranya yang lembut terdengar sangat enak.
"Hem. Terima kasih sebelumnya kakak. Kalau begitu Saya permisi.." Zi menunduk pendek,"sama-sama Nona,balik kasih. Kalau begitu berhati-hatilah di perjalanan Nona, semoga selamat sampai tujuan." Balas karyawan penginapan, melepas kepergian Zi dengan wajah tenang dan teduh.
Zi, segera pergi dari hadapan karyawan tersebut, menghampiri kudanya, melanjutkan perjalanan kembali. Namun,baru lima belas menit perjalanan Zi bertemu dengan seorang pria yang menggunakan pakaian serba hitam dengan wajahnya yang terdapat bekas luka memanjang.
"Hai.. Nona. Mau kemana cantik? Mampir dulu,ayo.." Pria jelek itu menghentikan langkah kuda Zi. Zi, menepikan kudanya agar tidak menggangu perjalanan yang lain.
Zi, melihat ke sekeliling tidak ada yang peduli padanya. Mereka yang lewat, hanya lewat tanpa ingin ikut campur dalam urusan Pria itu dan Zi.
"Beginilah kehidupan di kota. Banyak penjarah tapi tidak ada yang mau peduli, bagaimana jika yang di jarah keluarga mereka sendiri?" Zi, menggerutu sebal. Dia, turun dari punggung kuda, melayani keinginan Pria itu dengan baik, seperti biasanya wajah Zi selalu tenang seperti riak danau.
"Paman mau apa? Uang..?" Zi, berucap dengan santai, menaikkan alisnya seakan bertanya kepada temannya saja.
Pria jelek itu tertawa sarkas,"gadis kecil yang manis. Kenapa berkuda sendirian? Tidak ada zaman sekarang anak perempuan yang masih kecil,di biarkan untuk berkuda sendirian, bagaimana kalau Paman temani?" Pria jelek menaikkan sebelah alis bertanya lembut pada,Zi. Zi,mual mendengar kata-kata pria jelek itu,"Kalau mau uang bilang saja, Paman. Tidak perlu repot-repot untuk berbasa-basi,lebih cepat kan lebih baik, Paman bisa kembali untuk menjemput rezeki yang lain!" Zi meladeni permainan pria itu dengan malas.
Pria itu seakan tersentil ginjalnya karena perkataan, Zi. Dengan mata melotot tajam Dia maju dua langkah dan serang Zi menggunakan tangan kekarnya. "Heh, gadis kecil!" ucapnya sambil melayangkan tinjunya pada Zi berulang kali.
"Kecil-kecil begini cabai rawit,Paman!" ledek Zi menghindar dari tangan pria itu. Zi, tersenyum cerah dengan terus menghindar,tidak mau menyerang karena pria itu juga belum terlihat ingin menghancurkan tubuhnya. Sejauh ini Zi menganggap masih aman,dan tidak perlu repot-repot buang tenaga.
"Kurang ajar! Dasar gadis ingusan!" Pria itu mulai tersulut emosi, menggerakkan giginya dan menendang perut, Zi. "Apakah Paman mau ingus, Saya? Kalau begitu tampung saja, Saya sangat bermurah hati memberikannya kepada Anda, Paman jelek!" Suara kecil Zi seakan menggelitik indera pendengaran pria jelek itu. "Gadis sialan!" menambah tempo pergerakan dan mengeluarkan pedang untuk menyerang Zi.
"Lebih sialan Paman karena bertemu gadis ingusan seperti saya.." Kekeh Zi,kali ini Zi juga ikut mengeluarkan pedangnya,tidak mungkin menangkis pedang lawan dengan tangan kosong, karena akan berakibat fatal pada tangannya sendiri.
Pedang yang saling bergesekan mengundang atensi orang-orang yang lewati jalanan umum tersebut,namun sialnya, tidak ada yang ingin maju membantu,atau menghentikan pertarungan bahaya tersebut.
"Dasar manusia berhati batu!" pekik Zi dalam hatinya. Bagaimana bisa mereka membiarkan pria jelek bertubuh besar itu melenyapkan seorang gadis kecil seperti,Zi.
Zi, terpukul mundur. Sebenarnya pria itu bukanlah tandingannya yang belum begitu menguasai ilmu bela diri,tapi sejauh ini masih aman-aman saja,jadi Zi memilih untuk tidak menyerah begitu saja.